Headline Tribun Timur
Komisioner KPU Dipolisikan
KPU melarang orang luar, termasuk jurnalis melakukan peliputan tentang surat suara di gudang logistik KPU Wajo.
TRIBUN-TIMUR.COM - Oknum KPU Wajo diduga sengaja menyembunyikan data terkait surat suara Pemilu 2024.
KPU melarang orang luar, termasuk jurnalis melakukan peliputan tentang surat suara di gudang logistik KPU Wajo.
Salah satu staf KPU Wajo, Diana mengatakan untuk melakukan peliputan di gudang Logistik KPU Wajo harus mendapat izin dari Ketua KPU Wajo Andi Rahmat Munawar.
Hal tersebut dinilai janggal. Sebab pada saat hari pertama penyortiran dan pelipatan surat suara, KPU Wajo menyabut baik para jurnalis.
Kini, setelah memasuki hari keempat penyortiran surat suara, KPU Wajo belum memberikan keterangan apapun. Termasuk enggan memberikan data mengenai jumlah surat suara yang rusak.
"Izin dulu sama ketua. Takutnya saya dimarahi kalau kasih izin sembarang," kata Diana kepada sejumlah jurnalis yang ingin mengambil gambar surat suara yang tiba di gudang logistik KPU.
Atas pelarangan ini, jurnalis Wajo yang tergabung dalam organisasi Profesi Jurnalis Harian Wajo (JHW) secara resmi melaporkan aksi pelarangan peliputan wartawan oleh oknum KPU ke Polres Wajo, Jumat (12/1/24).
Dimana, oknum KPU Wajo diduga melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sesuai bunyi dari Bab VIII Pasal 18 Ayat (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Pengaduan ter tanggal 12 Januari 2024 dan tindak lanjut penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Wajo.
Juga, pelapor telah memberikan keterangan terkait kronologi dan pihak penyidik segera memeriksa dan meminta keterangan terlapor.
Ketua JHW Abdul Muis, mengatakan laporan ini merupakan buntut dari aksi oknum KPU Wajo yang dengan sengaja melakukan pelarangan dan menghalang-halangi tugas wartawan memperoleh informasi.
"Hari ini kami resmi melaporkan oknum tersebut ke Polres. Aksi tidak terpuji itu melanggar keras Undang-Undang," ujarnya kepada Tribun-Timur.com.
Dikatakan, sebagaimana yang dijelaskan dalam undang-undang bahwa Pers memiliki hak untuk mendapat informasi dan menyebarluaskan kepada publik.
"Lagian data seperti ini wajib dipublikasikan. Jika KPU punya aturan maka jurnalis punya Undang-Undang," katanya.
Olehnya, ia berharap agar semua pihak dapat mengerti dan memahami kerja jurnalis.
Terlebih, jurnalis sendiri merupakan corong dan sebagai pengawas pesta demokrasi.
Sementara itu, satreskrim Polres Wajo menyatakan, telah melakukan penyelidikan terhadap oknum KPU yang melarang wartawan melakukan peliputan.
"Iya, sementara anggota memeriksa beberapa saksi," ujar Kasat Reskrim Polres Wajo, Iptu Aditya Pandu, Jumat (19/1/24).
Ia mengatakan, belum memeriksa oknum dari KPU Wajo. Ia menambahkan, akan menindaklanjuti laporan ini secepatnya.
Penjelasan KPU
Ketua KPU Wajo, Andi Rahmat Munawar yang dikonfirmasi mengenai larangan tersebut membenarkan tindakan stafnya.
"Memang harus ada izin dari saya sebelum meliput," ujarnya kepada Tribun-Timur.com, Jumat (19/1).
Ia mengatakan, KPU Wajo harus mengumpulkan data dan informasi valid sebelum dikeluarkan ke publik.
"Jangan sampai informasi yang keluar tidak sesuai dengan data kami. Takutnya miss komunikasi," katanya.
Lebih lanjut, masalahnya pekerjaan saat ini sangat padat. Apalagi, Pemilu semakin dekat.
"Jangan terburu-buru untuk mengeluarkan informasi, semua harus dirampungkan dulu," lanjutnya.
"Ini hanya masalah komunikasi, sebab mungkin yang bersangkutan tidak tahu. Saya tidak ada koordinasi sebelumnya dengan beliau," sambungnya.
Pihaknya berharap agar kiranya masalah miss komunikasi tidak diperbesar-besarkan.
"Jangan perbesar masalah kecil. Bagaimana kita menyederhankan masalah untuk kepentingan bersama," tandasnya.
Pengamat Ragu
Dosen Ilmu Komunikasi Unhas, Dr Hasrullah mengkritik Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wajo setelah melarang wartawan liput langsung sortir surat suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Kritik tersebut muncul karena dianggap dapat mengurangi tingkat transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tahapan krusial pemilihan umum.
Hasrullah lantas mengungkit terkait surat suara Pemilu 2024 yang sudah dicoblos di Taipei, Taiwan.
Padahal, jadwal pencoblosan dilakukan pada 14 Februari 2024.
"Kasus Taiwan cukup memberi pelajaran buat kita. Yang kedua wartawan tidak boleh berhenti sebagai pahlawan demokrasi, dia tetap harus memberitakan karena tidak ada lain. Jurnalis salah satu investigasi reporting," kata Hasrullah kepada Tribun-Timur, Kamis (11/1/2024).
Menurutnya, proses sortir dan lipat surat suara harus menjadi fokus pengawasan ketat.
Bukan hanya melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), tetapi pentingnya publikasi dari media.
Hal ini sebagai salah satu bentuk untuk memastikan keberlangsungan yang aman dan bebas dari kecurangan.
Peran wartawan dianggap penting dalam memberikan informasi terkini kepada masyarakat dan memastikan bahwa proses tersebut berjalan sesuai standar demokratis.
Hasrullah menyatakan, keterlibatan wartawan merupakan langkah proaktif untuk menjaga akuntabilitas dan keterbukaan proses pemilu.
"Dan kalau ada kecurangan, tetap Bawaslu harus diberi motivasi kedepan untuk melakukan pengawasan selama pemilihan ini.
Jadi secara formal. Tugas wartawan melaporkan, jangan berhenti, karena wartawan penjaga pilar demokrasi, sosial kontrol," tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.