Opini
Klakson: Baru
Apa sebenarnya yang baru? Apa sebenarnya yang lama dan usang? Di negeri ini, kita tak pernah mengenal yang baru selain baju baru saat lebaran.
Oleh: Abdul Karim
Ketua Dewas LAPAR Sulsel,
Anggota Majelis Demokrasi & Humaniora
TRIBUN-TIMUR.COM - “Selamat tahun baru” kata orang-orang di layar Medsos. Apa sebenarnya yang baru? Apa sebenarnya yang lama dan usang? Di negeri ini, kita tak pernah mengenal yang baru selain baju baru saat lebaran dan kalender baru saat pergantian tahun.
Di setiap 1 Januari, kita dipertemukan dalam kebahagaiaan semu yang meriah. Bahwa tahun baru seolah sebagai bangunan baru yang tak pernah ada sebelumnya. Padahal sesungguhnya, ia adalah waktu yang lazim berputar.
Ia tak nyata, ia abstrak, tetapi baru sebagai angka yang bertanda. Dan kalenderlah tanda itu.
Tetapi kalender hanyalah nostalgia belaka, sebab di tangan kita, saban waktu gadget ditangan dilengkapi kalender didalam. Namun, kalender tak berarti lenyap sama sekali.
Sebab saat hendak pergantian tahun, produksi kalender tetap berjalan, sejumlah kandidat perpolitikan memesannya sebagai hadiah pamrih untuk pemilih.
Mereka berharap sang pemilih mengingat dan menatap fotonya yang terpajang di kalender.
Mereka lupa bahwa kalender bagi pemilih awam ditatap sewaktu-waktu sahaja. Tidak setiap waktu.
“Selamat tahun baru” kata orang-orang di layar Medsos. Sebagai rakyat, bisakah kita selamat dengan keadaan begini—dimana pemimpin-pemimpin kita tak pernah benar-benar serius merancang tata kelola negeri berbasis keselamatan warga? Hujan memang berkah, tetapi ia memgancam keselamatan kita lantaran bumi dikelola dengan rakusnya dan hujan menjadi ancaman longsor dan banjir.
“Selamat tahun baru”, kata mereka. Apa yang baru sebenarnya? Lalu apa yang lama sesungguhnya? Kita tak pernah benar-benar menemukan itu. Sebahagian pemimpin-pemimpin kita barangkali memang wajah-wajah baru.
Tetapi mereka dimunculkan dari rahim sistem yang lama. Mereka memang beda, tetapi pabrik tetaplah sama. Mereka lahir dari unsur satu, lantas melahirkan yang banyak.
“Selamat tahun baru”, kata kolega disetiap pergantian kalender. Tatanan baru tak pernah benar-benar ada dalam keseharian kita.
Di setiap Desember, orang-orang sibuk memprediksi masa datang yang sebenarnya tak lebih sebagai asumsi. Bahkan kadang, menyerupai tebak-tebakan.
Para cerdik pandai memaparkan itu dimana-mana. Memproklamirkannya disegala media. Mereka seolah melihat kenyataan dimasa depan.
Tetapi lupa kesuraman dihari kemarin. Kesuraman itu tak kunjung teratasi dan seolah takkan pernah finish. Mengapa? Kita tak pernah fokus-serius mengatasinya. Padahal, kesuraman kemarin seringkali melahirkan efek kesuraman dimasa datang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.