Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

G30SPKI

Alumni Hukum Unhas Bicara Soal G30SPKI, Banyak Sejarah yang Dimanipulasi Pemerintah

Alumni Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Royan Juliazka, mengaku jika sejarah G30SPKI banyak dimanipulasi pemerintah.

Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Muh. Irham
ist via Tribunjogja.com
Proses pengangkatan jenazah para jenderal yang menjadi korban keganasan PKI di tahun 1965 lalu. 

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Tepat hari ini, bangsa Indonesia memperingati hari G30SPKI atau yang lebih dikenal Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia.

Dari beberapa literatur sejarah, masyarakat Indonesia sudah terlanjur mencap buruk peristiwa itu.

Bahkan, tidak ada lagi yang ingin mengulang peristiwa pembantaian enam jenderal dan satu perwira yang sering kita lihat di televisi.

Tribun Timur mengonfirmasi masyarakat, soal seberapa tahu mereka tentang peristiwa berdarah tersebut. 

Alumni Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Royan Juliazka, mengaku jika sejarah G30SPKI banyak dimanipulasi pemerintah.

Lewat buku Kudeta 1 Oktober 1965 karya Ben dan McVey, Royan banyak tahu tabir sejarah yang disembunyikan.

Menurutnya, buku Kudeta 1 Oktober berisi catatan serta analisis mendalam mengenai peristiwa 1965 yang terjadi Indonesia. 

Karya ini kata Royan, segera membuat geram pemerintah Indonesia terkhusus TNI Angkatan Darat (AD) ketika pertama kali dirilis pada tahun 1971.

"Bagaimana tidak, Ben dan McVey membuat laporan yang isinya sangat bertentangan dengan narasi sejarah resmi versi pemerintah Indonesia. Dalam narasi yang dibuat Ben dan McVey, Kudeta 1 Oktober bukanlah disebabkan oleh intrik dan siasat yang dilakukan oleh PKI, tetapi disebabkan oleh konflik internal di tubuh militer Angkatan Darat Indonesia," jelasnya, Jumat (20/9/2022).

Alumnus Unhas ini menambahkan, buku ini menguraikan dengan baik perihal latar belakang sejarah terjadinya konflik di tubuh AD. 

Ben dan McVey, kata Royan, begitu dalam menguraikan tiap karakter tiga divisi besar yang berkuasa di Jawa. Divisi Siliwangi di Jawa Barat, Divisi Diponegoro di Jawa Tengah dan Divisi Brawijaya di Jawa Timur.

"Ben dan McVey mencatat bahwa salah satu akar penyebab konflik adalah gaya hidup hedonistik para petinggi militer yang tinggal di Ibukota yang menyebabkan kecemburuan petinggi-petinggi militer yang hidup di daerah. Dalam titik ini, Divisi Diponegoro dianggap memiliki karakter yang sangat berseberangan dengan para petinggi militer di Ibukota," ujarnya.

Letkol Untung, pemimpin utama kudeta yang saat itu, kata Royan, menjabat sebagai Komandan Resimen Cakrabirawa adalah salah satu “kader” Divisi Diponegoro. 

Begitupun serdadu-serdadu lain yang turut serta dalam jalannya kudeta, hampir semuanya terhubung dengan Divisi Diponegoro.

"Sampai saat ini, Cornell Paper masih dianggap sebagai satu-satunya penelitian yang paling lengkap dan tajam dalam menganalisis peristiwa paling berdarah sepanjang sejarah Indonesia tersebut. Penelitian-penelitian setelahnya hanya mengulang data-data yang kurang lebih sama," jelasnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved