Forum Dosen
Kegelisahan Prof Heri Tahir Soal Hukum di Indonesia: Korupsi Menjamur, Hak Sipil Tak Terlindungi
Prof Dr Heri Tahir menyebut, saat ini banyak kegelisahan secara akademik terhadap tatanan hukum di Indonesia.
Penulis: Rudi Salam | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof Dr Heri Tahir menyebut, saat ini banyak kegelisahan secara akademik terhadap tatanan hukum di Indonesia.
Bahkan, kata dia, banyak menyebut Indonesia sebagai negara gagal.
Salah satu indikatornya adalah menjamurnya korupsi, dan tidak terlindunginya hak-hak sipil.
“Semua kita sudah melihat (menjamurnya korupsi dan tidak terlindunginya hak-hak sipil),” kata Prof Heri, dalam Forum Dosen “Refleksi 2023 dan Outlook 2024: Ke Mana Arah Indonesia?”, Rabu (27/12/2023).
Forum Dosen Tribun Timur digelar secara offline dan online yang dipusatkan di Kantor Tribun Timur Jl Cendrawasih No 430, Makassar.
Baca juga: Firdaus Muhammad Ingatkan Bahaya Money Politic untuk Proses Demokrasi
Dalam kesempatan tersebut, Prof Heri mempertanyakan hal yang dibanggakan dengan penegakan hukum di Indonesia saat ini.
Sebab, semua elemen, baik eksekutif, yudikatif, legislatif, sudah masuk semua (permasalahan hukum).
“Terakhir misalnya kasus Ketua KPK Firli. Semua meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum kita,” sebut Prof Heri.
Baca juga: Prof Arismunandar: Catatan Pendidikan Indonesia 2023 Suram Jadi PR Besar di 2024
Lebih lanjut, ia mengingatkan faktor penyebab hancurnya negara lewat kutipan Napoleon Bonaparte.
“Hancurnya suatu negara bukan karena banyaknya penjahat-penjahat di negara itu. Tetapi diamnya orang-orang baik,” katanya.
Prof Heri menambahkan, dari segi penegakan hukum, perkembangan hukum ada tiga, represif, otonom, dan responsif.
Menurutnya, hukum di Indonesia saat ini masih dalam posisi hukum represif. Sebab, hak-hak sipil tidak terlindungi.
Selain itu, kata dia, salah satu ciri hukum represif yakni mudahnya eksekutif mengakses dunia yudikatif.
“Coba kita lihat putusan hukum sekarang mudah ditebak apa putusannya. Contohnya Ferdy Sambo. Tidak mungkin hukuman mati, karena ada kekuatan di dalamnya. Mengapa seumur hidup, karena bisa diganti hukuman penjaga 20 tahun, dan ketika itu terjadi, akan mendapatkan remisi,” jelasnya.
Olehnya, Prof Heri meminta agar pemerinta jangan anti kritik, terutama kritikan dari media.
“Media sebagai anjing penggonggok. Ini penting untuk kontrol bagi penguasa, sehingga harus betul-betul diawasi,” tambah Prof Heri. (*)
Besok Forum Dosen Dialog Publik Bahas Spirit Pemilu Damai dan Bermartabat 2024 |
![]() |
---|
Idham Khalid: Pertumbuhan Ekonomi Dinikmati Oligarki |
![]() |
---|
Refleksi Hukum Merosot Politisi Berkuasa, Prof Muin Fahmal: Seleksi Ketat 'Driver' Bangsa di 2024 |
![]() |
---|
Firdaus Muhammad Ajak Publik Hindari Jebakan Politik Pencitraan |
![]() |
---|
Syaiful Kasim: Menakar Demokrasi di 2024 Mampukah yang Kalah Bertahan? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.