Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Klakson

Anak Pejabat

Tindakan kekerasan Mario berefek pada dicopotnya RAT dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum di Kanwil DJP Jakarta Selatan II.

Editor: Hasriyani Latif
DOK TRIBUN TIMUR
Abdul Karim Ketua Dewas LAPAR Sulsel/Anggota Majelis Demokrasi dan Humaniora. Adul Karim penulis tetap rubrik Klakson Tribun Timur. 

Oleh:
Abdul Karim
Ketua Dewas LAPAR Sulsel
Anggota Majelis Demokrasi dan Humaniora

TRIBUN-TIMUR.COM - Berapa jumah pejabat di negeri ini, entah itu pejabat penting, pejabat tak terlalu penting, atau pejabat sangat penting?

Lalu berapa jumlah putra-putri mereka? Sepi publikasi tentang hal ini. Tetapi kita tahu-tanpa menduga-bahwa populasi pejabat berkaitan dengan populasi keturunannya.

Dizaman Orde Baru (Orba) anak pejabat sungguh nikmat. Mereka sungguh memikat. Dilingkungan sebayanya mereka terlihat terhormat.

Bawahan orang tua mereka dikantorpun begitu taat pada anak pejabat.

Mereka dilayani dengan segala hormat.

Pergaulannya memang terbatas, tetapi menerabas. Tak hanya di kantor orang tuanya, mereka berposisi penting ditengah-tengah teman sepergaualannya.

Gaya hidup tajir, mereka mampu kemana saja tanpa mikir. Dizaman itu, gaya hidup hedonis menjadi salah satu ciri pokok mereka.

Sebagian mereka memilih sebagai pengusaha, sebagian lainnya mewarisi orang tua dijalur pejabat yang dimulai sebagai pegawai negeri. Lahirlah istilah “jatah”.

Bagi anak pejabat, ia dapat bekerja di instansi pemerintah sebagai pegawai negeri sebab “jatah” sang orang tua. “Jatah” diabad Orba, bagai titah cakrawala. Tak ada seleksi ketat dan serius. Yang diperlukan hanyalah “nota jatah”.

Mereka yang meniti jalur bisnis/pengusaha, nyaris tak absen mengakses sumber-sumber pengerjaan proyek di instansi pemerintah.

Entah itu proyek kelas teri, entah itu proyek kelas kakap. Proyek-proyek itu seolah pekerjaan rumahnya sendiri. Dan tentu saja dizaman gelap itu, semuanya dapat dimanipulasi.

Maka, nikmat apalagi yang mereka dustakan dizaman kebohongan Orde Baru saat itu? Tetapi apakah nikmat-nikmat itu berinduk dari dusta? Entahlah.

Yang jelas, dizaman itu, kesejahteraan tak pernah membumi dilapis bawah. Ia tak pernah menyentuh anak-anak petani, buruh, dan kaum papa. Kesejahteraan lebih intens menyapa anak-anak pejabat.

Begitulah anak pejabat dizaman Orde baru. Dan kita ingat lagi kisah “anak pejabat” dalam sepekan terakhir menyusul penganiayaan yang dilakukan anak pejabat Ditjen Pajak, Mario Dandy Satriyo terhadap Cristalino David Ozora (17) putra pengurus GP Ansor.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved