Polisi Tembak Polisi
Penjelasan Ahli Filsafat Mengapa Hukuman Bharada E Bisa Lebih Ringan, Ferdy Sambo Makin Terpojok
Romo Frans Magnis-Suseno menyebut salah satu alasan Ferdy Sambo harus bertanggung jawab karena dia yang memberi perintah
TRIBUN-TIMUR.COM - Ferdy Sambo diminta harus mempertanggung jawabkan perbuatannya atas kematian Brigadir J.
Hal ini diungkapkan Guru Besar Filsafat Moral Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Romo Frans Magnis-Suseno, saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022).
Sidang lanjutan beragendakan pemeriksaan saksi yang meringankan terdakwa Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.
Salah satu alasan Ferdy Sambo harus bertanggung jawab karena dia yang memberi perintah.
Apalagi ada kemungkinan si penerima dalam kondisi terancam sehingga ia terpaksa melakukan penembakan terhadap Brigadir J.
Baca juga: Sudah 10 Kali Dilapor ke Polisi, Kamaruddin Tuding Anggota Ferdy Sambo Kendalikan Kelompok Lain
Ditambah dengan minimnya budaya tanggung jawab bagi si pemberi perintah.
Oleh sebab itu, disebutnya bahwa pihak penerima perintah cenderung memiliki tanggung jawab yang lebih kecil.
Terlebih ketika perintah itu diberikan dalam waktu yang singkat.
Tak hanya itu, Romo Frans juga menjelaskan adanya dua unsur yang dapat meringankan Richard dari sisi filsafat etika.
Pertama, adanya relasi kuasa dalam peristiwa penembakan terhadap Brigadir J yang dilakukan berdasarkan perintah Ferdy Sambo.
Terutama, di dalam kepolisian terdapat budaya menaati atasan.
Di mana pada peristiwa tersebut, Ferdy Sambo merupakan atasan Richard dengan pangkat dan kedudukan yang jauh lebih tinggi.
Kedua, adanya keterbatasan waktu pada saat peristiwa, sehingga Richard dianggap tak dapat mempertimbangkan dengan matang.
Keterbatasan waktu yang hanya dalam hitungan detik itu, disebut Romo Frans dapat membuat bingung Richard, antara melaksanakan perintah atau tidak.
Keterbatasan waktu yang hanya dalam hitungan detik itu, disebut Romo Frans dapat membuat bingung Richard, antara melaksanakan perintah atau tidak.
"Tidak ada waktu mempertimbangkan secara matang," ujarnya.
"Menurut saya, itu dua faktor yang secara etis sangat meringankan," lanjutnya.
Sebagai informasi, perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J ini telah menyeret lima terdakwa.
Baca juga: Curhat Anak Ferdy Sambo Setelah Orangtuanya Dipenjara, Kini Jadi Mama Muda Sambil Kuliah
Dua di antaranya ialah mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.
Mereka menjadi terdakwa bersama tiga orang lainnya, yaitu Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, dan Kuat Ma'ruf.
Kelimanya telah didakwa pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Selain itu, ada pula terdakwa obstruction of justice atau perintangan perkara.
Mereka ialah Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa obstruction of justice telah didakwa Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Seragam Ferdy Sambo Jadi Bukti
Hukuman Bharada Richard Eliezer atau Bharada E bisa saja diringankan dalam kasus penembakan Brigadir J.
Hal itu berdasarkan beberapa keterangan saksi saat sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022).
Salah satunya adalah saksi dari Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel.
Reza Indragiri Amriel mengatakan, ada beberapa hal yang buat Bharada E tak berkutik di depan Ferdy Sambo.
Reza berpendapat ada beberapa alasan yang bisa dijadikan patokan kepatuhan Bharada E dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Hal ini berdasarkan terori obedience dari Milgram soal kepatuhan seseorang dalam sebuah perkara.
Diungkapkan oleh Reza Indragiri bahwa ada beberapa hal diperlukan untuk menentukan pertanggungjawaban seseorang sesuai dengan teori Milgram.
Sejumlah temuan itu di antaranya yakni seragam yang dipakai oleh Ferdy Sambo sehingga bisa membuat seorang Bharada E patuh diminta melakukan penembakan.
Keadaan Ferdy Sambo yang berseragam dinas polisi saat memberi perintah untuk menembak Brigadir J alias Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat akan menjadi alasan meringankan Bharada E.
Baca juga: Siapa Romo Franz Magnis Suseno? Rela Datang ke PN Demi Bela Bharada E, Ungkap Aturan di Kepolisian
"Kalau kostum yang dia pakai menunjukkan otoritas tertentu, maka kemampuan dia untuk menekan kepada penerima perintah juga akan semakin tinggi," ungkapnya.
Hal tersebut selaras dengan rekaman CCTV yang pernah diputar di persidangan sebelumnya.
Memperlihatkan Ferdy Sambo yang tampak memasuki Rumah Duren Tiga dengan mengenakan seragam Polri.
Hal tersebut juga diungkapkan mantan sopir Ferdy Sambo, Prayogi Ikatara melalui kesaksiannya pada sidang Selasa (8/12/2022) lalu.
Prayogi menyampaikan bahwa benar Ferdy Sambo masih mengenakan seragam dinas pada hari tewasnya Brigadir J.
Berawal dari hakim yang mencecar Prayogi terkait pakaian yang dikenakan Ferdy Sambo saat masuk dan keluar dari Rumah Duren Tiga saat kejadian.
Saat keluar dari Rumah Duren Tiga dan menuju Rumah Saguling, Ferdy Sambo terlihat masih menggunakan seragam dinas Polri.
"Masih (pakai seragam dinas). Pakai sepatu, tanpa sarung tangan," ungkap Prayogi dalam persidangan pada Selasa (8/11/2022) lalu.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ahli Filsafat Moral Nilai Tanggung Jawab Ferdy Sambo atas Kematian Brigadir J Lebih Besar
Baca berita terbaru dan menarik lainnya dari Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita