Ulasan Pengamat
Benarkah Ekonomi Tidak Baik-baik Saja? Simak Ulasan Ekonom Unhas
Ekonom Prof Marsuki DEA menilai bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa indikator yang menunjukkan adanya tren perekonomian nasional.
Penulis: Rudi Salam | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Belakangan, isu “ekonomi tidak baik-baik saja” sedang ramai diperbincangkan.
Isu ini muncul setelah banyaknya bermunculan masalah ekonomi, salah satu diantaranya melemahnya nilai tukar Rupiah.
Lantas, apakah benar ekonomi secara nasional dan daerah sedang tidak baik-baik saja?
Ekonom Prof Marsuki DEA menilai bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa indikator yang menunjukkan adanya tren perekonomian nasional, termasuk daerah dalam kondisi sedang kurang kondusif.
Menurutnya, kondisi ekonomi kurang kondusif ini ditunjukkan dan disebabkan beberapa sebab.
Salah satunya tren global akibat kondisi geopolitik dan keamanan di beberapa negara Timur Tengah yang semakin tidak menentu.
“(Itu) karena perang Israel dan Palestine, yang kemungkinan dapat memicu meluasnya perang oleh Iran dan Mesir,” kata Prof Marsuki, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Selasa (25/6/2024).
Faktor penyebab lainnya, kata Prof Marsuki yakni akibat belum menentunya akhir perang antara Rusia Ukrania.
Termasuk mulai memanasnya situasi politik AS dengan China akibat memperebutkan pengaruh ekonomi dan bisnis Vietnam.
Akibatnya, terjadi ketidakstabilan pada tatanan ekonomi, bisnis dan keuangan global.
“Terutama ditunjukkan oleh volatilitas naiknya harga energi, minyak dan gas, akibat kelangkaan produksi di negara yang sedang bertikai. Termasuk terbatasnya produksi pangan akibat supply input pertanian pupuk yang berkurang,” paparnya.
Prof Marsuki menilai, faktor lainnya yakni tren meningkatnya suku bunga kebijakan moneter dari bank-bank sentral negara maju.
Sehingga inflasi sulit terkendali, serta nilai tukar di banyak negara emerging market khususnya terus melemah.
Ia menilai, berbagai masalah tersebut sudah ada melanda perekonomian nasional, tercermin dalam waktu terakhir, semakin tertekannya nilai tukar rupiah, besarnya beban pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri harus dianggarkan tahun 2024-2025.
“Juga kemungkinan akan terjadinya kegagalan panen akibat El Nina, sehingga terjadi kelangkaan komoditas kebutuhan pangan masyarakat, akibat biaya produksi yang meningkat, berakibat tingkat harga pada umumnya akan meningkat lagi,” jelas Prof Marsuki.
Sederet masalah tersebut juga diperparah dengan turunnya pendapatan dan daya beli masyarakat kebanyakan akibat semakin terbatasnya kesempatan kerja dan terjadinya PHK semakin meluas.
Persoalan lainnya, adanya masalah dari sisi fiskal yg semakin terbatas, tercermin dari tren penerimaan negara yang bertumbuh rendah.
“Sehingga mau tidak mau akan berkurang belanja fiskal untuk program-program pembangunan pemerintah,” katanya.
Olehnya, Prof Marsuki menilai semua hal-hal tersebut mau tidak mau, harus mampu ditangani secara terencana, baik secara bersama oleh otoritas kebijakan strategis, maupun secara sendiri sesuai peran dan fungsinya.
Jika tidak, kata dia, akan membuat perekonomian nasional dan daerah mengalami kesulitan cukup signifikan.
Prof Marsuki juga menilai pemerintah bersama otoritas kebijakan strategis lainnya perlu mencari cara efektif untuk mengatasi masalah tersebut secara terencana dan terkoordinasi.
Lebih rinci, ia meminta pemerintah jangan menaikkan pajak-pajak dan harga komoditas strategis BBM.
Termasuk harus menekan program kerja bersifat pencitraan memerlukan subsidi anggaran besar yang tidak mempunyai efek perbaikan pada kondisi bisnis dan ekonomi masyarakat.
“Pemerintah jangan memaksakan kebijakan yang bersifat jangka panjang dengan proyek-proyek mercusuar yang memerlukan anggaran besar, apalagi tidak dibutuhkan masyarakat saat ini,” kata Prof Marsuki.
Ia juga meminta pemerintah jangan mengeluarkan kebijakan bersifat kontroversial yang bisa membuat masyarakat tidak percaya pada pemerintah dan otoritas kebijakan.
“Sebab hal tersebut akan menciptakan suasana tidak kondusif bagi masyarakat kebanyakan, terutama para pelaku ekonomi strategis, pengusaha dan pemilik aset yang berpotensi mendorong mereka berspekulasi di tengah kesulitan perekonomian nasional dan daerah yang akan terjadi,” tambah Prof Marsuki.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.