Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pilpres 2024

Sejumlah Aktivis Murka Soal Putusan MK, Sebut Gibran Minin Pengalaman Tapi Diberi Peluang di Pilpres

Tokoh-tokoh tersebut merasa prihatin atas putusan MK yang mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres di bawah 40 tahun

Editor: Ansar
Tribun-Timur.com
Sejumlah tokoh yang terdiri dari beragam latar belakang yakni aktivis, akademisi, agamawan, budayawan, hingga wartawan menyampaikan Maklumat Juanda, mengkritisi situasi politik dan kepemimpinan nasional. 

Dalam maklumat ini, ratusan tokoh mendesak agar para pemimpin bangsa terutama kepala negara memberikan teladan yang baik dan benar.

Bukan malah memberi contoh buruk untuk memperpanjang dan membangun dinasti politik bagi keluarga sendiri.

"Kami mendesak para pemimpin bangsa terutama kepala negara, Presiden Joko Widodo agar memberi teladan dan bukan memberi contoh buruk, memperpanjang kebiasaan, membangun kekuasaan bagi keluarga," kata dia.

Adapun penandatanganan Maklumat Juanda datang dari berbagai latar belakang di antaranya guru besar, dosen, agamawan, budayawan, mantan duta besar, mantan komisioner pemberantasan korupsi, atlet nasional, pengacara, wartawan, tokoh-tokoh pendidikan, hak asasi manusia, lingkungan hidup, produser, seniman dan pegiat literasi hingga tokoh-tokoh sukarelawan Jokowi.

Nama-nama yang tercantum dalam penyampai maklumat di antaranya, Goenawan Mohamad, Erry Riyana Hardjapamekas, Karlina Supelli, Butet Kartaredjasa, Allisa Wahid, Prof (Emeritus) Mayling Oey-Gardiner, Prof Sulistyowati Irianto, Prof Riris K. Toha Sarumpaet.

Kemudian Prof Daldiyono Hardjodisastro, Prof Manneke Budiman, Yanuar Nugroho, Henny Supolo, Natalia Soebagjo, Oma Komaria Madjid, Rosiana Tendean, Betti Alisjahbana, Faisal Basri, Saiful Mujani, Todung Mulya Lubis.

Lalu, Ikrar Nusa Bhakti, Usman Hamid, F. Budi Hardiman, Ulil Abshar Abdalla, Joko Anwar, Laksmi Pamuntjak, Tosca Santoso, Ayu Utami, Sandra Hamid, Zumrotin K. Susilo, S. Indro Tjahjono, Helmy Fauzi, Ifdhal Kasim, Pdt Saut Sirait, St Sunardi, dan Warih Wisatsana.

Berikut isi Maklumat Juanda secara lengkap:

"Reformasi Kembali ke Titik Nol".

Mundurnya Reformasi ditandai dengan merosotnya demokrasi dan diperburuk oleh fenomena politik dinasti. Reformasi dan Demokrasi yang kita tegakkan bersama dalam 25 tahun terakhir, dikhianati.

Kedaulatan rakyat disingkirkan. Ruang publik dipersempit, oposisi menjelma aliansi kolusif, lembaga anti-korupsi dilemahkan, dan kekuatan eksekutif ditebalkan. Yang menentukan nasib kita: kekuasaan pemimpin nasional dan para majikan partai.

Penguasa menyalahgunakan demokrasi melalui peraturan perundang-undangan, mulai dari Revisi UU KPK, KUHP, hingga UU Cipta Kerja. Konflik kepentingan pejabat kabinet sangat kuat. Prosedur demokrasi disalahgunakan untuk memfasilitasi oligarki yang lama mengakar di era rezim Soeharto. Penyelesaian pelanggaran HAM berat berhenti di ranah non-yudisial, instan, dan terhalang oleh kompromi politik jangka pendek.

Politik dinasti terasa kental ketika Presiden menyalahgunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri. Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tak mungkin didapat tanpa status anak Kepala Negara/Presiden yang berkuasa.

Presiden pun terus bermanuver untuk menentukan proses Pemilu 2024 dengan menggandeng kubu politik yang menjamin masa depan sendiri dan dinasti keluarga.

Rasa keadilan diinjak-injak. Masa depan bangsa dijadikan permainan kotor. Kami memergoki perilaku politik yang nista dari penguasa dan kalangan atas ini. Ukuran moral, tentang yang adil dan tidak adil, yang patut dan tidak patut telah hilang. Perilaku yang nista itu adalah kolusi dan nepotisme yang dirobohkan oleh gerakan reformasi, seperempat abad lalu. Itu sebabnya di sini kami, sejumlah warga negara dari pelbagai kalangan, bersuara.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved