Infrastruktur
PSI Enrekang Desak Pemkab Enrekang Bangun Jembatan di Kampung Sudda
Suleman Badao menilai, pembangunan infrastruktur jembatan di Sungai Saddang sangat penting lantaran membahayakan keselamatan siswa maupun warga lainny
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Muh. Irham
ENREKANG, TRIBUN-TIMUR.COM - Ketua DPD PSI Kabupaten Enrekang, Suleman Badao mengaku prihatin melihat pelajar di Kampung Sudda, Kelurahan Leoran, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan yang setiap hari menyeberangi sungai ke sekolah.
Suleman Badao menilai, pembangunan infrastruktur jembatan di Sungai Saddang sangat penting lantaran membahayakan keselamatan siswa maupun warga lainnya.
"Sangat penting dibangun jembatan di sana supaya akses dari Sudda ke Kota Enrekang cepat dilalui. Karena kita tidak melihat berapa orang disitu, satu keluarga saja disitu adalah bagian dari warga Enrekang, sehingga perlu kita mendapatkan fasilitas dari pemerintah," kata Suleman Badao di Jl H.O.S Cokroaminoto, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, Rabu (16/11/2022).
Diketahui, sungai yang berjarak 500 meter dari Kantor Bupati Enrekang ini sangat dalam dan arus air cukup deras.
Sehingga sewaktu-waktu bisa membahayakan keselamatan mereka.
Olehnya, dia meminta pemkab untuk segera membangun jembatan agar aktivitas warga terutama pelajar bisa berjalan dengan baik.
"Tentu juga kalau ada hasil-hasil pertanian cepat diakses ke sini (pusat kota). Dan saya kira kita berharap segera dibangun jembatan," katanya.
Sebelumnya diberitakan TribunEnrekang.com Selasa (15/11/2022) demi menuntut ilmu, siswa Kampung Sudda, Kelurahan Leoran, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan mesti menyeberangi sungai.
Kendaraan penyeberangannya yang dikendarai adalah sampan atau perayu.
Dengan perahu kayu, mereka mendayung menyeberangi sungai.
Norma, orang tua siswa, mengungkapkan, perahu yang dikendarai pernah terbalik hingga terseret derasnya aliran sungai.
Hal itu terpaksa dilakukan para siswa Kampung Sudda demi menuntut ilmu.
Sungai yang berjarak 500 meter dari Kantor Bupati Enrekang ini sangat dalam dan arus air cukup deras, sehingga sewaktu-waktu bisa membahayakan keselamatan mereka.
"Sering kali perahu kami tenggelam, bahkan terseret sungai. Apalagi kalau sungainya lagi meluap karena musim hujan," kata Norma kepada Tribun Enrekang Jumat (11/11/2022).
Dikatakan dia, di saat sungai meluap, para anak-anak mereka tetap menyeberang walau harus menantang maut.
"Anak-anak tetap pergi ke sekolah, walaupun airnya naik. Tapi tergantung juga dari orang tua. Kadang juga harus libur kalau terlalu deras sungai," ujar dia.
Wanita 50 tahun ini juga menuturkan, sebenarnya ada akses jalan lain yang lebih aman menuju ke pusat Kota Enrekang.
Namun, perjalanan membutuhkan belasan kilometer untuk sampai ke kota, ketimbang menyeberang sungai itu lebih cepat karena hanya butuh waktu sekira 15 menit.
"Selain itu, tidak ada kendaraan yang kami tumpangi. Nah kalau lewat di sini (nyeberang sungai) lebih mudah karena cepat," tandasnya.
Norma menambahkan, di wilayah mereka yang berjumlah ratusan jiwa tidak punya fasilitas publik, seperti pasar, sekolah, maupun rumah sakit.
Sehingga kalau seumpama ada kebutuhan mendesak, mereka harus bertaruh nyawa menuju ke kota.
Sementara itu, wanita bernama Faiza mengatakan, sejak ia lahir hingga sekarang, mereka tidak pernah menikmati pembangunan infrastruktur jembatan.
"Sudah berpuluh-puluh tahun kami menyeberangi sungai," ujar Faiza.
"Apalagi anak-anak sekolah, kadang menyeberang kadang tidak. Biasa juga kalau airnya sudah sampai di kolong rumah, terpaksa anak-anak harus libur," katanya.
Ia mengakui, melintasi sungai tersebut sangat membahayakan tapi tidak ada pilihan lain karena lebih cepat menuju ke pusat kota.
Wanita 60 tahun ini juga mengisahkan, pernah terbawah sungai saat menyeberang.
Pada saat itu, dia membawa hasil pertanian untuk dijual ke pasar. Sialnya, hasil bumi mereka ikut tenggelam dan tak bisa diselamatkan lagi.
"Pernah kami terbalik di atas perahu, jadi barang-barang kami ikut tenggelam. Tapi itu tidak apa-apa yang penting kita bisa selamat," tutupnya.(*)