Film Lokal
Ini Alasan Produser Mimank Mananti Garap Film Tuli-tuli Kapatuli, Nostalgia Budaya Bolos Anak SMA
Menurutnya, cerita Tuli-tuli Kapatuli itu sederhana namun begitu kuat karena ada unsur kedekatan dengan masa anak-anak muda yang ada di Kepulauan Buto
Penulis: Desi T Aswan | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM- Produser Studio Kurang Piknik, La Ode Abdul Sufirman Mananti atau biasa disapa Mimank Mananti mengungkapkan alasan di balik penggarapan film Tuli-tuli Kapatuli.
Menurutnya, cerita Tuli-tuli Kapatuli itu sederhana namun begitu kuat karena ada unsur kedekatan dengan masa anak-anak muda yang ada di Kepulauan Buton, Bau-bau, Sulawesi Tenggara.
Berbeda dengan banyaknya film lokal yang mengangkat tema budaya dan tradisi.
Namun Tuli-tuli Kapatuli hadir memberi warna baru dan meramaikan perfileman lokal Sulawesi Tenggara.
"Bagi saya film ini sangat berarti karena membuat saya kembali mengingat masa-masa remaja saat sekolah dulu. Dari alur cerita hingga akting para aktor dan aktris semuanya kita maksimalkan demi membuat film lokal ini berkualitas," tuturnya kepada Tribun Timur, Rabu (10/8/2022).
Menyasar berbagai generasi, film ini menurutnya, bisa jadi bahan nostalgia mengenang masa-masa Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk penonton, dari kenakalan bolos remaja, cara bercanda khas anak Buton, dan pergaulan remaja yang unik.
"Mungkin bagi penonton bisa jadi ajang nostalgia mengenang masa-masa SMA yang seru dan untuk generasi sekarang, bisa dijadikan pelajaran agar tidak berbuat nakal di sekolah," jelasnya.
Hal lain, yang mendorong Mimank menggarap film ini karena lokasi syutingnya mengambil tempat tinggal masa kecilnya yang penuh dengan kenangan.
Diketahui tempat tinggal masa kecilnya itu dulunya menjadi lokasi bolos siswa siswi SMA zaman dulu.
Sehingga, bagi Mimank dan kru membangkitkan suasana bolos siswa-siswi begitu identik di tempat itu.
"Memang pada saat itu merupakan tempat bolos siswa-siswi disekitar situ bahkan dari sekolah yang lokasinya agak jauh bolosnya tetap disitu. Jadi saya tertarik menceritakan hal yang dulu ada di sekitar saya ditambah dengan pengalaman lain juga dari para kru terutama penulis,"jelasnya.
Para pemain yang terlibat dalam film ini juga menggunakan dialek khas Bau-bau.
Sehingga, menurut Mimank, akan sangat mudah diserap alur cerita dan kisahnya untuk warga lokal.
Selain itu, menjadi misi pula bagi Mimank memperkenalkan dialek khas daerahnya itu pada masyarakat Indonesia.
Mimank mengakui karya lokal yang digarapnya masih jauh dari kata layak jika disandingkan dengan film nasional.