Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

IDI Sinjai Evaluasi UU Kesehatan: Izin Praktik Tanpa Organisasi Profesi

Ia menjelaskan bahwa UU tersebut memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan yang perlu diperhatikan.

Penulis: Samsul Bahri | Editor: Saldy Irawan
DOK PRIBADI
Wakil Ketua IDI Sinjai, dr Zulkifi Tamrin (tengah) bersama sejumlah dokter lainnya di Sinjai 

TRIBUN-TIMUR.COM -  Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Sinjai, Zulkifi Tamrin, memberikan evaluasi terhadap Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

Ia menjelaskan bahwa UU tersebut memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan yang perlu diperhatikan.

"UU Kesehatan yang baru ini tentu masih memiliki kekurangan, meskipun ada juga kelebihannya," ungkap dr Zulkifi Tamrin kepada TribunSinjai.com pada Senin (13/11/2023).

Salah satu perubahan yang disoroti adalah tentang izin praktik, yang kini tidak lagi memerlukan rekomendasi dari organisasi profesi.

Hal ini dapat berdampak pada kendali kualitas, dan pada gilirannya, mereduksi peran Organisasi Profesi (OP).

Sebelumnya, surat rekomendasi lebih menjaga bahwa praktisi yang direkomendasikan dalam kondisi sehat dan memenuhi etika serta moral.

Selanjutnya, dr. Zulkifi Tamrin merasa perlu memperhatikan kemudahan dalam pemberian izin praktik bagi dokter asing.

Dalam UU Kesehatan, dia melihat aspek bisnis dan investasi kesehatan yang lebih dominan.

Penyederhanaan syarat praktik di Indonesia dapat membawa dampak pada kendali kualitas yang tidak terjamin, yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat.

Selain itu, UU Kesehatan tidak lagi mengatur kewajiban anggaran (mandatory spending) dalam sektor kesehatan.

Hal ini menimbulkan potensi pengurangan anggaran yang seharusnya sesuai dengan mandat UU sebelumnya.

Tentang pengaturan Konsil Kedokteran yang sekarang berada di bawah Kementerian, dr. Zulkifi menyampaikan keprihatinannya terhadap potensi hilangnya independensi dan pelemahan organisasi tersebut.

Dalam UU Kesehatan yang terbaru, pidana dikenakan bagi pelaku kelalaian, meskipun jenis kelalaian tidak dijelaskan secara rinci. Hal ini menimbulkan ketidakpastian mengenai jenis pelanggaran apa yang termasuk dalam pidana.

Lebih lanjut, dr. Zulkifi menyoroti kurangnya perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dalam UU ini, yang dapat berpotensi mengkriminalisasi dokter.

Namun, di sisi positifnya, UU Kesehatan baru lebih menekankan pada upaya pencegahan daripada pengobatan.

Transformasi dalam pelayanan kesehatan menjadi fokus utama, meskipun pencapaian ini memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten, kepastian hukum untuk tenaga kesehatan, dan alokasi anggaran yang memadai untuk meningkatkan layanan kesehatan.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved