Tribun Ramadan
Sahur Saat Azan Berkumandang Gegara Telat Bangun Apakah Puasa Sah? Berikut Penjelasannya!
Salah satu hal yang dianjurkan saat puasa adalah makan sahur. Apakah sahur saat azan berkumandang karena telat bangun, puasa tetap sah? Apa hukumnya?
Kedua riwayat tadi dikeluarkan pula oleh Al Baihaqi.
Kemudian Al Baihaqi katakan, "Jika hadis tersebut shahih, maka mayoritas ulama memahaminya bahwa azan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah azan sebelum terbit fajar shubuh, yaitu maksudnya ketika itu masih boleh minum karena waktu itu adalah beberapa saat sebelum masuk shubuh,"
Sedangkan maksud hadits “ketika terbit fajar” bisa dipahami bahwa hadis tersebut bukan perkataan Abu Hurairah, atau bisa jadi pula yang dimaksudkan adalah azan kedua.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan bejana (sendok, pen) ada di tangan kalian”, yang dimaksud adalah ketika mendengar azan pertama."
Dari sini jadilah ada kecocokan antara hadits Ibnu ‘Umar dan hadits ‘Aisyah.”
Dari sini, sinkronlah antara hadits-hadits yang ada. Wabiilahit taufiq, wallahu a’lam.”[3]
2. Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan dalam Tahdzib As Sunan mengenai beberapa salaf yang berpegang pada tekstual hadits Abu Hurairah “Jika salah seorang di antara kalian mendengar azan sedangkan bejana (sendok, pen) ada di tangan kalian, maka janganlah ia letakkan hingga ia menunaikan hajatnya”.
Dari sini mereka masih membolehkan makan dan minum ketika telah dikumandangkannya azan shubuh.
Kemudian Ibnul Qayyim menjelaskan, “Mayoritas ulama melarang makan sahur ketika telah terbit fajar. Inilah pendapat empat imam madzhab dan kebanyakan mayoritas pakar fiqih di berbagai negeri.”[4]
Catatan: Azan saat shubuh di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu dua kali. Azan pertama untuk membangunkan shalat malam. Azan pertama ini dikumandangkan sebelum waktu Shubuh. Azan kedua sebagai tanda terbitnya fajar shubuh, artinya masuknya waktu Shubuh.
Pendukung dari Atsar Sahabat
Ada beberapa riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Hazm rahimahullah.
ومن طريق الحسن: أن عمر بن الخطاب كان يقول: إذا شك الرجلان في الفجر فليأكلا حتى يستيقنا
Dari jalur Al Hasan, ‘Umar bin Al Khottob mengatakan, “Jika dua orang ragu-ragu mengenai masuknya waktu shubuh, maka makanlah hingga kalian yakin waktu shubuh telah masuk.”
ومن طريق ابن جريج عن عطاء بن أبى رباح عن ابن عباس قال: أحل الله الشراب ما شككت، يعنى في الفجر
Dari jalur Ibnu Juraij, dari ‘Atho’ bin Abi Robbah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Allah masih membolehkan untuk minum pada waktu fajar yang engkau masih ragu-ragu.”
وعن، وكيع عن عمارة بن زاذان عن مكحول الازدي قال: رأيت ابن عمر أخذ دلوا من زمزم وقال لرجلين: أطلع الفجر؟ قال أحدهما: قد طلع، وقال الآخر: لا، فشرب ابن عمر
Dari Waki’, dari ‘Amaroh bin Zadzan, dari Makhul Al Azdi, ia berkata, “Aku melihat Ibnu ‘Umar mengambil satu timba berisi air zam-zam, lalu beliau bertanya pada dua orang, “Apakah sudah terbit fajar shubuh?” Salah satunya menjawab, “Sudah terbit”. Yang lainnya menjawab, “Belum.” (Karena terbit fajarnya masih diragukan), akhirnya beliau tetap meminum air zam-zam tersebut.”[5]
Setelah Ibnu Hazm (Abu Muhammad) mengomentari hadits Abu Hurairah yang kita ingin pahami di awal tulisan ini lalu beliau membawakan beberapa atsar dalam masalah ini, sebelumnya beliau rahimahullah mengatakan,
هذا كله على أنه لم يكن يتبين لهم الفجر بعد، فبهذا تنفق السنن مع القرآن
“Riwayat yang ada menjelaskan bahwa (masih bolehnya makan dan minum) bagi orang yang belum yakin akan masuknya waktu Shubuh. Dari sini tidaklah ada pertentangan antara hadits yang ada dengan ayat Al Qur’an (yang hanya membolehkan makan sampai waktu Shubuh, pen).”[6]
Sikap Lebih Hati-Hati
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah ditanya, “Apa hukum Islam mengenai seseorang yang mendengar azan Shubuh lantas ia masih terus makan dan minum?”
Jawab beliau, “Wajib bagi setiap mukmin untuk menahan diri dari segala pembatal puasa yaitu makan, minum dan lainnya ketika ia yakin telah masuk waktu shubuh. Ini berlaku bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa nadzar dan puasa dalam rangka menunaikan kafarot.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).
Jika mendengar azan shubuh dan ia yakin bahwa muazin mengumandangkannya tepat waktu ketika terbit fajar, maka wajib baginya menahan diri dari makan.
Namun jika muazin mengumandangkan azan sebelum terbit fajar, maka tidak wajib baginya menahan diri dari makan, ia masih diperbolehkan makan dan minum sampai ia yakin telah terbit fajar shubuh.
Sedangkan jika ia tidak yakin apakah muazin mengumandangkan azan sebelum ataukah sesudah terbit fajar, dalam kondisi semacam ini lebih utama baginya untuk menahan diri dari makan dan minum jika ia mendengar adzar.
Namun tidak mengapa jika ia masih minum atau makan sesuatu ketika azan yang ia tidak tahu tepat waktu ataukah tidak, karena memang ia tidak tahu waktu pasti terbitnya fajar.
Sebagaimana sudah diketahui bahwa jika seseorang berada di suatu negeri yang sudah mendapat penerangan dengan cahaya listrik, maka ia pasti sulit melihat langsung terbitnya fajar shubuh.
Ketika itu dalam rangka kehati-hatian, ia boleh saja menjadikan jadwal-jadwal shalat yang ada sebagai tanda masuknya waktu shubuh.
Hal ini karena mengamalkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tinggalkanlah hal yang meragukanmu. Berpeganglah pada hal yang tidak meragukanmu.”
Begitu juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang selamat dari syubhat, maka selamatlah agama dan kehormatannya.” Wallahu waliyyut taufiq.”[7]
Syaikh Sholih Al Munajjid hafizhohullah mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa kebanyakan muazin saat ini berpegang pada jadwal-jadwal shalat yang ada, tanpa melihat terbitnya fajar secara langsung."
Jika demikian, maka ini tidaklah dianggap sebagai terbit fajar yang yakin.
Jika makan saat dikumandangkan azan semacam itu, puasanya tetap sah.
Karena ketika itu terbit fajar masih sangkaan (bukan yakin). Namun lebih hati-hatinya sudah berhenti makan ketika itu.”[8]
Demikian sajian singkat dari kami untuk meluruskan makna hadits di atas. Tulisan ini sebagai koreksi bagi diri kami pribadi yang telah salah paham mengenai maksud hadits tersebut. Semoga Allah memaafkan atas kelalaian dan kebodohan kami.
Semoga Allah senantiasa menambahkan pada kita sekalian ilmu yang bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Disusun di Panggang-Gunung Kidul, 20 Ramadhan 1431 H (30/08/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal.
[1] HR. Abu Daud no. 2350. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan shahih.
[2] Lihat Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 66202 pada link http://islamqa.com/ar/ref/66202 .
[3] Al Majmu’, Yahya bin Syarf An Nawawi, Mawqi’ Ya’sub, 6/312.
[4] Hasyiyah Ibnil Qoyyim ‘ala Sunan Abi Daud, Ibnul Qayyim, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, 6/341.
[5] Lihat Al Muhalla, Abu Muhammad Ibnu Hazm, Mawqi’ Ya’sub, 6/234.
[6] Al Muhalla, 6/232.
[7] Fatawa Ramadhan, dikumpulkan oleh ‘Abdul Maqshud, hal. 201, dinukil dari Fatawa Al Islam Sual wa Jawab no. 66202.
[8] Lihat Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 66202 pada link http://islamqa.com/ar/ref/66202 (www.rumaysho.com)
(Tribun-Timur.com/ Sakinah Sudin)
sahur saat azan berkumandang
Hukum Sahur Saat Azan
Sahur Saat Azan Apakah Puasa Sah?
telat sahur
Ramadhan 1444 H
Ramadhan 2023
Tribun-Timur.com
Ceramah di Masjid Nurul Ittihad Makassar, Firdaus Muhammad Ungkap Ada Mahasiswa Tak Tahu Mengaji |
![]() |
---|
Sahur Saat Azan Berkumandang Gegara Telat Bangun Apakah Puasa Sah? Simak Penjelasan Hadis |
![]() |
---|
Niat dan Tata Cara Itikaf di 10 Malam Terakhir Ramadhan |
![]() |
---|
Komunitas Driver Grab D'Tabe Community Bagikan 150 Dos Makanan Berbuka Puasa di BTP Makassar |
![]() |
---|
Kodam XIV Hasanuddin - Apindo - PSMTI - PGI Sulsel Bagikan Paket Ramadan untuk Caddie dan Anak Panti |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.