Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemilu 2024

Jelang Pemilu 2024, Pengamat Ingatkan Banyak Buzzer Bangun Diskursus Tidak Bertanggungjawab

Bumbu intrik perilaku cyber army atau buzzer seringkali memantik hadirnya perdebatan hingga perselisihan.

Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Muh. Irham
Tribun Timur
Pengamat Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini saat memaparkan data prioritas reformasi hukum pemilu 2024 dalam Forum Dosen, Kamis (6/10/2022) 

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam penyelenggaraan pemilu, masa kampanye merupakan waktu yang sering menimbulkan gesekan antra pendukung.

Di era digital ini, kampanye telah banyak berselancar di media sosial.

Bumbu intrik perilaku cyber army atau buzzer seringkali memantik hadirnya perdebatan hingga perselisihan.

Hal ini yang kembali diingatkan Pengamat Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini dalam seri Forum Dosen yang live di Youtube Tribun-Timur.com, Kamis (6/10/2022).

Forum Dosen edisi kali ini mengangkat tema "Menuju Pemilu 2024, Regulasi dan Tantangan Capres & Cawapres"

Saat ini, sejumlah partai politik telah menggiring masyarakat ke calon-calon pemimpin yang diusung.

Titi Anggraini pun mengingatkan masyarakat tentang prioritas reformasi hukum dalam regulasi kampanye.

Pengamat pemilu ini kembali memaparkan data berdasarkan survey LSI di pemilu 2019.

"Menarik ketika berbicara kampanye, karena opinion leader menekankan bagaimana kebutuhan mengatur perilaku cyber Army atau buzzer pendukung," ujar Titi Anggraini.

Dalam survey tersebut, perilaku cyber army atu buzzer pendukung berada diurutan pertama dengan 74,5 persen.

Data ini menunjukkan masyarakat menginginkan adanya prioritas regulasi kampanye yang mengatur cyber army atau buzzer pendukung

"Ini menarik jika dikaitkan dengan masa pendaftaran yang cukup pendek tapi peluang pencapresan sudah mulai dari sekarang," ujar Titi Anggraini

"Maka kampanye sebelum dimulai itu menjadi lahan yang sangat subur bagi para cyber Army dan buzzer pendukung untuk membangun diskursus dan dialetika yang tidak bertanggungjawab," sambungnya.

Diposisi kedua, penggunaan data pribadi pemilih di media sosial (61,3 persen) dinilai perlu diatur regulasi

"Baru-baru ini 105 juta data di klaim oleh Bjorka, bocor dari data pemilih yang diolah KPU. Meskipun dibantah tapi itu menjadi warning besar bagi kita,"

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved