Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Headline Tribun Timur

100 Ribu Jamaah Umrah Indonesia Belum Pulang

Mereka diduga belum kembali ke Tanah Air demi mengikuti ibadah haji colongan tanpa visa haji.

Editor: Sudirman
Ist
Ilustrasi ibadah haji. 100 Ribuan jamaah umroh belum pulang ke Indonesia. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Sebanyak 100 ribu jamaah umrah masih belum pulang ke Indonesia.

Mereka diduga belum kembali ke Tanah Air demi mengikuti ibadah haji colongan tanpa visa haji.

Diketahui, ibadah haji tahun ini akan dimulai pada akhir Juni 2024 mendatang.

Para jamaah umrah itu diduga sengaja tidak pulang untuk berupaya ikut ibadah haji dengan memakai visa umrah.

"Saya dengar hari ini kurang lebih ada 100 ribu jamaah umrah yang belum balik. Masih ada 100 ribu. Itu data yang kami dapatkan," kata Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (4/6).

Kahfi memperkirakan ratusan ribu jamaah umrah yang belum pulang ke Indonesia itu menetap di Arab Saudi sejak 1 Syawal.

Baca juga: Identitas 37 WNI Ditangkap di Arab Saudi Pakai Visa Haji Palsu, Terbanyak Makassar dan Sengkang

Mereka direncanakan akan merangsek masuk bergabung dengan jamaah haji saat menuju Armuzna atau Arafah, Muzdalifah dan Mina.

"Nah, kapan mereka tembus masuk ke Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina) itulah yang menimbulkan problem. Karena mereka ini kan nggak punya tempat," ungkapnya.

"Tentu pertanyaan berikutnya dari mana mereka bisa dapatkan. Ya bisa saja pihak travel ini punya jaringan dengan mashariq mashariq itu. Bisa saja bisa saja ya," sambungnya.

Karena itu, kata Kahfi, pihaknya meminta Pemerintah Indonesia segera duduk bersama untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Bukan tanpa sebab, ratusan ribu jamaah umrah yang memaksa ibadah haji colongan tersebut nantinya bisa membahayakan.

Ia mengatakan pergerakan ratusan ribu jamaah umrah asal Indonesia yang memaksa ibadah haji akan menimbulkan membludaknya daya tampung di Armuzna.

Imbasnya, ada ancaman keselamatan karena kepadatan saat pelaksanaan ibadah haji.

"Ini harus ada pembicaraan antara pemerintahan Indonesia, Kementerian Negara, pihak Arab Saudi dan Dubes Arab Saudi yang ada di Indonesia. Komisi VIII dengan pihak AMPHURI melalui begitu banyak melalui berbagai travel duduk bersama untuk mengurai masalah ini," jelasnya.

Namun, Kahfi memahami fenomena ibadah haji memakai visa umrah karena bentuk euforia WNI untuk melaksanakan rukun Islam kelima tersebut. Apalagi, antrean keberangkatan ibadah haji juga sangat lama.

Pemerintah Arab Saudi sendiri sebelumnya telah mengingatkan agar semua jamaah umrah harus meninggalkan Arab Saudi sebelum 29 Zulkaidah atau 6 Juni 2024.

Kementerian Agama mengimbau agar ketentuan yang dibuat Pemerintah Arab Saudi itu dipatuhi. Kemenag meminta semua jamaah umrah Indonesia segera pulang ke Tanah Air sebelum masa berlaku visa habis.

"Jamaah yang menggunakan visa umrah agar mematuhi kebijakan Pemerintah Arab Saudi. Segera kembali ke Indonesia sebelum masa berlaku visa habis," tegas Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie, di Jakarta, Minggu (19/5).

Penyelenggaraan Ibadah umrah berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 dilaksanakan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Dalam Pasal 94 disebutkan berbagai bentuk kewajiban yang harus diberikan oleh PPIU kepada jamaah umrah.

Salah satu kewajiban tersebut berupa memberangkatkan dan memulangkan jamaah umrah sesuai masa berlaku visa umrah di Arab Saudi.

Ditegaskan Anna, ada sejumlah risiko bagi jamaah umrah dan PPIU yang memberangkatkan jamaah umrah bila tinggal melebihi batas waktu yang ditetapkan Arab Saudi.

“Jamaah yang tinggal di Arab Saudi melebihi batas waktu tersebut dapat terkena masalah hukum, denda yang cukup besar, dan dideportasi dari Arab Saudi.

Bila dideportasi maka jamaah tersebut akan dilarang masuk kembali ke Arab Saudi dalam waktu 10 tahun ke depan,” sebut Anna.

“PPIU yang memberangkatkan jamaah dan muassasah di Arab Saudi juga bisa kena denda oleh Pemerintah Arab Saudi. Kami sebagai pemerintah juga akan memberikan sanksi administratif kepada PPIU sampai dengan pencabutan izin berusaha. Ketentuan tersebut sebagaimana dimuat di dalam PP Nomor 5 Tahun 2021,” tegasnya lagi.

Anna juga mengingatkan bahwa visa umrah tidak bisa digunakan untuk berhaji.

Sementara anggota Media Center Haji Kementerian Agama Widi Dwinanda, setidaknya ada tiga landasan ketentuan yang menegaskan bahwa berhaji harus menggunakan visa haji bukan visa ziarah.

“Pertama, di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji Mujamalah (undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi),” ujar Widi dalam keterangan resmi Kemenag, Jumat (31/5).

“Haji dengan visa Mujamalah ini populer dengan sebutan haji Furoda, yakni haji yang menggunakan visa undangan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Jemaah yang menggunakan visa ini wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK),” sambungnya.

“Kedua, fatwa Haiah Kibaril Ulama Saudi yang mewajibkan adanya izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan haji,” lanjut Widi.

Menurutnya, ada empat alasan yang disampaikan dalam fatwa tersebut. Pertama, kewajiban memperoleh izin haji didasarkan pada apa yang diatur dalam syariat Islam.

Kedua, kewajiban untuk mendapatkan izin haji sesuai kepentingan yang disyaratkan syariat. Hal ini akan menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada jamaah haji.

“Ketiga, kewajiban memperoleh izin haji merupakan bagian dari ketaatan kepada pemerintah,” ucapnya.

Kempat, ia melanjutkan, haji tanpa izin tidak diperbolehkan.

Sebab, kerugian yang diakibatkannya tidak terbatas pada jamaah, tetapi meluas pada jamaah lain.

Menurut fatwa tersebut, kata dia, tidak boleh berangkat haji tanpa mendapat izin, dan berdosa bagi yang melakukannya karena melanggar perintah pemerintah.

“Bahkan, Pemerintah Saudi telah menetapkan sanksi berhaji tanpa visa dan tasreh resmi,” tandasnya.

“Terakhir, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan bahwa haji dengan visa non haji atau tidak prosedural itu sah, tetapi cacat dan pelakunya berdosa. Keputusan ini menjadi salah satu hasil musyawarah pengurus Syuriyah Nahdlatul Ulama yang digelar pada 28 Mei 2024 lalu,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved