Opini
Artefak Demokrasi dari Pedalaman Sulawesi
Rongkong bak gadis muda yang sedang bersolek, beberapa tahun terakhir sejak jalan raya dibenahi pemerintah.
Oleh:
Zulfiqar Rapang
Pemuda ketinggian Rongkong, Luwu Utara/Mahasiswa program Magister Ilmu Politik Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Tak ada "pemerintahan" di tempat ini, kata Aeskhilos suatu ketika.
Di Athena tempat tinggalnya pada masa itu, ide tentang demos dan kratein tengah dikecambahkan.
Ia mengucapkannya dengan bangga, seraya menyambungnya dengan kalimat "sebab disini, rakyat yang memerintah".
Setelah 2500 tahun berlalu, kecambah demos (rakyat) dan kratein (pemerintahan) telah menjadi pohon besar dengan akar yang menjalar dari barat ke arah timur.
Ia menyebar ke cakrawala dengan sejumlah cara, juga dengan karakteristik yang berbeda-beda. Disini, kita lalu mengenalnya dengan nama "demokrasi".
Nun jauh dari Athena, embrio dengan ide yang hampir serupa rupanya telah mengendap ratusan tahun sebelum kelahiran Indonesia, pada banyak kepemimpinan tradisional kuno nusantara.
Rongkong bak gadis muda yang sedang bersolek, beberapa tahun terakhir sejak jalan raya dibenahi pemerintah.
Selama ini, Ia ternyata memendam keindahan alam dan budaya eksotik yang luput tak terjamah.
Hampir satu setengah jam untuk tiba disini, setelah melintasi lembah dan pegunungan yang berjarak sekitar 60 kilometer dari Masamba, ibu kota Kabupaten Luwu Utara.
Di kampung ini, Komba, satu dari tujuh desa di Rongkong, juga menyimpan artefak demokrasi dalam pengelolaan kepimpinan pra Indonesia.
Dulu di masa lampau, kepemimpinan tradisional Komba menganut sistem pemerintahan yang dikepalai oleh Matua yang terpilih berdasarkan garis keturunan.
Namun berbeda dengan pemerintahan monarki bangsa Anglosaxon bertumpu dan bertumpuk pada raja semata, Komba telah mengenal distribusi kekuasaan dan pemosisian masyarakat yang lebih berdaulat.
Pengelolaan kekuasaan di Komba diatur dalam garis horizontal yag terdiri dari lima Banua yang selanjutnya dapat disinonimkan dengan kata majelis.