Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

SPN Batua

Berderai Air Mata, Kepala SPN Batua Pertemukan Siswa dengan Ayahnya Penjual Ikan Keliling

Suasana berbeda di Lapangan Hitam Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Batua, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Selasa (12/12/2023).

|
Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sukmawati Ibrahim
Muslimin Emba Tribun Timur
Kolase pertemuan haru siswa seba SPN Batua Ramadhan dengan ayahnya penjual ikan keliling disaksikan Kepala SPN Batua, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Kamis (14/12/2023).    

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Suasana berbeda di Lapangan Hitam Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Batua, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Selasa (12/12/2023) pagi.

Kepala SPN Batua, Kombes Pol Joko Pitoyo mendadak memimpin apel para siswa siswa Sekolah Bintara (Seba) menjalani pendidikan.

Di sela apel, Kombes Pol Joko Pitoyo menanyakan latar belakang para siswa seba. 

Ada yang berlatar belakang keluarga petani, guru, nelayan hingga penjual ikan.

Satu diantaranya bernama Ramadhan (21), siswa asal Kabupaten Maros.

Siswa beralamat di  Dusun Tala-tala, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Maros, mengaku sebagai anak seorang penjual ikan keliling.

Baca juga: Yatim Sejak Umur 8 Tahun, Hikmawansa Buruh Gudang Tani Asal Takalar Kini Jadi Siswa di SPN Batua

Kombes Pol Joko Pitoyo yang mendengar pengakuan Ramadhan, tidak percaya begitu saja.

Baca juga: SPN Batua Bantah ada Dugaan Pungli ke Calon Polisi, Begini Penjelasannya!

"Ok, sebentar saya cek langsung ya," sahut Kombes Pol Joko Pitoyo mendengar pengakuan Ramadhan.

Dan benar saja, orang nomor satu di jajaran SPN Batua ini, langsung mengajak Ramadhan ke lokasi sang ayah sering berjualan ikan.

Bertempat di komplek Perumahan Sudiang, keberadaan ayah Ramadhan, Rahman (42) tengah menjual ikan. 

Saat itu, Rahman mengendarai motor Revo hitam berhenti di tepi jalan sembari menunggu pembeli.

Kombes Pol Joko Pitoyo pun, turun dari mobil membeli ikan yang dijajakan Rahman.

"Saya beli ini ya, Rp 80 ribu semua kan," tanya Joko ke Rahman.

Rahman pun membungkus ikan pilihan Joko Pitoyo tanpa mengetahui orang membeli ikannya itu merupakan kepala SPN Batua.

Betapa kagetnya, Rahman seketika sang anak yang menjalani pendidikan di SPN Batua, muncul dari belakang dan langsung memeluknya.

Tangis haru Rahman, tidak terbendung melihat kehadiran sang putra sulung yang sudah mengenakan seragam siswa polisi.

Begitu juga Ramadhan, yang tidak dapat menyembunyikan rasa harunya bertemu sang ayah setelah empat bulan terakhir menjalani pendidikan polisi.

Bahkan, Ramadhan tak sungkan langsung mencium kaki sang ayah yang berderai air mata.

Kombes Pol Joko Pitoyo yang menyaksikan momen haru itu, pun tak kuasa menahan air mata.

Perwira tiga melati ini, terisak sambil mengusap pipih saat menyaksikan pertemuan Ramadhan dan ayahnya.

Ramdhan merupakan putra sulung dari empat bersaudara pasangan Rahman dan Hasmiah (42).

Rencananya, Ramadhan akan dilantik sebagai Bintara muda bersama 713 siswa lainnya pada 21 Desember 2023.

Yatim Sejak Umur 8 Tahun, Hikmawansa Buruh Gudang Tani Asal Takalar Kini Jadi Siswa di SPN Batua

Alhamdulillah, berkat doa ibu saya, saya bisa seperti sekarang ini," ucap N Hikmawansa dengan nada lirih.

Pemuda asal Galesong, Kabupaten Takalar itu, saat ini menjalani pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua.

Sudah empat bulan lebih, ia bersama 286 siswa lainnya ditempa di sekolah kedinasan yang di Jl Urip Sumoharjo, Kota Makassar, itu.

Jika tidak ada arang melintang, Wawan begitu ia disapa, bakal dilantik sebagai anggota Polri pada 6 Juli 2023 mendatang.

Tentu tidak mudah bagi Wawan untuk dapat lolos menjadi abdi negara di Kepolisian.

Ada banyak tantangan dan rintangan yang perlu dilalui dengan semangat dan kegigihan.

Mulai dari mendaftar hingga dinyatakan lolos seleksi untuk mengikuti pendidikan selama lima bulan lamanya.

Wawan adalah anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Nawir Dg Nai dan Juliati.

Kedua orang tuanya hanya petani padi yang hidup sederhana di kecamatan asal pejuang Karaeng Galesong itu.

Di tengah kesederhanaan itu, hari-hari Wawan dibentuk untuk hidup gigih dan tekun.

Terlebih sang ayah Nawir Dg Nai, telah meninggal dunia sejak Wawan masih berumur sembilan tahun.

Saat itu, Wawan yang duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar harus diperhadapkan pada kenyataan pahit.Ayah yang menjadi idola hidupnya telah pergi untuk selama-lamanya.

Kepergian sang ayah itu, pun kian membuatnya sedih saat pertama kali menginjakkan kaki di SPN Batua.

Di saat siswa lain diantar sang ayah, Wawan harus tegar masuk sekolah kedinasan tanpa sang ayah.

"Saat itu, saya menangis karena (siswa) yang lain diantar sama bapaknya waktu pertama masuk di sini (SPN), sementara saya hanya ditemani kakak," ucap Wawan ditemui saat selah latihan di SPN Batua, Senin (28/5/2023) pagi.

Sepeninggal sang ayah, Wawan tumbuh menjadi remaja harus membantu sang ibu yang saat itu menyambung hidup dengan berjualan kue-kue tradisional.

Hal itu demi dilakukan demi menopang kebutuhan keluarga.

Terlebih disaat yang sama, kedua kakak Wawan, Nur Umriani dan Nur Hikmah Nawir sedang kuliah.

"Jadi saat itu, setelah bapak saya meninggal, ibu saya jualan kue untuk kebutuhan keluarga, saya juga ikut bantu-bantu jualan," ucapnya.

Hari-hari penuh perjuangan itu, dijalani Wawan dan ibunya hingga tamat sekolah menengah pertama (SMP).

Saat menginjak bangku sekolah menengah atas (SMA), dua kakak Wawan yang sudah bergelar sarjana diterima menjadi guru honorer.

Kebetuhan keluarga pun banyak dibantu oleh pendapatan dari sang kakak.

Duduk di bangku kelas dua SMA, Wawan yang bercita-cita sejak kecil menjadi polisi, pun mulai menabung.

Sepulang sekolah, Wawan nyambi jadi buruh angkut bibit jagung di salah satu gudang yang juga masih milik kerabatnya.

Setiap kali menjadi buruh angkut, ia mendapatkan upah Rp 50 ribu.

"Sampai sekarang masih ada itu celenganku, dari toples wafer. Pulang angkat jagung biasa dapat Rp 50 ribu," ujar Wawan.

Hasil tabungan dari celengan toples wafer itu, pun dibuka Wawan saat mendaftar sebagai calon Anggota Polri.

Hasil tabungannya itu digunakan demi biaya operasional saat mengurus berkas pendaftaran.

Begitu juga untuk biaya transportasi dari rumahnya ke kantor Polres Takalar hingga Polda Sulsel.

"Alhamdulillah pas saya buka waktu mau mendaftar ada Rp 2 juta lebih isinya, itulah yang saya pakai untuk urus-urus berkas," ucapnya.

Di sela pendidikan, Wawan tak kuasa menahan tangis takkala mendengar sang ibu terbaring sakit di rumah.

Beruntung, setelah tiga hari sang ibu terbaring sakit dengan selang infus di tangan, kondisi Juliati kembali membaik.

"Saya kemarin sempat sedih, karena dapat kabar mamakku di kampung sakit dan diinfus tiga hari. Alhamdulillah sekarang sudah baikan," sebutnya.

Di sela pendidikan itu, Wawan diperbolehkan menjenguk kondisi sang ibu di kampung halamannya.

Tentu dengan pendampingan dari pengasuh atau pelatih dari SPN Batua.

Sontak sang ibu, Juliati tak kuasa menahan tangis saat melihat putranya tiba di rumah dengan berseragam siswa SPN Batua.

"Adako nak," ucap Juliati dengan suara terisak sembari memeluk Wawan.

Kesaksian Juliati, putranya itu memang memang punya tekad kuat menjadi polisi.

Meski ditinggal sang ayah saat masih SD, tidak menyurutkan niat Wawan untuk menggapai cita-citanya.

"Itu hari sempat disuruh saja kuliah dulu, ambil jurusan olahraga, tapi dia (Wawan) bilang mauka jadi polisi," kata Juliati.

Juliati kala itu, pun takkuasa menahan tangis saat melepas putranya dari rumah menuju SPN Batua setelah dinyatakan lolos.

"Dalam hati saya, kodong (kasihan) anakku, tidak adami bapaknya dampingi," ucap Juliati.

Sebelum beranjak kembali ke barak SPN Batua, Wawan menyempatkan diri berziarah ke makam ayahnya, Nawir Dg Nai.

Di depan pusara sang ayah, Wawan berurai air mata memanjat doa terbaik untuknya.

"Andaikan bapak saya masih ada, saya yakin dia bangga lihat saya seperti sekarang ini," tuturnya. (*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved