Ketua Granat Sulsel Sebut Sabu Sudah Jadi Masuk Jaringan Bisnis, Beda dengan Dulu
Jamil Misbach membandingkan narkoba jenis sabu kala dulu dan sekarang, dimana dulu sabu hanya gaya hidup dan sekarang jadi ladang bisnis
Penulis: Wahyudin Tamrin | Editor: Waode Nurmin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Peredaran narkoba jenis sabu semakin marak peredarannya ke Sulawesi Selatan, secara khusus di Kota Makassar.
Dalam dua minggu terakhir, yang diungkap polisi sebanyak 17,4 kg sabu.
7,4 kg diamankan Polrestabes Makassar pada 14 Juli lalu.
Dan hari ini, Senin (25/7/2022), Polsek Kawasan Pelabuhan Nusantara (KPN) Parepare kembali mengamankan 11 kg sabu l.
Ketua Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Sulawesi Selatan Jamil Misbach menyebutkan saat ini barang terlarang itu sudah masuk dalam jaringan bisnis.
Berbeda dengan waktu lampau, dimana narkoba menjadi gaya hidup.
Rerata, pengguna yang ditangkap di masa lalu rata-rata orang mampu dan memiliki kondisi ekonomi yang baik.
"Dulu mungkin yang ditemukan ada pejabat dan pengusaha," kata Jamil Misbach.
Namun, barang terlarang ini sudah masuk jaringan bisnis, sehingga semua kalangan telah menjadi sasarannya.
"Sekarang dia sudah sisir semua segmen profesi dan pekerjaan," katanya
"Termasuk tingkat umur dia sisir. Bukan hanya yang dewasa tapi sampai anak-anak," tambahnya.
Menurutnya, karena saat ini sudah masuk jaringan bisnis, sehingga peredarannya terorganisir dengan baik.
Bukan hanya pemakai dan pengedar, tetapi telah melibatkan banyak pihak.
"Tentu banyak yang terlibat di dalam jaringan itu," katanya.
Menanggapi banyaknya barang terlarang lolos lewat pelabuhan, Jamil Misbach menyebutkan ada masalah karakter dan mental dari petugas.
Selain itu, maraknya peredaran barang terlarang ke Indonesia khususnya di Makassar juga terkait dengan persoalan ekonomi yang dihadapi.
"Jadi itu terkait semua, ekonomi, sosial dan budaya," ucapnya.
Untuk memberantas masalah ini, kata dia, yang harus dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat.
Semua elemen masyarakat, lanjutnya, harus dilibatkan.
Sebab masalah ini tidak bisa semata-mata menjadi tugas kepolisian atau lembaga penegak hukum.
"Harus menyentuh semua lapisan masyarakat. Semua stake holder yang punya kepentingan membuat negara ini baik termasuk pendidik dan tokoh agama," ucapnya.
"Kita harus berpikir komprehensif di dalam menangani persoalan narkotika ini," sambungnya. (*)
