Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Melampaui Kota Pintar

Meski demikian korupsi, pengangguran, dan kemacetan masih menjadi “pekerjaan rumah” saat ini.

Editor: Sudirman
Ist
Bahrul Amsal, Dosen Sosiologi FIS-H UNM 

Demi menjaga ketersediaan makanan, kota juga banyak mengandalkan impor daging, susu, sayur mayur desa-desa mendesak perubahan habitat satwa di seluruh dunia.

Industrialisasi yang menjadi ciri khas kota turut menjadi penyumbang polusi, limbah pabrik, dan sampah medis mencemari udara dan air di sekitarnya.

Dilihat dari sisi ini kota ibarat membawa kehidupan umat manusia ke dalam distopia yang menyerupai neraka.

Lalu, bagaimana memahami konsep kota cerdas di tengah-tengah seperti problem di atas?

Kota, di aras wacana, sudah sejak lama diartikan sebagai tatanan yang berbeda dari bentuk kehidupan lainnya.

Setidaknya, dalam pengertian Aristotelian, kota (polis) merupakan prasyarat warga dalam menemukan kebaikan, keadilan, dan kesejahteraan.

Tanpa kota setiap orang bakal hidup menyerupai kehidupan alamiah binatang.

Selama setengah abad terakhir, pembicaraan masa depan kota telah diangkat David Harvey dalam kaitannya dengan keadilan sosial; Manuel Castell berkaitan masyarakat jaringan; Saskia Sassen melalui kota global, Richard Florida yang menghubungkannya dengan komunitas kreatif, sampai kota dilihat dari sisi produktivitasnya oleh Jeb Brugmann.

Mutakhir, kota-kota dunia berupaya menjadi kota pintar (smart city), yang nampaknya merupakan prasyarat modern pasca terjadi revolusi teknologi informasi dan komunikasi.

Revolusi TIK berpengaruh kepada paradigma pengelolaan kota dengan mengkombinasikan kemajuan digital dalam melayani warga kota.

Kota yang sukses membutuhkan tata kelola pemerintahan yang baik dan struktur masyarakat yang kolektif untuk memfasilitasi dan
mengatur hubungan antara ruang publik dan kepentingan pribadi.

Serta memungkinkan pembagian sumber daya dan peluang yang efektif dan adil dengan menggunakan pendekatan digital.

Meskipun demikian, konsep kota pintar yang bergantung kepada pemanfaatan big data, sistem sensor pengawasan, dan kamera, memiliki risiko terkait privasi dan keamanan data.

Kelemahan lainnya adalah kebutuhan pembiayaan yang tidak sedikit dalam merancang, pengembangan, dan implementasi sistem infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.

Selain itu, kota pintar terlalu berorientasi kepada infrastruktur kota dari pada warga kota yang menjadi tujuan dari keberadaan kota.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved