Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tolak Kenaikan Harga BBM

Dimana Ketua HMI Sulselbar saat Mahasiswa Unjuk Rasa soal Tolak Kenaikan Harga BBM?

Bersama Mencari Solusi Penyesuaian BBM; Penyesuaian BBM, Perlukah?" menjadi tema FGD tersebut.

Penulis: Wahyudin Tamrin | Editor: Saldy Irawan
DOK PRIBADI
Focus Group Discussion (FGD) Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) di Hotel Claro, Senin (5/9/2022).  

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus menggelar aksi demonstrasi menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Kota Makassar, Senin (5/9/2022).

Di saat bersamaan, Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) juga menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Claro.

Bersama Mencari Solusi Penyesuaian BBM; Penyesuaian BBM, Perlukah?" menjadi tema FGD tersebut.

Narasumber pada FGD yakni Ketua Umum HMI Badko Sulselbar A Ikram Rifqi, Ketua HIPMI Sulsel Andi Rahmat Maggabarani, Akademisi Ahli Ekonomi Prof Marsuki Dea, Manajer Humas Pertamina Region VII Laode Syarifuddin Mursali dan Kadinsos Kota Makassar Aulia Arsyad.

FGD tersebut juga dihadiri Kapolda Sulsel Irjen Pol Nana Sudjana bersama Forkopimda Sulsel, Forkopimda se-Kota Makassar, Polres se-Jajaran Sulsel, Ketua DPRD Sulsel dan DPRD Kota Makassar serta berbagai elemen pemerintahan dan masyarakat.

Ketum Badko HMI Sulselbar A Ikram Rifqi mengatakan FGD itu dilakukan bersama mahasiswa pemuda, buruh, ojol, petani nelayan dan elemen masyarakat yang menolak kenaikan harga BBM.

Ia menyebutkan dalam FGD itu menyusun sebuah draft yang memiliki dasar yang kuat untuk disampaikan ke pemerintah pusat, DPR RI, dan MPR RI.

"Tentu kami membahas dengan melibatkan masyarakat, serikat buruh, petani, nelayan, ojol, supir angkot, mahasiswa dan organisasi lainnya yang memiliki visi sama menolak kenaikan harga BBM," kata A Ikram Rifqi kepada Tribun-Timur.com, Selasa (6/9/2022).

Menurut A Ikram Rifqi, ketimpangan anggaran subsidi energi oleh pemerintah sejak tahun 2017 sampai 2021 tidak pernah melebihi 200 triliun.

Bahkan, kata dia, di tahun 2021 hanya dianggarkan sebesar 142 triliun dan di tahun 2022 meningkat drastis menjadi 502 triliun.

"Yang jadi pertanyaan adalah kenapa kenaikan anggarannya lebih dari 300 persen namun kita mengalami defisit distribusi energi terutama BBM subsidi ini," katanya.

"Ada kemungkinan permainan besar oleh oligarki dan pemerintah sehingga menyebabkan harga BBM naik dan merugikan masyarakat," A Ikram Rifqi menambahkan.

Selain itu, A Ikram Rifqi juga menyoroti adanya kebocoran penyaluran BBM subsidi.

Ia menganggap fungsi pengawasan oleh pertamina dan Polri tidak tegas dalam menyalurkan BBM Subsidi sehingga tidak tepat sasaran.

"Untuk itu kami mengusulkan adanya integrasi data Samsat oleh Polri dengan pertamina untuk mendeteksi masyarakat yang tidak berhak mendapatkan BBM Subsidi yaitu yang memiliki mobil lebih dari satu dan yang memiliki pembayaran pajak kendaraan mobil mewah," ujarnya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved