Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kilas Tokyo Tribun Timur

'Tetap' Merawat Budaya Bersih

Pakaian dan barang tua yang usang dan kotor dirapihkan atau dibuang. Tidak heran, pengelolaan sampah pemerintah daerah setempat biasanya sibuk.

Editor: Saldy Irawan
Dok Pribadi
Muh Zulkifli Mochtar/Doktor alumni Jepang, bermukim di kota Tokyo 

Oleh Muh. Zulkifli Mochtar

TRIBUN-TIMUR.COM - Tahun ini tinggal seminggu lagi. Mirip mirip perayaan Lebaran di negara kita, menjelang liburan tahun baru di Jepang ada istilah ‘Nenmatsu Oosouji’, membersihkan besar besaran rumah, kantor, juga sekolah.

Pakaian dan barang tua yang usang dan kotor dirapihkan atau dibuang. Tidak heran, pengelolaan sampah pemerintah daerah setempat biasanya sibuk.

Mereka harus menjemput barang dan elektronik yang dibuang warga dirumah rumah.

Membuang juga tidak boleh semaunya. Jadwal aturan pengumpulan sampah berbeda-beda tergantung wilayah.

Umumnya ada beberapa jenis sampah, ‘Moeru-gomi’ sampah bisa dibakar seperti kertas dan bekas makanan, ‘Moenai-gomi’ sampah tidak terbakar seperti barang pecah belah dan kaca, ‘Shigen-gomi’ sampah yang bisa didaur ulang seperti kaleng dan botol plastik. Ada lagi aturan tambahan, misalnya cap botol plastik harus dilepas dan banyak lagi.

Barang besar semisal TV, kulkas, sofa atau mesin cuci harus membayar; nilainya variatif hingga 3000 yen berkisar 350 ribu rupiah per barang. Mau tak mau, cara pikir membeli dan merawat harus berstandar sama.

Dua duanya sama pentingnya. Karena buang pun harus membayar.

Jika kondisi bagus, tidak sedikit yang menjual ke recycle shop. Ada kata di Jepang ’Mottainai’, artinya luas, bisa bermakna sia sia jika tidak dimaksimalkan, sayang jika dibuang atau tidak dimanfaatkan.

Pemenang Nobel Peace Prize 2004 asal Kenya Wangari Maathai menggunakan kata ini sebagai slogannya untuk environmental protection. Nilai ‘Respect’ menghormati barang pun dianggap konsep penting setelah 3R Reduce, Reuse, dan Recycle.

Makanya jumlah Recycle shop di Jepang pun makin banyak. Menjual barang re-use apa saja: elektronik, pakaian, tas mahal bermerk hingga buku bekas.

Barang banyak sudah tua, tapi bersih terawat luar biasa. Kadang lengkap dengan kotaknya.

Seakan membeli baru. Memang ada kebiasaan sebagian warga ketika membeli barang selalu menyimpan kotak.

Agar bisa dipakai setiap musimnya. Atau bisa dijual lagi saat harus ganti baru.

Salah satu orang kaya termuda Jepang menurut Forbes Shintaro Yamada, adalah owner dan pendiri Mercari - sebuah unicorn bidang pasar barang bekas berbasis online.

Bulan lalu anak sulung saya bisa menambah uang saku 3300 yen sekitar 380 ribu rupiah dari menjual buku tua nya yang sudah terbaca.  

Perihal ‘Oosouji’, masyarakat Jepang memang sangat menomor satukan nilai kebersihan.

Mereka sudah terbiasa menangani sampah sampah mereka sendiri.

Ruang istirahat di perusahaan selalu bersih tanpa ada petugas kebersihan. Sekolah tetap bersih, meski tanpa petugas kebersihan khusus.

Obsesi hidup bersih ini memunculkan keunikan lain; selama tinggal dinegara ini belum pernah sekalipun saya menerima kertas uang yen yang lecek.

Meski di pasar kecil. Entah kenapa uang kertas mereka sangat bersih nan rapi serasa habis diseterika.

Toilet juga dimana mana sangat bersih nan menawan. Toilet di Jepang bersifat kering, umumnya terpisah dengan bath room.

Ada dua jenis: tipe kloset jongkok dan tipe duduk. Meski tipe jongkok masih banyak, mayoritas rumah tangga menggunakan kloset tipe duduk dilengkapi bidet.

Jenis kloset bidet umumnya berfitur fungsi: automatic flush, water pressure, shower, warm seat memanaskan dudukan secara otomatis di musim dingin, atau fungsi mengeringkan.

Kontrol panel kloset bidet di perkantoran dan hotel makin kompleks: membuka menutup otomatis, automatic deodorizing, berpendar diwaktu malam, menyapa otomatis saat masuk, atau punya sound mengeluarkan kamuflase air agar suara dalam toilet tidak nyaring terdengar.

Bersih bersih bukan hanya budaya Jepang saja. Juga ada di Indonesia dan negara lain. Ini bukan efek DNA atau ras seseorang; tapi soal kebiasaan, kemauan dan sense of hygiene saja.

Jangan sampai tidak subur terawat dan terlupakan oleh kita.

 

(Doktor alumni Jepang, bermukim di Tokyo)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved