Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Hierarki Perempuan dan Laki-Laki dalam Dualitas Ketuhanan

Satu sudut pandang melihat Tuhan dengan sifat-sifat maskulin, sementara dari kaca mata lain Tuhan bersifat feminin.

Editor: Sudirman
Ist
Bahrul Ikhsan, Alumni Prodi Studi Agama-Agama UIN Alauddin Makassar Tahun 2023 

Terbatasnya hak-hak perempuan untuk ikut berkiprah di dunia publik, akan menciptakan manusia yang tidak mandiri dalam segi ekonomi dan psikologis serta terus-menerus bergantung pada laki-laki.

Tidak adanya kesempatan yang sama dalam pendidikan juga mengakibatkan perempuan menjadi tidak bisa mengembangkan potensinya untuk bisa eksis bersama laki-laki.

Aisyah Arsyad Embas, Dosen UIN Alauddin Makassar dalam bukunya, “Fikih Gender Berbasis Maqasid al-Syari’ah: Kritik Kesetaraan Gender dalam Nikah Siri” menjabarkan dua teori besar yang dikenal dengan teori nature dan nurture.

Teori ini dipandang sebagai dasar pembagian masing-masing wilayah perempuan dan laki-laki.

Teori pertama mengisyaratkan bahwa karena perempuan dalam sistem reproduksi mengalami menstruasi, kehamilan, melahirkan dan menyusui, maka lebih baik bertugas menjaga anak dan urusan rumah (domestik).

Laki-laki dianggap memiliki peran utama dalam ranah publik karena tidak dibatasi dengan faktor biologis.

Teori kedua menyebutkan bahwa adanya perbedaan peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat bukan didasari karena faktor seks (jenis kelamin biologis), melainkan produk dari budaya masyarakat (jenis kelamin budaya).

Bisa jadi persepsi akan peran laki-laki dan perempuan itu bukanlah suatu yang mapan, karena masyarakat senantiasa berubah, diprediksi atau pun tidak.

Hierarki Perempuan dan Laki-Laki dalam Agama

Nunuk P. Murniati, teolog feminis Indonesia berpendapat bahwa agama dijadikan benteng untuk mengokohkan budaya patriarki di mana tak jarang menindas masyakarat, khususnya perempuan karena dipandang sebagai ketetapan yang tidak patut dipertanyakan.

Diskriminasi atau ketidakadilan yang dialami perempuan dianggap sebagai sesuatu yang alami atau kodrat Tuhan.

Anggapan tersebut dilandasi oleh nas-nas suci agama yang menomorsatukan laki-laki dan menomorduakan perempuan.

Penomorduaan perem­puan dituliskan dalam kisah penciptaan Adam dan Hawa (Eva) di mana Hawa diyakini berasal dari tulang rusuk Adam yang bengkok.

Doktrin ini membangun suatu hierarki yang memposisikan laki-laki di atas sementara perempuan di bawah.

Di beberapa ayat suci laki-laki digambarkan memiliki derajat serta kecakapan lebih daripada perempuan, seperti dalam urusan kepemimpinan, kepala keluarga, warisan, persaksian; nabi, rasul, khatib, muadzin, imam, wali nikah, dan lain sebagainya adalah laki-laki.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved