Bawaslu
Mantan Ketua Bawaslu: Jika Ada yang Beri Uang, Ambi Saja, Jadikan Barang Bukti
Ia juga meminta kepada masyarakat untuk segera melaporkan kepada Bawaslu jika menemukan atau melihat hal seperti itu.
Penulis: Wahyudin Tamrin | Editor: Muh. Irham
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Politik uang masih menjadi persoalan yang dikhawatirkan jelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Persoalan tersebut menjadi bahan diskusi saat Rapat Konsolidasi pengawasan tahapan pemilu bersama lembaga kepemiluan.
Rapat Konsolidasi itu diinisiasi oleh Bawaslu Sulsel di Plazgozz Cafe, Jl Yusuf Daeng Ngawing, Tidung, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Senin (31/10/2022).
Menanggapi maraknya politik uang jelang pemilu, mantan Ketua Bawaslu RI Prof Muhammad mengajak masyarakat untuk bersama-sama memberantas perilaku curang itu.
Ia juga meminta kepada masyarakat untuk segera melaporkan kepada Bawaslu jika menemukan atau melihat hal seperti itu.
Bahkan, untuk menjadikan alat bukti, Prof Muhammad mengizinkan masyarakat mengambil jika ada pihak yang memberikan uang demi kepentingan politik tertentu.
Namun, staf pengajar Ilmu Politik Unhas itu melarang menggunakan uang politik itu.
Cukup uang tersebut dijadikan sebagai barang bukti.
"Kalau ada yang beri uang, silakan ambil uangnya," kata Prof Muhammad.
"Jadikan itu barang bukti. Dan laporkan. Jangan belanjakan," Muhammad menambahkan.
Sementara itu Komisioner Bawaslu Sulsel Amrayadi mengatakan, Bawaslu Sulsel terbuka menerima setiap laporan masyarakat yang menemukan pelanggaran pemilu di lapangan.
Bawaslu menerima laporan baik melalui telepon ataupun dengan mendatangi langsung kantor Bawaslu.
Ia meminta kepada masyarakat untuk berani melaporkan temuan di lapangan.
Mantan Ketua KPU Soppeng itu berjanji akan merahasiakan identitas pelapor.
"Identitas pelapor kami sembunyikan. Kemudian Bawaslu melakukan investigasi terhadap laporan yang masuk," kata Amrayadi.
Selain politik uang, Amrayadi juga mengungkap urgensi yang mesti diwaspadai jelang pemilu.
Seperti politik identitas suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA).
Kemudian penyalahgunaan anggaran, pelanggaran netralitas ASN TNI/Polri dan kepala desa, data dan pemutakhiran data pemilih, kerumitan pemungutan dan penghitungan percepatan hasil terakhir hoax atau berita bohong.
"Maka kerja sama pemangku kepentingan dibutuhkan, agar ini menjadi perhatian kita bersama," kata Amrayadi. (*)