Opini
Menelisik Urgensi Subsidi untuk Kendaraan Listrik
Subsidi kendaraan listrik tersebut sejatinya hanya menguntungkan orang-orang kaya saja.
Oleh:
Musdalifah
Mahasiswi Tinggal di Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Kendaraan listrik dianggap sebagai terobosan terbaru di era teknologi saat ini.
Keberadaanya sebagai solusi atas melimpahnya emisi karbon yang dihasilkan dari pembuangan gas kendaraan bermotor.
Emisi karbon berdampak pada perubahan iklim dan pemanasan global. Dengan dalih pengurangan emisi karbon, pemerintah menggencarkan penggunaan mobil dan motor listrik untuk masyarakat.
Keseriusan pemerintah dibuktikan dengan pemberian subsidi untuk pembelian unit kendaraan listrik.
Sebagaimana disampaikan Arifin Tasrif selaku Menteri SDM, subsidi kendaraan listrik sudah jelas nilainya dan diambil dari dana APBN (kompas.com 18/02/2023).
Mobil listrik mendapatkan subsidi sebesar Rp80 juta per unit, sedangkan motor listrik Rp8 juta per unitnya. Sudah tepatkah pemberian subsidi tersebut?
Di sisi lain masih banyak persoalan terkait transportasi masyarakat yang belum diatasi. Begitu pula hal-hal yang perlu dibenahi dan mendesak untuk diberikan solusi. Subsidi kendaraan listrik bisa dikatakan jauh dari kebutuhan mendesak masyarakat.
Salah Sasaran
Jumlah dana APBN yang digelontorkan untuk subsidi kendaraan listrik cukup fantastis. Padahal banyak subsidi untuk masyarakat yang justru dibatasi atau bahkan dicabut.
Misalnya saja pembatasan subsidi listrik, pupuk untuk pertanian, minyak goreng, BBM sampai gas LPG yang digadang-gadang akan dibatasi di tahun 2024.
Padahal bagi masyarakat kecil kenaikan harga pada komoditas tersebut semakin menyengsarakan rakyat. Subsidi yang diberikan untuk kendaraan listrik bisa jadi tidak tepat sasaran, hanya menyasar orang kaya. Kendaraan listrik yang notabene memang ‘mahal’, hanya dijangkau oleh masyarakat kelas atas.
Terkait dengan pengurangan emisi karbon memang perlu untuk diperhatikan. Kendaraan listrik menjadi salah satu alternatif pengurangan emisi karbon. Harganya yang mahal hanya mampu dibeli masyarakat kalangan atas.
Pemberian subsidi tak memberikan perubahan berarti. Subsidi tersebut sejatinya hanya menguntungkan orang-orang kaya saja.
Masalah transportasi negeri ini masih banyak yang mendesak untuk diatasi. Pembangunan jalan tol berbayar digencarkan, sementara masih banyak jalan yang rusak. Jalan vital yang dilewati masyarakat perlu untuk segera diperbaiki.
Jalan di Lampung misalnya, setelah viral dan akan dikunjungi presiden barulah jalannya diperbaiki. Itupun hanya sebagian saja, jalan yang tidak dikunjungi tetap dibiarkan terbengkalai.
Dilansir dari tribbunnews.com belum sebulan setelah kunjungan presiden, jalanan yang diperbaiki kembali rusak. Jangan sampai perbaikan jalan tersebut hanya dilakukan sekadarnya saja.
Belum lagi sederet masalah kemacetan yang terjadi setiap harinya. Pengadaan kendaraan listrik berpotensi semakin menambah jumlah angka kemacetan.
Dana APBN seharusnya bisa digunakan untuk pengadaan dan perbaikan kualitas angkutan umum. Jika nyaman dan murah bahkan gratis, tentulah masyarakat akan lebih memilih menggunakannya.
Sadar atau tidak kondisi yang terjadi hari ini akibat penerapaan sistem kapitalisme dengan asas sekularisme. Sebuah pandangan hidup yang menjadikan agama hanya pada ranah ibadah ritual saja, sementara kehidupan diatur berdasarkaan aturan manusia.
Adapun pemegang kekuasaan tertinggi sejatinya adalah pemilik modal.
Berkaca dari subsidi yang diberikan untuk kendaraan listrik, meniscayakan adanya kongkalikong antara pemerintah dengan pihak korporat.
Bagaimana tidak, subsidi yang diberikan untuk mendorong masyarakat membeli kendaraan listrik sudah pasti menguntungkan perusahaan. Lagi-lagi hadirnya subsidi hanya untuk kepentingan kapitalis, para pemilik modal.
Sementara Islam memiliki aturan yang sempurna. Mengatur hubungan manusia dengan pencipta, begitu pula terkait urusan pemerintahan. Pemerintahan dalam Islam adalah periyah(pengurus) urusan masyarakat.
Sebagaimana sabda Rasulullah “Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari dan Muslim). Maka kebutuhan rakyat benar-benar diperhatikan, bukan sekadar pencitraan.
Islam memiliki mekanisme untuk menjamin kebutuhan pokok masyarakat secara keseluruhan.
Memastikan kebutuhan mendesak terpenuhi dengan adil termasuk dalam transportasi. Jika memang diperlukan pengadaan transportasi umum pemerintah akan menggelontorkan dana yang besar.
Sebagaimana yang pernah dilakukan di masa Khalifah Utsmaniyah Sultan Abdul Hamid II.
Dengan menggunakan dana dari baitul maal dibangun sebuah kereta dari Istanbul-Madinah yang dikenal dengan nama “Hijaz”. Masyarakat dapat menikmatinya dengan gratis.
Pembangunan yang dilakukan tentu memperhatikan dampak lingkungan. Terkait emisi karbon, sejatinya penyumbang terbesarnya adalah ulah sistem kapitalisme. Mulai dari efek rumah kaca, industri otomotif hingga sampah rumah tangga akibat gaya hidup konsumtif.
Kendaraan listrik sebagai teknologi terobosan memang perlu kita dukung. Akan tetapi nyatanya dalam sistem kapitalisme keberadaannya hanya menguntungkan segelintir orang saja.
Inilah pentingnya kembali kepada Islam sebagai sistem kehidupan yang adil dan benar-benar mensejahterahkan karena berasal dari sang pencipta. Wallahualam.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.