KTNA Sebut Kenaikan Harga Gabah Karena Tata Kelola Pasar dan Sistem Buferstok yang Belum Kuat
Kebijakan dan program sektor pertanian saat ini yang dijalankan pemerintah membuahkan hasil yakni terjadi panen raya padi di semua daerah Indonesia.
TRIBUN-TIMUR.COM - Ketua Umum KTNA Nasional, M. Yadi Sofyan Noor tidak sepakat dengan penilaian bahwa kenaikan harga gabah meski telah masuk musim panen raya awal tahun 2023 ini akibat kesalahan kebijakan di level hulu.
Pasalnya, kebijakan dan program sektor pertanian saat ini yang dijalankan pemerintah membuahkan hasil yakni terjadi panen raya padi di semua daerah Indonesia, bahkan diprediksi terjadi kenaikan produksi beras di tahun 2023.
“Dari semua sumber data yaitu BPS, satelit dan data lapangan memprediksi produksi padi tahun 2023 ini 54 juta ton gabah kering giling, setara 31,4 juta ton beras. Dan berdasarkan data KSA BPS, prognosa panen padi pada Februari 2023 seluas 1,0 juta hektar dan Maret seluas 1,9 juta hektar." demikian dikatakan Yadi Sofyan di Jakartan, Selasa (14/2/2023).
Artinya, beras tentunya melimpah ruah pada masa panen raya awal 2023 ini dan kebijakan dan program pembangunan pertanian tentu berhasil.
Sehingga, masih terjadinya kenaikan harga gabah tentu karena tata Kelola pasar dan sistem buferstok yang belum kuat sehinga perlu ditingkatkan lagi.
Yadi menambahkan persoalan kenaikan harga di tengah panen raya ini menandakkan keadaan terjadinya anomali harga dan pasar.
Mengapa? Karena stok beras di masyarakat tentu banyak, bahkan ditambah stok beras masuk dari impor, harga pun tetap tidak turun.
“Artinya ini bukan masalah di pasokan. Berapapun beras yang dipasok, harga tidak turun, karena masalahnya ada di pasar, pedagang dan tata kelola pasar serta sistem logistik dan distribusi yang masih belum diperbaiki. Tentu soal ini adanya di hilir, bukan di hulu,” terangnya.
“Ketidakmampuan Bulog (sebagai eksekutor, red) mengintervensi dan mengendalikan pasar dan otoritas pengendalian atas pasar bebas ada di Kemendag. Jadi agak bingung dengan peran atau tugas pokok dan fungsinya dari Badan Pangan Nasional dan Kemendag ? Yang jelas tatakelola beras saat ini tidak terurus dengan baik,” pinta Yadi.
Lebih lanjut Yadi menilai tingginya harga gabah meski masuk masa panen raya saat ini tentu juga disebabkan karena harga gabah petani masih diangka di atas Rp 6.000/kg.
Tingginya harga gabah hingga saat ini karena naiknya harga pupuk, BBM hingga biaya transportasi naik, sementara harga pembelian pemerintah (HPP) tidak ikut naik.
“Tentu juga karena Bulog tidak optimal menjalankan fungsinya menyerap gabah petani. Sebab Bulog ditugaskan untuk bisa membeli gabah dengan harga berapa pun sesuai harga pasar. Kondisi ini menyebabkan iklim perberasan tidak kondusif karena pasar beras dikendalikan pedagang dan ini turut memberikan dampak pada pasar beras secara keseluruhan,” tuturnya.
Kendati demikian, Yadi mengungkapkan kondisi harga gabah dan beras saat ini mulai turun.
Berdasarkan laporan dari lapangan, misalnya perkembangan di Jawa Timur, panennya semakin banyak sehingga gabah kering panen semakin membanjir di penggilingan dan harganya pun turun, dari puncaknya Rp 6.300 menjadi Rp 6.000.
Bahkan diprediksi minggu ini akan turun lebih cepat lagi daripada minggu lalu.
Klik cekbansos.kemensos.go.id Agar Tahu Kamu Penerima Bantuan Beras Oktober November |
![]() |
---|
Petani Wajo Keluhkan Bulog Tak Lagi Serap Gabah, Jual ke Tengkulak Jadi Pilihan |
![]() |
---|
Cara Cek Penerima Bantuan Beras di cekbansos.kemensos.go.id, Siapkan KTP |
![]() |
---|
Instruksi Badan Pangan Nasional, Bulog Sulsel dan Sulbar Beli Langsung Gabah Rp 6.500 Per Kg |
![]() |
---|
Klik cekbansos.kemensos.go.id Cek Namamu Apakah Terima Bantuan Beras atau Tidak |
![]() |
---|