Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Sikap Politik Kaum Muda: Memilih yang Buruk Diantara Terburuk?

Partisipasi kaum muda dalam kontestasi pemilu (masih) dimaknakan sebagai keterlibatan secara nominal demi kesuksesan hajatan lima tahunan

Editor: Sudirman
Ist
Subair, Mahasiswa Program Magister Sosiologi Universitas Hasanuddin 

Oleh: Subair

Mahasiswa Program Magister Sosiologi Universitas Hasanuddin

PEMILIHAN umum (pemilu) sebagai proses demokratis di mana warga negara secara periodik memilih pemimpin dalam menentukan hajat hidup bangsa.

Namun demikian, meskipun kesadaran tentang pentingnya hajatan lima tahunan telah semakin kuat di kalangan kaum muda, ternyata dalam perjalanan kebijakan pemerintah masih berfokus pada level keberpihakan perseorangan atau kelompok tertentu.

Kebijakan pemerintah cenderung bias dan belum menyentuh kaum muda sebagai pertimbangan sepantasnya atas mekanisme perundang-undangan di mana kebijakan tersebut diimplementasikan; kita semua berhak hidup layak.

Partisipasi kaum muda dalam kontestasi pemilu (masih) dimaknakan sebagai keterlibatan secara nominal demi kesuksesan hajatan lima tahunan, ia tidak ditujukan sebagai upaya pembelajaran pemuda dalam peningkatan kapasitas hajat hidup.

Momentum pergantian pejabat struktural secara politis akan berlangsung kembali pada tahun 2024 ini.

Dan Kaum muda dengan persentase 55-60 persen dari populasi pemilih dalam kontestasi pemilu mendatang belum menemukan opsi pemimpin yang merepresentasikan keberpihakan bagi kaum muda.

Justru rasa-rasanya kita akan menyaksikan kembali hiruk-pikuk perpolitikan yang memaksa kaum muda untuk kembali memilih yang buruk diantara terburuk.

Dalam situasi seperti ini, apes betul kaum muda harus memilih yang buruk diantara terburuk sebagai sikap politik setiap momentum lima tahunan.

Kita tidak pernah betul-betul serius selama 23 tahun terakhir dalam menggembleng pilihan yang bagus dan bukan buruk.

Kita dapat menyaksikan bersama, sejauh ini tidak ada pemimpin atau peserta pemilu mendatang berangkat dari kebijakan pendidikan yang layak dan pemerataan budaya membaca.

Jikalaupun ada sekolah atau kampus yang layak dan bagus, hanya dapat diakses oleh anak-anak orang kaya.

Sekolah dan kampus terbaik tidak diperuntukkan bagi semua orang, tidak dengan anak-anak orang miskin.

Sementara itu, Kemendikbudristek merilis 13,33 persen lulusan perguruan tinggi masih berstatus pengangguran, dengan total 1.120.128 orang lulusan perguruan tinggi yang terhitung pengangguran pada 2022.

Dengan rincian 235.559 lulusan perguruan tinggi vokasi dan 884.759 lulusan perguruan tinggi akademik.

Kompleksitas permasalahan kaum muda menggambarkan ketidakseriusan para politisi dalam mengintervensi kebijakan yang mapan, kebijakan yang mengancam setiap saat anak-anak kita, anak-anak muda sebagai generasi masa depan bangsa.

Atau memang para politisi tidak lagi merasa hal demikian mengganggu ruang batinnya?

Jika itu benar, sikap skeptis kaum muda patut dimaklumi karena sikap politisi yang semakin jauh dari kejujuran dan moralitas.

Mungkin ada benarnya diskusi di ruang-ruang ngopi, bahwa perpolitikan merupakan sesuatu yang kotor, patut untuk dijauhi bagi sesiapa saja.

Potret politik mutakhir di Indonesia telah identik dengan kecurangan, tidak bermoral, dan kotor yang mengindikasikan adanya kesenjangan yang dilakukan para politisi.

Kesenjangan itu tidak hanya dilakukan oleh politisi dengan tingkat pengetahuan yang rendah, tetapi juga dilakukan oleh politisi yang punya basis pengetahuan dan tingkat kesalehan yang memadai.

Terus bagaimana dengan kaum muda dalam menentukan sikap politiknya, apakah sikap skeptis dan apatis mampu keluar dari persoalan perpolitikan dewasa ini?

Bukankah beberapa diantara kaum muda telah turut terlibat dalam kontestasi pemilu mendatang, bahkan keterlibatan kaum muda telah sampai pada taraf puncak kontestasi perpolitikan, apakah itu belum cukup merepresentasikan kaum muda dalam kanca perpolitikan?

Kita tidak benar-benar yakin menitipkan nasib kaum muda pada politisi muda pada era sekarang ini, yang dengan mudah terdegradasi dan berafiliasi dengan politisi berwatak korup.

Dan tentu kita tidak pernah betul-betul lupa peristiwa gemilang peran anak muda dalam perpolitikan Indonesia, ia telah berkontribusi besar dalam membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme dan imperialisme Barat.

Kita kenal bersama bagaimana peran Sutan Syahrir, Tan Malaka, Natsir, Hatta, dan lainnya telah menghabiskan separuh hidupnya untuk mengurusi permasalahan bangsa.

Namun perkembangan politik tidak pernah diprediksi dengan baik, menyandingkan politisi muda hari ini dengan era pra kemerdekaan adalah keputusan yang gegabah.

Politisi sebagai representatif rakyat tidak lagi hadir sebagai jawaban atas permasalahan politik bangsa ini.

Kompleksitas permasalahan politik bangsa ini semakin caruk-maruk dengan ptaktek yang tidak beretika dan bermoral, apesnya lagi praktek-praktek seperti itu tidak hanya dialami oleh para politisi, justru menyeret masyarakat ke dalam pola seperti itu.

Dalam konteks seperti ini, kita harus membangkitkan kembali spirit positif untuk merekonstruksi kembali sistem perpolitikan agar lebih beretika.

Tahun 2024 sebagai momentum kaum muda mengambil peran aktif dalam pemilu mendatang sebagai langkah perbaikan bangsa.

Yang oleh Aristoteles menyebutnya sebagai langkah politik warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.

Keterlibatan kaum muda dalam politik tidak terbatas pada wilayah pencalegkan, tercatat sebagai anggota partai, dan birokrasi.
Politik tidak seperti itu, langkah-langkah politik bisa dilakukan dengan cara edukatif.

Kita meyakini kaum muda mampu mewujudkan civil society yang kuat dan mampu mengorganisir setiap elemen masyarakat yang tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah.

Dengan begitu, kaum muda menjadi alternatif masyarakat dalam menjawab tantangan dinamika politik bangsa, mulai dari kemiskinan, lapangan kerja, korupsi, dan lainnya.

Semoga saya, kamu, kita semua memiliki tahun yang spektakuker pada tahun 2024.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Miris

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved