Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

KPPS-isme: Antara Abdi Negara atau Perhatian Negara?

KPPS termasuk salah satu badan ad hoc bertugas untuk melaksanakan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat pemilu 14 Februari 2024

Editor: Sudirman
zoom-inlihat foto KPPS-isme: Antara Abdi Negara atau Perhatian Negara?
Ist
Amril Maryolo. AR, Dosen Institut Teknologi Amanna Gappa/UIN Alauddin

Oleh Amril Maryolo. AR

Dosen Institut Teknologi Amanna Gappa/UIN Alauddin

Telah ditetapkan dan dilaksanakan Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji serta Bimbingan Teknis (Bimtek) Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Pelantikan tersebut dilaksanakan serentak di masing-masing daerah secara nasional.

KPPS termasuk salah satu badan ad hoc bertugas untuk melaksanakan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat pemilu 14 Februari 2024 mendatang.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Pembentukan dan Tata Kerja Badan Adhoc Penyelenggara Pemilu dan Pilkada.

Setelah dilantik, mereka akan mulai untuk melaksanakan tugasnya hingga 25 Februari 2024.

Pelantikan KPPS tahun ini ada yang berbeda, perbedaan tersebut bukan dari tugas dan tanggung jawabnya tetapi posisinya disamakan dengan abdi negara di kalangan nitizen sosial media.

Baru-baru ini viral di media sosial KPPS disamakan dengan abdi negara seperti TNI, Polri, dan ASN karena disoroti gajinya yang cukup tinggi dibandingkan gaji KPPS di Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Jika menyinggung soal gaji, hal tersebut tentu perlu karena tugas KPPS di Pemilu tahun ini tidak ringan dikarenakan tugas dan tanggung jawabnya dalam melakukan pemungutan serta penghitungan suara di TPS.

Terdapat lima pemungutan dan penghitungan suara sekaligus yang harus diselesaikan dalam sehari yaitu; pemilihan presiden & wakil presiden, pemilihan legislatif DPR-RI, pemilihan DPD, pemilihan legislatif DPRD Provinsi, dan pemilihan
legislatif DPRD kab/kota.

Jokes KPPS

Media sosial dihebohkan pasca pelantikan KPPS dengan banyaknya nitizen yang berhasil menjadi petugas penyelenggara Pemilu.

Menurut mereka suatu kebanggan menjadi petugas yang membantu kelancaran Pemilu 2024.

Tidak sedikit dari konten menjadi petugas KPPS seperti sebuah pekerjaan idaman yang diinginkan jutaan orang.

Ada banyak jokes yang viral karena ulah nitizen seperti; niat menggadaikan SK KPPS untuk membeli barang mewah, KPPS adalah menantu idaman 2024.

Menjadi KPPS adalah prestasi yang membuat keluarga bangga, hingga punya niatan melamar kekasih karena telah menjadi KPPS.

Viralnya KPPS bukan hanya karena menjadi profesi idaman tetapi juga adanya keluhan anggota KPPS yang belum diberikan uang transportasi saat pelantikan dan bimtek.

Tentu netizen menyuarakan keluhannya di media sosial.

Ia bahkan membandingkan dengan KPPS lainnya yang saat Pelantikan dan Bimtek telah mendapatkan hak mereka, bahkan didapatkan variasi nominal yang semakin membingunkan tiap KPPS.

Viralnya tiap kejadian di media sosial dalam bentuk konten memberikan kekuatan pada pengguna.

Hal itu sejalan dengan pandangan Boyd tentang media sosial yang menyatakan media sosial memungkinkan individu ataupun komunitas untuk berkumpul, berbagi, berkomunikasi dan dalam kasus tertentu saling berkolaborasi.

Media sosial memiliki kekuatan pada user generated content, dimana konten dihasilkan oleh pengguna, bukan dari editor sebagaimana di sebuah institusi.

Tentu kita berharap semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pemilu mengetahui bahwa KPPS menjadi ujung tombak terhadap kelancaran dalam proses demokrasi.

Tentu hal ini perlu didukung dengan insentif yang memadai yang dilakukan dengan transparansi dan pengawasan.

Sekali lagi dengan harapan tidak terjadi pemotongan intensif buat mereka.

Tak Hanya Jokes “Abdi Negara” Tapi Butuh Perhatian Negara Munculnya jokes KPPS sebagai abdi negara, saya memahaminya bahwa tugas yang diemban cukup berat.

Mulai dari sebelum hari pencoblosan hingga penghitungan suara telah rampung diselesaikan di tahap TPS.

Tidak tertutup kemungkinan, KPPS menyelesaikan tugasnya hingga dini hari.

Kerja mereka cukup berat bukan hanya segi teknis tetapi juga bersiap mendapatkan tekanan dan komplain dari para saksi.

Hal tersebut tak membuat petugas KPPS kelelahan secara fisik, namun juga kelelahan secara mental.

Belum lagi petugas KPPS yang masih awam dan minim pengalaman, tentu membutuhkan pelatihan/bimtek yang ekstra.

Jika mengingat kembali pemilu 2019, banyak petugas KPSS sakit bahkan parahnya meninggal dunia akibat kelelahan.

Tentunya kita berharap kejadian tersebut tidak terulang kembali.

Walaupun ada beberapa kebijakan hal teknis yang mempermudah KPPS tahun ini dibanding pemilu sebelumnya, tetapi hal itu tak menjamin kejadian serupa tidak terjadi lagi.

Tanggung jawab negara dalam hal ini pemerintah dan KPU sangat dibutuhkan untuk memberikan upaya preventif dari segi kesehatan dan mental mereka.

Selain itu perlu memudahkan metode kerja mereka demi memastikan lancarnya proses demokrasi dengan menjalankan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Jadi silahkan masyarakat menilai, apakah KPPS layak dinobatkan sebagai abdi negara ?

Karena tugasnya yang cukup berat dalam menjalankan proses demokrasi di negeri ini.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved