Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Selamat Datang Capres Antitesis

Antitesis dapat dimaknai tidak hanya sebagai sesuatu berlawanan, akan tetapi juga sangat bertolak belakang

Editor: Ilham Arsyam
Dok Pribadi
Basti Tetteng - Dosen Psikologi Politik UNM 

Oleh: Basti Tetteng (Dosen Psikologi Politik UNM)

Sekalipun Pemilihan Presiden (Pilpres) masih tersisa 1 tahun lebih lagi, namun mengamati konstelasi politik yang berkembang beberapa bulan terakhir ini, tampaknya ada fenomena adanya kecenderungan munculnya salah satu bakal Capres, yang begitu mendapatkan perhatian publik sebagai pesaing berat dari semua bakal Capres yang ada.

Sang pesaing berat tersebut seringkali dicitrakan secara kuat sebagai Capres antitesis dan paradoks dengan pemerintahan sekarang. Antitesis dapat dimaknai tidak hanya sebagai sesuatu berlawanan, akan tetapi juga sangat bertolak belakang. Secara sederhana Capres antitesis adalah capres yang pro-perubahan, bukan pendukung status quo.

Secara psikologis, fenomena menguatnya figur yang dicitrakan sebagai Capres antitesis di tengah masyarakat, dapat dikatakan muncul dari arus balik dari kejenuhan dan ketidakpuasan dari pemerintahan yang sedang berkuasa sekarang.

Kehadiran figur Capres antitesis dipersepsikan dan diyakini mampu memberi perubahan, sehingga ia menjadi semacam kanalisasi dan kristalisasi psikologis harapan masyarakat yang menginginkan perubahan.

Siapa gerangan bakal Capres antitesis tersebut? Sosoknya tentu publik sangat sangat paham, karena sosok figur Capres antitesis tersebut memiliki citra secara kuat di masyarakat sebagai pemimpin pro perubahan, bukan pendukung status quo.

Rekam jejak kepemimpinannya di pemerintahan dipandang terbukti mampu menyatukan, bukan memecah belah, mengontrol oligarki, bukan dikontrol oligarki, sosok tegas, cerdas, adil dan diyakini mampu membawa bangsa berdaulat secara ekonomi dan politik, bukan koloni ekonomi dan politik kelompok tertentu atau bangsa lain.

Selain itu, sosok antitesis tersebut juga seringkali dikesankan “dibenci” oleh mereka yang sedang berkuasa, bahkan terkadang sang penguasa “enggan” satu forum dengan yang bersangkutan.

Tentu di satu sisi kehadiran sang bakal Capres antitesis ini semakin membuat kristalisasi polarisasi antara mereka yang pro perubahan dengan yang ingin mempertahankan status quo, namun di sisi yang lain, kehadiran sang bakal Capres antitesis semakin menambah semarak, alternatif pilihan dan antusiasme publik menyambut tahun politik 2024.

Fenomena Capres antitesis yang semakin menarik antusiasme perhatian public, tentu berdampak semakin solidnya koalisi partai pengusung untuk tetap istiqomah mengusung Capres antitesis ini, sebab ada “efek ekor jas” pengaruh figur Capres antitesis dapat meningkatkan suara partai di Pemilu.

Dalam konteks Pemilu di berbagai daerah, ada kecenderungan mereka yang berminat mendaftar menjadi Caleg mempertimbangkan mendaftar pada partai yang mengusung Capres antitesis yang pro perubahan.

Namun bila ada di antara calon koalisi partai pengusung “berkhianat”, maka siap-siap akan ditinggal pergi pemilih dan para Caleg yang terlanjur berharap Capres antitesis di usung menjadi Capres

Dalam proses pertarungan Capres ke depan, Capres antitesis tentu tidak mudah melenggang mendapatkan dukungan masyarakat secara luas, termasuk tidak mudah mendapatkan tiket pencaparesan koalisi partai politik.

Manuver lawan politik tentu bekerja agar Capres antitesis yang diprediksikan memenangkan pertarungan, tidak mendapatkan dukungan koalisi partai politik, termasuk kecenderungan menguatnya perilaku lawan politik membangun kekuatan berbasis kekuasan untuk menggagalkan pencalonan Capres antitesis tersebut.

Juga termasuk munculnya aksi-aksi terkoordinir lawan politik menolak kehadiran sang Capres antitesis di sebagian wilayah di Indonesia.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved