Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Aliansi BEM Fakultas Unismuh Makassar Kompak Serukan Fasilitas Kampus dan Copot WR III

Empat petinggi BEM fakultas Unismuh Makassar kompak menuntut delapan isu, salah satunya pencopotan Wakil Rektor III

Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Waode Nurmin
Dokumentasi
Spanduk tuntutan aliansi BEM Unismuh Makassar saat menggelar aksi di depan Menara Iqra, Jl Sultan Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (26/8/2022). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unismuh Makassar menggugat pimpinan kampus untuk segera memperbaiki fasilitas kampus dan copot Wakil Rektor III.

Empat petinggi BEM fakultas kompak menuntut delapan isu

Isu tersebut yakni;

1. Kuliah offline
2. Bubarkan Lembaga Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni (LPKA)
3. Pengadaan BEM Universitas
4. Penghapusan jam malam
5. Stop nepotisme
6. Transparansi dana kemahasiswaan
7. Fasilitas kampus memadai
8. Copot Wakil Rektor III

Ketua BEM FAI, Aris Munandar mengatakan, di balik prestasi Unismuh Makassar rupanya masih menyimpan banyak polemik.

Ia mencatat, masih banyak pekerjaan rumah Unismuh Makassar yang belum rampung.

"Dana kelembagaan yang tidak transparan dan masih banyak polemik kampus yang belum selesai. Sehingga dengan adanya spanduk ini bisa membuka mata batin pimpinan kampus untuk melakukan perbaikan jangan hanya seremonial belaka," katanya, Sabtu (27/8/2022).

Sementara itu, Ketua BEM FEB Nasruddin menjelaskan, aksi protes ini menandakan ketidakbecusan pimpinan dalam mengelola salah satu kampus swasta terbaik Indonesia Timur.

"Kita sudah resah dan adanya gerakan kita ini menandakan unismuh harus melakukan perbaikan. Dari pengawlan kuliah offline sampai untuk mencopot wr 3 itu sendiri karena ketidak becusan dalam mengawal lembaga," jelasnya.

Ketua BEM Teknik, Alfitra Haskar menambahkan, bentangan spanduk berisi tuntutan merupakan keresahan kolektif dari mahasiswa Unismuh.

"Hadirnya LPKA dianggap mengambil alih peran lembaga, bukan hanya itu anggaran kemahasiswaanpun tidak ada kejelasan. Bukan hanya itu, biaya pendidikan semakin mahal namun fasilitas masih begitu-begitu saja," tambahnya.

Sementara itu, Ketua BEM Faperta, Risal mengatakan, pembentukan LPKA merenggut kebebasan lembaga kemahasiswaan di internal kampus.

"Polemik yang kian banyak termasuk di peradakanya LPKA, kuliah offline yang belum ada kepastian, dana lembaga yang tidak transparansi serta pengadaan BEM universitas haruslah juga diperhatikan oleh pimpinan universitas. Selain itu kebebasan dalam melakukan kegiatan kelembagaan selalu ada intervensi dari pimpinan," tutupnya.

 

Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com Muh Sauki Maulana

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved