Film Nasional
Hari Film Nasional dan PPFI, Saatnya Pemerintah Lebih Serius Upayakan Pengembangan Film Nasional
film Indonesia harus bersaing secara Head to Head dengan film Impor yang biaya produksinya dapat mencapai 5 Triliun Rupiah per produksi.
Oleh: Nasaruddin Siradz
Pemerhati Masalah Sosial
TRIBUN-TIMUR.COM - Hari Film Nasional telah ditetapkan pada tanggal 30 Maret melalui Keputusan Presiden (Kepres nomor: 25 Tahun 1999).
Penetapan Hari Film Nasional sebagai bentuk apresiasi atas momen sejarah bahwa pada tanggal 30 Maret 1950 untuk pertama kalinya film cerita “ Darah dan Doa ” diproduksi oleh orang Indonesia dan perusahaan Indonesia, H Usmar Ismail, dengan Perusahaan filmnya yang bernama PERFINI/Pusat Perfilman Nasional Indonesia.
Setiap tahun Hari Film Nasional dijadikan momentum untuk berfikir kritis tentang perfilman nasional sebagai upaya penguatan dan pemajuan Perfilman di Indonesia dalam bingkai ekosistem Perfilman Nasional.
Kebetulan Bulan maret merupakan bulan dimana hampir seluruh organisasi pemangku-kepentingan perfilman nasional sibuk berulang-tahun, dan untuk tahun ini pada bulan Maret ini, PPFI (Persatuan Perusahaan film Indonesia) melaksanakan Kongres PPFI XXXI dan BPI ( Badan Perfilman Nasional ) juga mengadakan kegiatan besar Konferensi Perfilman Nasional, Seminar, Diskusi terbatas, pemutaran film dan lain sebagainya.
Seluruh kegiatan ditujukan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas film Indonesia guna menggapai cita-cita lama yang hingga kini belum tercapai; walaupun telah ada Undang-Undang Perfilman dan telah ada Amanah Undang-Undang kepada instansi yang menaungi kegiatan perfilman untuk memajukan perfilman nasional.
Meski di tahun 2022 ada satu judul film nasional yang mampu meraih 10 jutaan penonton, jumlah penonton terbanyak sepanjang sejarah perfilman nasional, namun perlu dicatat pula bahwa film yang paling rendah perolehan penontonnya adalah 429 penonton.
Dan terdapat 41 film Indonesia atau 47,12 persen film yang beredar tahun 2022 hanya meraih kurang dari 100.000 (seratus ribu) penonton alias tidak mampu mencapai BEP.
Bahkan konon cukup banyak film Indonesia yang telah selesai diproduksi, tidak kebagian kesempatan untuk diedarkan di bioskop.


Dari grafik jumlah penonton film Indonesia tersebut sedikitnya dapat ditarik 3 asumsi yang mendasar.
Pertama, Film Indonesia yang mendapatkan box office (di atas 1 juta penonton) dalam kurun waktu 4 tahun terakhir (2019 – 2022) antara 2,78 persen - 16,1 persen (rata-rata hanya 9,44 % ) setiap tahunnya.
Kedua, Mayoritas Film Indonesia mendapatkan raihan dibawah 100 ribu penonton, antara 43,41 % - 72,22 % . (rata-rata 57,81 % ) setiap tahunnya.
Ketiga, Pendapatan produser film KKN (box office dengan 10 juta-an penonton) dengan asumsi perolehan Rp.17 ribu per penonton -- setelah dibagi dengan pihak Exhibitor/Bioskop dan dikurangi Pajak Tontonan/Hiburan yang dikenakan Pemprov/Pemkot/Pemkab bervariasi -- maka kira-kira perolehan produser film KKN berjumlah +/- Rp170 Miliar.
Sementara mayoritas film Indonesia (rata-rata 57,81 % ) setiap tahunnya hanya memperoleh dibawah 100 ribu penonton dengan potensi penghasilan Rp. 17 ribu per penonton (+/- Rp1,7 Miliar).
Perbedaan pendapatan antara film Box Office dengan mayoritas film Indonesia tersebut berbeda 100 kali lipat.
Hal ini perlu dicarikan jalan keluarnya, karena meski UU Perfilman No. 33 tahun 2009 tidak sempurna dalam memperbaiki seluruh ekosistem perfilman nasional, namun UU tersebut memberikan Amanah agar film nasional diberikan kesempatan untuk berkembang dan maju dengan alokasi 60 % layar untuk film Indonesia dan 40 % layar untuk film impor.
film indonesia
Hari Film Nasional
Nasaruddin Siradz
Darah dan Doa
Usmar Ismail
Deddy Mizwar
Kongres PPFI XXXI
Perbedaan Tugas Tim Transformasi Reformasi dan Komite Reformasi Polri Bocoran Dasco |
![]() |
---|
Kondisi Tugu Bambu Sinjai Bersatu Memprihatinkan, Warga Minta Pemerintah Bertindak |
![]() |
---|
UPRI Gelar Bimtek Tata Kelola Keuangan, Dorong Sistem Pelaporan Terintegrasi |
![]() |
---|
Penyerapan Baru 18,3 Persen dari Rp71 Triliun, Anggaran MBG Melonjak Jadi Rp335 T di APBN 2026 |
![]() |
---|
Truk Tambang Abaikan Jam Operasional di Maros, Chaidir Syam Lapor ke Pemprov Cabut Izin Usaha |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.