Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Mematangkan RUU Sisdiknas

DPR minta pemerintah mematangkan kembali RUU Sisdiknas, Pelibatan sejumlah pemangku pentingan perlu dioptimalkan agar RUU itu.

INFOGRAFIS TRIBUN TIMUR
Anwar Arifin AndiPate 

Oleh: Anwar Arifin AndiPate

TRIBUN-TIMUR.COM - SANGAT bijaksana DPR-RI, tidak memasukkan RUU Seknas usul inisiapif Kemendikbut Ristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). DPR minta pemerintah mematangkan kembali RUU Sisdiknas, Pelibatan sejumlah pemangku pentingan perlu dioptimalkan agar RUU itu, tidak menimbulkan kegaduhan.

Kegaduhan memang akan muncul, karena melalui media sosial, terbaca, “3.000 Pimpinan PTS se-Indonesia siap kepung Istana Kepresidenan”. Bahkan Prof.Budi menyatakan”…….27/9 sd 29/9 APTISI akan kepung Istana, Nadiem, hentikan RUU Sisdiknas & stop Liberalisasi Pendidikan, Bubarkan LAM”.

Pembicaraan dengan Ketua Umum PGRI, Prof.Unifah, Prof Budi menyampaikan, antara laimn, RUU Sisdiknas telah melecehkan profesi guru dan dosen, karena UU Guru dan Dosen, dihapuskan dan guru dan dosen negeri, masuk dalam UU ASN dan Swasta masuk pada UU Ketenagakerjaan……

Menurut Mendiknas Dr.Daoed Joesuf dahulu, “didunia ini hanya ada dua profesi, yaitu profesi pendidik (guru/dosen) serta prosesi lain-lain. Artinya pendidiklah yang melahir pofesi lain seperti jaksa, hakim, birokrat, dokter dan semua profesi.

Pimpimam API (Asosiasi Profesorr Indonesia), di Makassar, yang dahulu (2003) memperjuangan kesejahteraan dosen hususnya profesor melalui UUGD menyatakan juga banyak substansi penting yang harus dimasukkan lagi, dalam RUU-Sisdiknas.

Apalagi pemerentah menggambungkan tiga undang-undang (UU) yaitu UU Sisdikinas,77 pasal (08/7/2003), UU Guru dan Dosen (UUGD), 84 pasal (30/12/2005) dan UU Pendidikan Tinggi (UU-DIKTI), 100 pasal (10/8/2012). Penyatuan keriga UU, (216 pasal) itu, menjadi satu hanya 157 pasal dengan nama UU-Sisdiknas (2022).

Menurut pemerintah agar sesuai UUD-1945 pasal 31 ayat 3 “Pemerintah mengusahakan satu sistem pendidikan nasional………”. Keinginan itu, jauh “panggang dari api”, karena yang lahir justru RUU-Sisdiknas yang MINIMALIS.

Apalagi UU-Sisdiknas itu masih harus memiliki landasan filosofi yang kuat dengan menjabarkan substansi MENCEEDSAKNAN kehidupan bangsa seperti diatur dalam Pembukkan UUD 1945, yang didalamnya terdapat sila-sila Pancasila.

Karena itu profesi guru dan dosen misalnya jangan dileceehkan. Mereka pasti “melawan”.

Hendaknya RUU Sisdiknas mengikuti UU-Sisdiknas,2003, yang memiliki landasan YURIDIS, terutama pasal 31 ayat 2. “Setiap warga negera wajib mengikuti pendidikan dasar dan PEMERINTAH wajib membiayainya”.

Pasal itu dijabarkn dalam UU Sisdiknas 2003 Pasal 34, yang menetapkan program WAJIB BELAJAR diikuti warga negara yang berusia mulai 6 tahun, secara GRATIS di lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat (SWATA). Harusnya substansi itu harus diadakan.

Jangan juga diabaikan pasal 31 ayat 5, Pemerintah mamajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umaat manusia”.

Substansi itu menjadi landanasan dan dijabarkan dalam UU- Pendidikan Tinggi. Mohon itu diakomodasi.

RUU Sisdiknas juga masih harus memperhatikan landasan SOSIOKUTUAL dan HISTORIS. Madrasah harus eksis dalam RUU-Sisdiknas.2022 seperti dalam UU-Sisdikans 2003,, sebagai bentuk REFORMASI pendidikan nasional”, yang sudah lama hadir dan berperanan dalam mencerdaskan bangsa serta sebagai kekayaan dan jati diri ibangsa.

Juga predikat MAHASSIWA jangan diganti dengan predikat PELAJAR.

Memang dalam bahasa Inggris semua disebut “student”. Tapi bagi Indonesia predikat MAHASISWA sudah membudaya, dan merupkan kebanggaan sesorang. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Nikah Massal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved