Sulsel Urutan 4, Bawaslu Netralitas ASN Paling Rawan
Saiful Jihad mengungkapkan, hampir di 24 kabupaten/kota di Sulsel, berpotensi adanya pelanggaran netralitas ASN.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) Bawaslu Sulsel Saiful Jihad memprediksi pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemilu 2024 masih berpotensi terjadi.
“Indeks kerawanan pemilu di Sulsel itu nomor 4 paling rawan provinsi di Indonesia. Khususnya terkait netralitas ASN. Ini tantangan bagi bawaslu dan jajaran bekerja mengawasi penyelenggaraan pemilu,” kata Saiful Jihad.
ASN sesuai PKPU Nomor 15/2023, salah satu unsur yang tidak boleh berpartisipasi secara aktif dan pasif dalam kampanye.
Bawaslu RI pada 21 September lalu telah merilis IKP dengan isu netralitas ASN.
Di mana, Sulsel menempati urutan keempat.
Di tingkat provinsi, netralitas ASN jadi isu paling rawan, yakni di 22 provinsi.
Sementara itu, di tingkat kabupaten/kota, isu netralitas ASN menjadi yang paling rawan di 347 kabupaten/kota.
Sepuluh provinsi dinilai menjadi kawasan paling rawan dalam isu ini.
Baca juga: Indeks Kerawanan Pemilu di Sulsel: Parepare, Bulukumba Tertinggi, Pinrang dan Soppeng Terendah
Sepuluh provinsi itu meliputi Maluku Utara, Sulawesi Utara, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat, Gorontalo, dan Lampung.
Saiful menjelaskan, potensi kerawanan netralitas ASN di Sulsel, misalnya berkaca dari kasus-kasus pelanggaran di Pemilu 2019 lalu.
Seperti kasus 15 camat terbukti tidak netral karena mendukung pasangan calon presiden RI kala itu.
“Berkaca di Pemilu 2019 dan Pilkada Makassar 2020 penanganan pelanggaran atau laporan maupun temuan tentang ketidaknetralan itu termasuk provinsi yang menjadi jajaran teratas tentang netralitas, termasuk Sulsel peringkat kedua,” katanya.
Dengan demikian, Saiful mengaku wajar-wajar saja jika Sulsel disebut salah satu provinsi tingkat pelanggaran netralitas ASN yang banyak ditemukan.
“Netralisasi ini menjadi sebuah tantangan untuk kita yang kemudian mencoba mendorong agar ASN kita berdiri pada posisi netral karena semestinya undang-undangnya jelas menyebutkan itu tugas harus netral,” katanya.
Menurutnya, hasil temuan ini juga menjadi bahan evaluasi bersama.
Bukan hanya dibebankan kepada bawaslu, namun dari pihak pemerintah daerah, Polri-TNI, hingga instansi terkait untuk sama-sama menjaga netral dalam Pemilu.
Saiful Jihad mengungkapkan, hampir di 24 kabupaten/kota di Sulsel, berpotensi adanya pelanggaran netralitas ASN.
Bahkan, terbaru kasus oknum camat di Enrekang terbukti tidak netral.
Lalu, temuan adanya lima ASN melanggar netralitas seusai mengkampanyekan caleg di media sosial (medsos).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5/2014, pasal 2 huruf f tentang ASN jelas tertera, asas, prinsip, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku penyelenggaraan kebijakan, manajemen ASN salah satunya berdasarkan asas netralitas.
Bahkan dalam pasal 280 ayat 2 Undang-undang nomor 7/2017 tentang pemilu.
Selain ASN, pimpinan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi sampai perangkat desa dan kelurahan dilarang diikutsertakan dalam kegiatan kampanye.
Jika pihak-pihak disebutkan tetap diikutsertakan dalam kampanye, maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.
Sanksi tersebut tertuang, dalam pasal 494 Undang-undang nomor 7/2017 yang menyebutkan, setiap ASN, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat 3 dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000.
Terbitnya PP Nomor 94/2021, tentang disiplin pegawai negeri sipil telah memberi dukungan dalam penegakan netralitas PNS.
PP Nomor 94/2021 mengatur lebih rinci larangan bagi PNS terkait netralitas dalam pemilu dan pemilihan yang sebelumnya tidak diatur dalam PP Nomor 53 Tahun 2010.
Dalam ketentuan pasal 5 huruf n PP Nomor 94/2021 disebutkan ASN dilarang memberi dukungan kepada calon presiden/wakil presiden, calon kepala daerah/wakil kepala daerah, calon anggota DPR, calon anggota DPD, atau calon anggota DPRD dengan cara ikut kampanye, menjadi peserta kampanye menggunakan atribut partai atau atribut PNS.
Selanjutnya, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain, sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
Kemudian, membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye dan mengadakan kegiatan mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Lalu memberikan surat dukungan disertai fotokopi kartu tanda penduduk atau surat keterangan tanda penduduk.
Terhadap pelanggaran netralitas ASN tersebut diatas, dapat dikenakan hukuman disiplin berat sebagaimana ketentuan pasal 8 ayat 4 PP Nomor 94/2021 berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan atau pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, serta pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Namun, kata Syaiful Jihad, banyak kekosongan dalam Undang-undang Pemilu yang dimanfaatkan kontestan untuk mencapai tujuannya.
Misalnya larangan bagi kepala desa dan perangkat desa terlibat dalam kampanye atau memfasilitasi kontestan pemilu di wilayahnya.
“Seperti kasus perangkat desa bersama calon presiden yang viral beberapa waktu lalu. Alasannya kegiatan dilakukan sebelum masa kampanye,” kata Ipul sapaannya.(*)
Tingkat Kerawanan Pemilu 2024 di Sulsel
kerawanan rendah
1. Pinrang (13,22 persen)
2. Soppeng (13,24 % )
kerawanan sedang
1. Kota Palopo (13,80 % )
2. Luwu (15,34 % )
3. Wajo (20,42 % )
4. Bantaeng (20,60 % )
5. Sidrap (24,80 % )
6. Sinjai (27,92 % )
7. Tana Toraja (28,27 % )
8. Barru (29,84 % )
9. Selayar (30,25 % )
10. Enrekang (30,48 % )
11. Toraja Utara (32,33 % )
12. Pangkep (34,99 % )
13. Bone (36,51 % )
14. Takalar (36,85 % )
15. Luwu Timur (38,47 % )
16. Luwu Utara (39,55 % )
17. Maros (40,42 % )
18. Gowa (41,45 % )
19. Makassar (42,70 % )
kerawanan tinggi
1. Jeneponto (49,37 % )
2. Parepare (54,69 % )
3. Bulukumba (63,19 % )
Indeks kerawanan pemilu berdasarkan provinsi
8 provinsi rawan sedang
1. Kalimantan Utara (20,36 % )
2. Kalimantan Tengah (18,77 % )
3. Jawa Timur (14,74 % )
4. Kalimantan Barat (12,69 % )
5. Jambi (12,03 % )
6. Nusa Tenggara Barat (11,09 % )
7. Sulawesi Selatan (10,20 % )
8. Bengkulu (3,79 % )
21 provinsi rawan sedang pemilu
1. Banten (66,53 % )
2. Lampung (64,61 % )
3. Riau (62,59 % )
4. Papua (57,27 % )
5. Nusa Tenggara Timur (56,75 % )
6. Sumatera Utara (55,43 % )
7. Maluku (53,69 % )
8. Papua Barat (53,48 % )
9. Kalimantan Selatan (53,35 % )
10. Sulawesi Tengah (52,90 % )
11. Bali (52,75 % )
12. Gorontalo (45,44 % )
13. Sulawesi Barat (43,44 % )
14. Daerah Istimewa Yogyakarta (43,02 % )
15. Kepulauan Riau (40,33 % )
16. Sumatera Barat (39,68 % )
17. Sulawesi Tenggara (38,32 % )
18. Aceh (38,06 % )
19. Sumatera Selatan (35,07 % )
20. Jawa Tengah (34,83 % )
21. Kepulauan Bangka Belitung (29,89 % )
5 provinsi rawan tinggi
1. DKI Jakarta (88,95 % )
2. Sulawesi Utara (87,48 % )
3. Maluku Utara (84,86 % )
4. Jawa Barat (77,04 % )
5. Kalimantan Timur (77,04 % )
Kakak Mardiana Rusli Ketua Bawaslu Sulsel Meninggal Dunia, Alamsyah: Almarhumah Baik dan Ramah |
![]() |
---|
Gerakan Santri di Tengah Narasi Asal Bukan Mardiono |
![]() |
---|
Bawaslu Bantaeng Evaluasi Pengawasan Pemilu Bersama Parpol, Forkopimda, dan 85 Aktivis |
![]() |
---|
Bawaslu Sulsel Sabet Penghargaan Gubernur |
![]() |
---|
Bawaslu Sulsel Soroti Minimnya Akses Data dalam Pengawasan PDPB |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.