Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

KPK RI

Ingat Vonis 12 Tahun Teddy Tjokrosapoetro Koruptor Rp22 Triliun Hanya Beda 2 Tahun dari SYL 

Presiden Direktur PT Rimo International Lestari, Teddy Tjokrosapoetro divonis 12 tahun penjara dan wajib membayar uang pengganti Rp20,83 miliar.

Editor: Muh Hasim Arfah
dok Tribun Timur
Perbandingan vonis tipikor Syahrul Yasin Limpo 10 tahun sementara itu koruptor megakorupsi ASABRI, Teddy Tjokrosapoetro mencapai Rp22 triliun divonis 12 tahun 

TRIBUN-TIMUR.COM- Tribuners masih ingat dengan kasus korupsi di ASABRI. 

Mega korupsi ini merugikan negara Rp22 triliun. 

Presiden Direktur PT Rimo International Lestari, Teddy Tjokrosapoetro divonis 12 tahun penjara dan wajib membayar uang pengganti senilai Rp20,83 miliar.

Adik kandung mantan Komisaris Utama PT Hansen Internasional Benny Tjokrosapoetro (Bentjok) ini terbukti melakukan korupsi pengelolaan dana PT Asabri yang merugikan negara senilai Rp22,788 triliun serta Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Teddy Tjokrosapoetro terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primer dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua primer. 

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun ditambah denda Rp1 miliar, bila denda tidak dibayar diganti kurungan selama 1 tahun," kata ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/8/2022).

Teddy juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp20.832.107.126 dengan memperhitungkan barang bukti yang disita dan bila tidak dibayar maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi akan dipidana dengan penjara selama 5 tahun.

Baca juga: Ingat Korupsi Rp940 M Djoko Tjandra, 5 Kali Lebih Ringan dari Vonis SYL

Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menuntut agar Teddy divonis 18 tahun penjara ditambah denda Rp5 miliar subsider 1 tahun kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp20,83 miliar.

"Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa bersama-sama saksi Benny Tjokrosapoetro telah mengakibatkan kerugian negara yang cukup besar, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka menyelenggarakan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), perbuatan terdakwa terkait transaksi saham Rimo, Nusa, dan Posa, perbuatan terdakwa dapat menimbulkan 'distrust' atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap kegiatan perasuransian dan pasar modal," ungkap hakim.

Apalagi Teddy juga disebut tidak mengakui kesalahannya.

Sedangkan hal yang meringankan menurut hakim adalah Teddy belum pernah dihukum, kooperatif, bersikap sopan di persidangan, dan merupakan tulang punggung keluarga.

Teddy Tjokrosapoetro dinilai terbukti melakukan perbuatan korupsi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan tindak pidana pencucian uang berdasarkan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan pertama, Teddy Tjokrosapoetro melakukan korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp22,788 triliun berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor: 07/LHP/XXI/05/2021 tanggal 17 Mei 2021.

Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Terima Kasih ke Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh

Sedangkan dalam dakwaan kedua, Teddy melakukan pencucian uang dengan melakukan jual beli reksa dana, saham dan penyetoran modal ke berbagai perusahaan.

Dalam perkara ini, dari 9 orang terdakwa, sudah ada 7 orang yang telah dijatuhi vonis.

Sebelumnya, Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo divonis 10 penjara dalam kasus pemerasan.

Vonis dibacarakan Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/7/2024).

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman kepada Syahrul Yasin Limpo selama 10 tahun penjara.

SYL dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum telah melakukan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Syahrul Yasin Limpo dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/7/2024).

"Dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsidair pidana kurungan selama 4 bulan," sambung hakim.

Tak hanya itu, terhadap SYL juga dibebankan membayar uang pengganti 14.147.144.786 dan 30.000 dollar AS.

Majelis Hakim menilai, SYL dan anak buahnya telah melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan Pertama.

 

Kasus pengalihan hak tagih 

Terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali Djoko Tjandra.

Pasalnya Polri menangkap pria yang mempunyai nama lengkap Djoko Sugiarto Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra dan dijemput aparat kepolisian di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020) malam.

Djoko Tjandra diketahui merupakan satu dari sejumlah nama besar yang terlibat dalam kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Harian Kompas, 24 Februari 2000 memberitakan, Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat.

Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp940 miliar.

Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.

Langkah Djoko Tjandra akhirnya tertahan setelah jaksa mengajukan PK terhadap putusan kasasi MA terkait dengan terdakwa Djoko yang dinilai memperlihatkan kekeliruan yang nyata. PK tersebut diajukan pada 15 Oktober 2008.

Menurut jaksa, putusan majelis kasasi MA terhadap Djoko, Pande, dan Syahril berbeda-beda.

Padahal, ketiganya diadili untuk perkara yang sama, dalam berkas terpisah.

Harian Kompas, 12 Juni 2009 memberitakan, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun.

Mereka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.

Dalam putusan tersebut, menurut Kepala Biro Huum dan Humas MA Nurhadi, MA juga memerintahkan dana yang disimpan dalam rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Baca juga: Kasus Korupsi SYL Lebih Sedikit tapi Hukuman Lebih Berat dari Suap Menteri Gerindra Edhy Prabowo

Sayangnya, sebelum dieksekusi Djoko telah melarikan diri ke Papua Nugini.

Kaburnya Djoko, sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 20 Juni 2009, diduga karena bocornya putusan peninjauan kembali oleh MA.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved