Sah! Kenaikan UKT Dibatalkan, Mendikbud Nadiem Makaram Menghadap Jokowi
Hal itu disampaikan Nadiem Makarim usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (27/5/2024).
Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, mengatakan isu mahalnya UKT mengungkap minimnya prioritas pemerintah dalam mengembangkan akses pendidikan tinggi.
Ia mengecam pandangan pemerintah yang masih menganggap pendidikan tinggi sebagai sesuatu yang bersifat tersier atau tidak wajib.
Padahal untuk mencapai Indonesia Emas 2024 sebagaimana yang digadang-gadang pemerintah, diperlukan pembentukan generasi yang lebih cerdas.
Eliza juga menyesalkan minimnya alokasi anggaran untuk perguruan tinggi yang hanya 0,6 persen dari APBN.
Angka tersebut masih jauh dari standar ideal yang ditetapkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebesar 2 persen dari APBN.
Padahal di atas kertas, alokasi pendidikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah 20 persen dari total APBN yang bersifat sebagai belanja wajib atau mandatory spending.
“Nol koma enam persen dari APBN yang untuk perguruan tinggi, itu kan kecil banget, sekitar Rp8,6 trilliunan, dan harus dibagi ke perguruan tinggi negeri dan juga swasta. Itu kan kecil banget jadinya, “ujar Eliza dilansir dari VOA.
Menurut Eliza, setelah universitas di Indonesia diubah menjadi badan hukum, disebut Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), kampus harus mencari pendanaan sendiri.
Akibatnya, kampus menanggung biaya operasional dan kebutuhan lainnya sendiri, yang berdampak pada kenaikan biaya UKT yang relatif lebih mahal bagi masyarakat.
Meskipun UKT dirancang untuk memperhatikan keadilan dengan adanya 9-10 golongan atau kelompok.
Tetapi pemerintah membatasi jumlah mahasiswa yang termasuk dalam golongan UKT 1 dan 2 hanya sebesar 20 persen dari total, sementara sisanya tergantung pada kebijakan kampus.
Besaran golongan UKT 1 dan 2 sendiri ditetapkan sebesar Rp500 ribu dan Rp1 juta.
Pada tahap ini, kata Eliza, pemerintah sudah tidak bisa mengintervensi.
“Ada kampus yang mereka sudah eksis, sudah memiliki rating yang baik, ini mereka biaya maintenance untuk menjaga eksistensi dan juga kredibilitasnya relatif lebih mahal, misalnya untuk biaya publishing di jurnal atau index internasional. Nah itu kan mahal juga dan ini membuat setiap kampus di Indonesia berbeda-beda, dari biaya operasionalnya dan juga besaran UKTnya,” ungkapnya.
Untuk mencegah UKT menjadi mahal, Eliza menyerukan kepada pemerintah untuk mengalokasikan minimal 2 persen dari APBN untuk perguruan tinggi, sesuai dengan rekomendasi UNESCO.
Keberadaan Gibran saat Pelantikan Menteri Baru Terungkap, Anak Jokowi Tak Hadir di Istana |
![]() |
---|
Lagi! Jokowi Digugat Soal Ijazah, Alumnus UGM Pakai Cara Citizen Lawsuit, Apa Itu? |
![]() |
---|
Daftar 25 Jenderal Bintang 3 Bersyarat Jabat Kapolri: Masih Ada Akpol 91 Letting Listyo, Suyudi 94 |
![]() |
---|
RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas, Prioritaskah? |
![]() |
---|
Sosok Nono Anwar Makarim Ayah Nadiem Makarim, Punya Pengaruh Besar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.