LBH Pers Makassar: Klien Kami Menolak Memberi Keterangan
Pada proses klarifikasi itu LBH Pers Makassar yang mendampingi kliennya menyatakan menolak memberi keterangan dalam proses pemeriksaan.
Penulis: Sayyid Zulfadli Saleh Wahab | Editor: Abdul Azis Alimuddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar bersama Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulsel dampingi Pimpinan Redaksi Herald.id Suhandi memenuhi panggilan klarifikasi Subdit Unit V Satreskrim Polrestabes Makassar.
Pemanggilan Suhardi terkait kasus dugaan Undang-undang Nomor 11/2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Markas Polrestabes Makassar, Jl Ahmad Yani Makassar, Kamis (25/1/2024).
Pada proses klarifikasi itu LBH Pers Makassar yang mendampingi kliennya menyatakan menolak memberi keterangan dalam proses pemeriksaan.
Seusai diperiksa, pihak LBH Pers Makassar mengatakan pihaknya mendampingi klien tetap menolak memberikan keterangan sebagai saksi.
Penasihat Hukum LBH Makassar Firmansyah menyatakan di awal proses klarifikasi tersebut pihaknya menanyakan perihal undangan klarifikasi tersebut.
Sebab, dalam undangan tersebut tidak sebutkan peristiwa apa sehingga klien kami harus melakukan klarifikasi.
“Klien kami dipanggil klarifikasi kemudian pihak penyidik menyampaikan perihal laporan pengaduan dari mantan Staf Khusus Gubernur (Sulsel) yang merasa dirugikan oleh terlapor diketahui adalah narasumber dalam pemberitaan tersebut,” katanya.
Perkara ini berkaitan laporan polisi Hasanuddin Taibien selaku mantan Staf Khusus eks Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman yang keberatan soal pemberitaan melalui konferensi pers yang diduga mencemarkan nama baiknya oleh terlapor Aruddini mengenai kebijakan gubernur memutasi dan tidak memberikan jabatan alias non job kepada puluhan Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemprov Sulsel.
“Kami pertanyakan tadi perihal pemanggilan polisi terhadap klien kami berkaitan ada laporan pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan dan menjadikannya saksi. Atas nama hukum klien kami berhak menolak untuk tidak memberikan keterangan sesuai yang diatur dalam pasal 4 Undang-Undang nomor 40 tahun 1999,” kata Firmansyah menegaskan.
Ia menjelaskan, dalam aturan Undang-undang Pers yang merupakan Lex Specialis dan telah diatur mekanisme dalam hal sengketa Pers termasuk hak tolak di pasal 4. Sebab, kaitannya antara narasumber dengan jurnalis sangat kuat.
Tujuannya adalah demi melindungi sumber informasi atau narasumbernya.
Ia menekankan pekerja jurnalis dalam menjalankan profesinya dalam menjalankan pekerjaan telah dilindungi Undang-undang termasuk tidak memberi keterangan maupun berhak menolak memberi keterangan kepada siapapun demi menjaga dan melindungi narasumbernya.
Pria disapa akrab Charlie ini menuturkan, dalam proses klarifikasi itu ada empat pertanyaan kepada kliennya, namun pada kesimpulannya menolak memberikan keterangan kepada pemeriksa.
Hal ini juga merujuk pada pedoman Dewan Pers nomor: 01/P-DP/V/2007 tentang Penerapan Hak Tolak dan Pertanggungjawaban Hukum Dalam Perkara Jurnalistik.
“Ada juga Peraturan Dewan Pers tahun 2007 bahwa wartawan atau pekerja jurnalis berhak menolak memberikan keterangan dengan tujuan perlindungan atas narasumber. Hal ini berkaitan dengan pemberitaan. Jadi klien kami bukan terlapor melainkan saksi, dan kami tegaskan menolak memberikan keterangan,” kata Charlie menegaskan.
Putusan MK soal UU ITE, Dosen Unismuh: Momentum Penguatan Demokrasi Digital |
![]() |
---|
VIDEO: AJI, IJTI, PFI dan LBH Pers Deklarasi Koalisi Advokasi Jurnalis Sulsel |
![]() |
---|
LBH Pers Makassar: Ada Upaya Penggugat Bangkrutkan Media dan Miskinkan Jurnalis |
![]() |
---|
Bahas Independensi Jurnalis di Tahun Politik, Jurnalism Roadshow di Makassar Hadirkan 3 Pemateri |
![]() |
---|
Tiga Mahasiswa UMI Ditangkap saat Aksi Unjuk Rasa Tolak Jabatan Presiden 3 Periode |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.