Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dekan Pascasarjana UMI Puji Hardianto Djanggih Usai Dinonaktifkan Rektor, Sebut SDM yang Produktif

Merespon hal tersebut, Dekan Pascasarjana UMI Prof Sufirman Rahman mengaku DR Hardianto Djanggih merupakan sosok berpengaruh.

Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Ansar
Kolase Tribun-timur.com
Dekan Pascasarjana UMI Prof Sufirman Rahman (kiri) dan Dr Hardianto Djanggih (kanan). 

Sementara program magister ditempuh di Ilmu Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.

Ia meraih gelar doktor ilmu hukum pada Universitas Muslim Indonesia (UMI) dengan beasiswa dari Kementerian Pendidikan Tinggi.

Hardianto Djanggih memulai kariernya sebagai dosen pada Universitas Tompotika (Untika) Luwuk tahun 2010 sampai dengan 2019.

Pada tahun 2020, ia mengajar jadi pengajar di kampus UMI Makassar.

Ia pernah mengajar di kampus UIN Makassar, UIT Makassar, STMIK AKBA Makassar dan STIE YPUP Makassar.

Untuk karya ilmiah dan penelitian, Hardianto Djanggih tercatat memiliki publikasi ilmiah Jurnal di berbagai jurnal ternama (akreditasi).

Pelangggaran Hardianto Djanggih Menurut Komite Etik

Ketua Komisi Etik UMI Prof La Ode Husen mengatakan, Dr Hardianto Djanggih melakukan pelanggaran etik sebagai insan akademika.

Proses pemeriksaan mendalam pun sudah dilakukan sebelum akhirnya diberhentikan.

"Dasar surat itu adalah hasil pemeriksaan komisi Etik yang membuktikan bahwa ada pelanggaran kode etik yang dilakukan," kata Prof La Ode Husen di Kampus UMI, Jumat (28/7/2023).

"Pelanggaran etik di bidang adanya penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain," lanjutnya.

Surat ini pun sebagai bentuk penegasan dengan aturan yang berlaku.

Prof La Ode Husen menyampaikan kini Dr Hardianto Djanggih tak lagi terlibat dengan urusan akademik maupun non akademik.

Tugasnya sebagai dosen diberhentikan dalam proses mengajar.

"Sudah dinyatakan non aktif dari aktivitas akademik dan non akademik jadi tidak bisa mengajar membimbing dan dibebaskan dulu tugasnya," kata Prof La Ode Husen.

"Penonaktifan itu sudah menjadi bentuk pembinaan," lanjutnya.

Terkait waktu, Prof La Ode Husen mengaku surat ini berlaku sampai waktu yang tidak ditentukan.

Di situ sampai waktu tidak ditentukan," katanya

Saat ini, Dr Hardianto Djanggih pun tidak lagi menjalankan aktivitas mengajar hingga membimbing.

Selengkapnya, berikut salinan isi surat pemecatan itu.

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan Rahmat Allah SWT, berdasarkan Surat Komisi Etik Nomor : 038/F.02/KOMISI ETIK/UMI/VII/2023 Perihal Hasil Pemeriksaan Komisi Etik terkait Pelanggaran Kode Etik oleh Insan Akademik Universitas Muslim Indonesia, tertanggal 18 Juli 2023 pukul 16.45 Wita, maka Saudara Dr. Haridanto Djanggih, SH, MH, Pekerjaan: Dosen/Tenaga Pendidik pada Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia, NIPS/NIDN: 104201560/09290118302, dinonaktifkan sebagai Dosen/Tenaga Pendidik dari Aktivitás Aktifitas Akademik dan Non Akademik dalam Lingkup Universitas Muslim Indonesia sampai dengen waktu yang tak ditentukan.

Demikian surat ini dikeluarkan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Wallahu Waliyut Taufiq Wal Hidaya

Rektor Selaku Ketua Komisi Disipin UMI.

Prof Dr Basri Modding SE MSi.

Pelanggaran yang bisa membuat dosen dipecat

Sebagai catatan, pelanggaran etik yang dapat menyebabkan seorang dosen dipecat mungkin dapat bervariasi berdasarkan kebijakan dan peraturan universitas atau institusi tempat dosen tersebut bekerja.

Namun, berikut adalah beberapa contoh pelanggaran etik umum yang dapat menyebabkan seorang dosen dipecat:

1. Plagiarisme:

Menyajikan pekerjaan, ide, atau penelitian orang lain tanpa memberikan kredit atau pengakuan yang tepat kepada sumbernya merupakan pelanggaran etika serius di lingkungan akademik.

2. Falsifikasi data:

Memalsukan, mengubah, atau menyembunyikan data dalam penelitian, laporan, atau karya ilmiah merupakan tindakan yang tidak etis dan dapat menyebabkan dosen dipecat.

3. Pelecehan atau diskriminasi:

Perilaku tidak sopan, pelecehan, atau diskriminasi terhadap mahasiswa, rekan dosen, atau anggota staf lainnya dapat menyebabkan dosen kehilangan pekerjaannya.

4. Konflik kepentingan:

Tidak mengungkapkan secara transparan dan jujur tentang adanya konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi penelitian atau keputusan akademik dapat dianggap sebagai pelanggaran etik.

5. Penyalahgunaan dana penelitian:

Menggunakan dana penelitian untuk tujuan pribadi atau tidak sesuai dengan tujuan penelitian yang ditentukan juga merupakan pelanggaran etik yang serius.

6. Mengabaikan tugas akademik:

Tidak menjalankan tugas mengajar atau tanggung jawab akademik lainnya secara serius dan kompeten dapat menyebabkan konsekuensi serius bagi seorang dosen.

7. Kehilangan integritas akademik:

Jika seorang dosen terlibat dalam kecurangan, kolusi, atau tindakan yang mengancam integritas akademik, itu dapat menyebabkan pemecatan.

8. Pelanggaran kebijakan institusi:

Melanggar kebijakan atau prosedur universitas atau lembaga tempat dosen bekerja juga dapat menyebabkan pemecatan.

Setiap institusi biasanya memiliki kode etik dan peraturan yang harus diikuti oleh dosen dan anggota fakultas lainnya.

Pelanggaran etik serius dapat menyebabkan penyelidikan internal, dan jika terbukti, dapat berakhir dengan pemecatan atau sanksi lainnya.

Penting bagi setiap dosen untuk menghormati etika akademik dan bertindak dengan integritas dalam semua aspek pekerjaan mereka.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved