Suku Dayak
Fakta fakta Pasukan Merah, Pasukan Elite yang Mendiami Suku Dayak
Pasukan Merah Dayak dipimpin Panglima Jilah atau Pangalangok Jilah atau lebih dikenal Agustinus Jilah.
TRIBUN-TIMUR.COM - Pasukan Merah bernama Tariu Borneo Bangkule Rajakng atau TBBR adalah salah satu pasukan paling disegani di Suku Dayak.
Pasukan Merah saat ini dipimpin Panglima Jilah atau Pangalangok Jilah.
Nama aslinya adalah Agustinus Jilah.
Nama Pasukan Merah ini sempat ramai dibahas karena sikap tegasnya meminta polisi menindaklanjuti kasus Edy Mulyadi.
Pernyataan Edi Mulyadi menyebut Kalimantan sebagai tempat ‘jin buang anak’ membuat Pasukan Merah marah.
Berikut sejumlah fakta dari Pasukan Merah Dayak
Peranan utama Pasukan Merah adalah membela hak masyarakat adat serta mempertahankan adat istiadat yang mulai tergerus zaman.
Organisasi itu juga memiliki kemampuan berhubungan dengan leluhur suku Dayak yang tidak bisa dilihat secara kasat mata Pasukan merah tersohor sebagai salah satu pasukan elite yang mendiami Suku Dayak.
Pasukan yang baru terbentuk ini mendapat banyak antusias dari warga setempat, hingga keanggotaannya mencapai lebih dari 15.000 ribu orang.
Mereka merupakan pemuda Dayak yang setia kepada Pancasila dan NKRI, serta antiradikalisme.
Usai resmi terdaftar, calon anggota akan mengikuti ritual pembersihan.
Mereka akan dimandikan pengurus yang memang memiliki kemampuan di bidang spiritual, kerap disebut Mangku dan Ulu Balang.
Ritual pemandian dilakukan di hutan belantara, biasanya berada di tempat yang dikeramatkan dan dianggap angker.
Anggota Pasukan Merah TBBR kebanyakan memiliki kelebihan dan kekuatan magis, seperti kekuatan dan kekebalan.
Mereka mendapatkan kekuatan dan kekebalan itu tidak sembarangan.
Kekuatan tersebut dipercaya dari Tuhan Yang Maha Kuasa serta leluhur Suku Dayak yang dipercaya masih hidup, namun kasat mata.
Selain itu, ada hal lain berkaitan dengan kemampuan magis mereka.
Sejumlah daging hewan, seperti menjangan, sapi, kerbau, ular, dan anjing menjadi pantangan wajib.
Enam Rumpun Suku Dayak
Suku Dayak memiliki enam rumpun besar di Kalimantan.
Mereka adalah Apokayan, Klemantan, Ot Danum Ngaju, Murut, Klemantan, dan Iban, dikutip dari Gramedia.
Selain sejarah yang panjang, suku Dayak memiliki berbagai upacara adat di antaranya Mamat dan Kancet Hudoq (tari topeng).
Berikut ini dua tradisi suku Dayak, dikutip dari laman Kebudayaan Kemdikbud.
Upacara Adat Mamat
Mamat adalah upacara adat paling sakral dalam sejarah Dayak Kenyah.
Mamat merupakan upacara kemenangan, kejayaan dan pemantapan keberanian pria sebagai prajurit perang serta menolak roh jahat.
Upacara ini dilakukan dibawah tugu Belawing.
Tugu Belawing biasanya berukir dan terdapat patung burung enggang yang sedang mengibaskan sayapnya di pucuk tugu.
Burung ini sebagai lambang kedamaian dan kemenangan dalam peperangan.
Acara Mamat dilaksanakan jika suku Kenyah menang dalam perang dan membawa beberapa kepala musuh.
Sehingga, upacara ini juga sebagai penghormatan pada prajurit sebagai pilar pertahanan garis depan (Panyit nyipe).
Suku Dayak yang menang dalam perang kemudian membawa tengkorak kepala musuh untuk disimpan di lamin Bio (rumah besar) yang didiami oleh raja (Paren) atau kepala suku/Kepala adat besar.
Tengkorak ini digantungkan di serambi dengan di atas tungku api Kepala Adat dan tidak boleh diturunkan atau dipindahkan ke luar rumah Kepala Adat karena dianggap sebagai asset sehingga harus dijaga dengan baik.
Karena sangat sakral, upacara adat ini penuh dengan pantangan.
Bagi yang melanggar akan mendapat bencana baik yang bersangkutan maupun bagi kelompoknya.
Kancet Hudoq (Tari Topeng)
Suku Dayak memiliki kebudayaan khasnya, yaitu tari topeng atau yang biasa disebut Kancer Hudoq.
Kancet Hudoq biasanya dimainkan oleh perempuan yang sudah berumur rata-rata di atas 50 tahun.
Setiap penari memakai topeng (hudoq) yang terbuat dari manik, diiringi musik jatung.
Tujuan dari tari ini adalah untuk menolak bala yang mungkin terjadi di desa.