Hari Guru
Kisah Khaerun Guru di Maros 10 Tahun Ngajar Daerah Terpencil, Motornya Sering Mogok Jalan Berlumpur
Khaerun Nufus sudah 10 tahun mengajar di daerah terpencil di Kabupaten Maros.
Penulis: Nurul Hidayah | Editor: Sudirman
TRIBUNMAROS.COM, MAROS - Menjadi guru bukanlah hal yang mudah.
Apalagi jika harus mengajar di wilayah terpencil.
Hal inilah yang dirasakan Khaerun Nufus.
Ia sudah 10 tahun mengajar di daerah terpencil tepatnya Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Wanita kelahiran 1986 pertama kali mengajar di SDN 153 Inpres Rompegading, Desa Rompegading, Kecamatan Cenrana, Maros, tahun 2012.
Ia mengajar sebagai honorer begitu selesai dari studinya di jurusan PGSD Universitas Muhamadiyah Makassar.
Untuk bisa menjangkau tempatnya mengajar, dirinya harus melewati medan cukup sulit.
Jarak kediamannya di Desa Baji Pamai ke sekolah terpaut 5KM.
"Saya tinggal di Desa Baji Pamai, harus naik pete-pete sampai di lorong sekolah dengan jarak 3 KM. Kemudian lanjut jalan kaki melewati jembatan gantung dan mendaki sekitar 2 KM," tuturnya.
Di SDN 153 Inpres Rompegading, Nufus mengajar kelas 4 dan 5.
Jumlah muridnya hanya 21 orang saja.
Meski begitu, ia tetap menjalankan tugasnya membagikan pengatahuan kepada murid-murid itu dengan setulus hati.
"Anak-anak pelosok juga butuh pendidikan," kata dia.
Meski tugasnya sangat besar, namun upahnya sangat tidak sepadan kala itu.
Bagaimana tidak, dirinya cuma menerima upah 3 bulan sekali dengan jumlah yang sangat kecil.
"Kadang 250, kadang 300 pertiga bulan. Tidak menentu, tergantung besarnya dana Bos dan pengeluaran sekolah," ucapnya.
Dari buah kesabaran dan ketulusan hatinya, dirinya berhasil terangkat menjadi PNS pada tahun 2019.
Sekolah mengajarnya berganti, namun lokasinya tetap di daerah pelosok.
"Sekarang saya mengajar di UPTD SDN 175 Inpres Mamampang, Cenrana, jaraknya 10 KM dari rumah, mendaki gunung juga," ucapnya.
Namun bedanya, sekarang dia sudah pakai motor, bukan pete-pete lagi.
"Ditempuh sekitar 30 menit baru bisa sampai pakai motor," ujarnya.
Jalan yang ditempuh untuk sampai di sekolah hanya bagus saat musim kemarau saja.
Jika memasuki musim hujan, jalannya akan berlumpur dan terkadang membuat motornya mogok.
"Tapi tetap dijalani dengan senang hati. Kadang mau marah, tapi murid-murid selalu menghibur saya," katanya.
Tepat di hari guru ini, Nufus pun menyampaikan harapannya agar pendidikan anak pelosok tidak dibedakan dengan pendidikan di kota.
"Sebab, setiap anak-anak punya hak yang sama untuk mengenyam pendidikan. Tak hanya itu saja juga berharap agar seluruh rekan guru, khususnya yang masih berstatus honorer bisa hidup lebih sejahtera," tutupnya.