Miris! Pasutri 'Kurang Mampu' di Tiroang Titip Anak di Panti Asuhan, Mandi Saja Numpang di WC Masjid
Rumah pasangan suami-istri Asmadi dan Ramlah di Lingkungan Ujung, Kecamatan Tiroang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) butuh uluran tangan.
Penulis: Nining Angraeni | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, PINRANG - Rumah pasangan suami-istri Asmadi dan Ramlah di Lingkungan Ujung, Kecamatan Tiroang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) butuh uluran tangan.
Rumahnya berukuran 6x14 meter dengan atap seng nyaris roboh.
Untuk bagian dapur rumah tersebut bahkan tidak beratap.
Hanya menggunakan kain seadanya.
Rumah mereka tidak berlantai keramik, hanya beralaskan lantai semen.
Tidak ada kamar mandi dalam rumah itu.
Untuk mandi saja, mereka menumpang di WC mesjid depan rumahnya.
Awalnya pasutri itu tidak tidur menggunakan kasur.
Beberapa orang yang kasian melihat mereka, akhirnya memberikan kasur dan karpet.
Saat angin kencang, suara seng hampir roboh itu akan bergerak mengeluarkan suara keras.
Saat turun hujan, air akan masuk ke rumah mereka.
Mereka bahkan sengaja merusak lantai semen berbentuk bundar, agar air hujan mengalir dan cepat menyerap.
Asmadi sehari-harinya menjadi buruh.
Apapun yang dia kerjakan sesuai permintaan.
Biasanya dia menjadi tukang batu, tukang manjat kelapa dan baru-baru ini membantu orang saat panen padi.
Sementara Ramlah juga bekerja sebagai buruh cuci dan tukang bersih saat ada pernikahan.
Karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, Ramlah akhirnya menitipkan anaknya di pantai asuhan.
Dengan harapan, di sana anaknya bisa mendapat pendidikan layak.
"Kerjaan kami tidak menentu. Sementara saya ingin melihat anak saya tumbuh dengan tidak kekurangan makanan dan bisa bersekolah juga. Jadi, kami menitipkannya ke panti asuhan," kata Ramlah saat ditemui, Rabu (27/9/2023).
Dia mengaku, berat hati membawa anaknya itu ke panti asuhan.
"Jujur kami juga tidak mau begitu. Tapi, karena keadaan seperti ini. Kami juga terpaksa," ujarnya sembari menangis.
Ramlah cuma berharap, pemerintah setempat bisa memperhatikannya.
Ramlah mengaku, baru dua kali menerima bantuan dari pemerintah. Itupun saat Covid-19.
"Pernah dapat bantuan Covid-19 dua kali. Rp300 ribu," katanya.
Selain itu, dia tidak pernah mendapat bantuan berupa sembako dari pemerintah lagi.
Bahkan, kata dia, beberapa pihak kelurahan pernah mencatat dan menjanjikan akan memberikan bantuan.
Namun, hingga saat ini, bantuan yang dimaksud tidak pernah ada.
"Ada beberapa yang datang. Cuma janji saja bilang sebentar lagi cair. Tapi sampai sekarang tidak ada," ungkapnya.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Pinrang, Muhammad Siddiq mengatakan kalau Ramlah tercatat sebagai penerima Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Kemensos (DTKS) dengan Penerima Bantuan Iuran(PBI) .
"Sudah kami cek dan konfirmasi ke Kelurahan. Kalau keluarga ada DTKS dengan PBI. Yang bersangkutan juga pernah menerima BST. Kemudian sudah diusulkan BPNT," ujarnya.
Namun, pernyataan Siddiq dibantah Ramlah.
Ramlah mengaku hanya menerima bantuan Rp300 ribu sebanyak dua kali sewaktu pandemi saja. Setelah itu, sudah tidak menerima bantuan lagi. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.