Opini Dr Suryani Syahrir
Iduladha: Pemuda Mulia dan Ketaatan Paripurna
Rasa bahagia menghinggapi setiap jiwa-jiwa yang rindu akan perayaan hari besar umat Islam tersebut.
Jangankan membahas ketaatan kepada Sang Pencipta, kepatuhan pada orangtua dipertanyakan. Banyaknya kasus anak yang membangkang kepada orangtua, bukti rusaknya potret generasi produk sistem hari ini.
Pun, sebaliknya. Orangtua menzalimi bahkan rela membunuh darah dagingnya sendiri, menjadi hal lumrah.
Lihatlah betapa banyak kasus aborsi di negeri ini. Buah sistem pergaulan yang menegasikan perintah Ilahi. Kebebasan dijunjung tinggi, hingga menabrak norma-norma susila bahkan agama.
Jadilah segala tindakan yang ada berdasar hawa nafsu semata, tanpa filter keimanan. Kebijakan pun dibuat seolah tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya, karena tidak menyentuh substansinya.
Inilah bukti lemahnya produk buatan manusia. Makhluk lemah dan sangat terbatas. Rawan kecurangan dan penyimpangan. Segala hal diukur berdasarkan kacamata materi, bukan berdasarkan akidah. Tolok ukur perbuatan, bukan halal haram atau benar salah dari perspektif syariat. Namun, berdasar asas kepentingan semata.
Butuh Support System Hakiki
Gambaran sosok Ismail, sangat berbeda secara diametral dengan pemuda produk system kapitalisme.
Sosok pemuda seperti Ismail banyak ditelorkan dari peradaban Islam sepanjang sejarah penerapan sistem Islam paripurna.
Dimana semua hal distandarkan pada syariat Islam.
Kita tentu tidak asing dengan nama-nama besar seperti Imam Syafi’i, Salahuddin Al Ayyubi, Muhammad Al Fatih, dan sederet nama pemuda-pemuda briliant dan gagah berani. Mereka menjadi sosok pemuda yang menjadikan masa mudanya penuh dengan dedikasi pada agamanya.
Waktu dan kesempatan yang diberikan Allah Swt. benar-benar tercurah di jalan yang diridai-Nya.
Namun, kesemua hal tersebut bisa tercipta jika ditopang oleh support system secara komprehensif. Inilah yang diterapkan sepanjang peradaban Islam mewarnai dunia selama 13 abad.
Seluruh aspek kehidupan diatur dengan sistem Islam kafah. Tidak ada pemisahan urusan dunia dan akhirat, karena hakikatnya seluruh kehidupan kita terikat dengan hukum syarak.
Negara diamanahi mengurus seluruh urusan rakyat berdasar akidah Islam.
Rakyat pun sejahtera dengan pemenuhan kebutuhan dasar individu dan kebutuhan publik secara adil.
Sinergi rakyat dan penguasa berjalan harmonis, karena berlandaskan keimanan.
Suasana ketakwaan begitu menyejukkan sehingga semua orang niscaya akan merindukannya.
Kisah Ismail diabadikan dalam salah satu surat yakni QS. As Shaafaat: 102, yang artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.