Opini Aswar Hasan
Hadji Kalla dan Trilogi Ketokohan
Keberlangsungan suatu nilai tradisi budaya suatu etnik sangat ditentukan adanya ketersediaan Role Model yang merepleksikan masyarakat tersebut.
Pervasiveness sosok To Sugi, dicerminkan oleh ketokohan Hadji Kalla. Karena dengan kekayaannya itu, tidak hanya digunakan untuk kepentingan diri pribadi dan keluarga saja, tetapi juga bagi kepentingan masyarakat, bahkan negara. Dan yang sangat menonjol pada kepribadian H.Kalla, yaitu menyatunya dua ranah kehidupan terpenting, yaitu Agama dan Bisnis untuk masyarakat dan Politik (negara).
Trilogi kepentingan itu, telah dengan apik dimanifestasikan dalam kiprah ketokohan Hadji Kalla sebagai To Sugi.
Di setiap hajatan kemasyarakatan atau kenegaraan (kerajaan) dalam sistem budaya Bugis Makassar, To Sugi selalu mendapat tempat istimewa yang memang dikhususkan (distimewakan) karena posisinya tersebut. Demikian juga halnya terhadap sosok yang disebut Panrita.
Kedua sosok tokoh tersebut, selalu mendapat posisi istimewah di dalam sistem budaya dan pemerintahan dalam Kerajaan Bugis Makassar.
Ketiga, To Pamarentah (orang yang memerintah). Tidak sembarang orang bisa menjadi To Pamarentah di kalangan Masyarakat Bugis Makassar.
Menjadi orang yang memerintah, harus memiliki kriteria atau kualifikasi yang secara khusus diperuntukkan untuk menata kekuasaan dalam mengatur masyarakat demi ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan masyarakat yang diperintahnya berdasarkan penggunaan kekuasaan sesuai norma kemasyarakatan dan Negara (Kerajaan).
Di kalangan masyarakat Bugis Makassar, menjadi To Pamarentah (orang yang memerintah) tidak sembarangan. Di samping memiliki trah pamarentah (bangsawan), tetapi tidak semua bangsawan bisa dan boleh menjadi To Pamarentah, karena harus menempuh pendidikan khusus.
Semacam pendidikan kepamongprajaan yang dibuktikan dengan semacam besluit ( ketetapan) berdasarkan pendidikan kepamongprajaan yang telah ia tempuh, agar ketika menjadi To Pamarentah di tengah masyarakat, ia tidak lagi canggung atau tidak paham bagaimana seharusnya menata dan membina serta membangun masyarakatnya.
Menjadi To Pamarentah di masyarakat merupakan puncak strata dalam sistem kemasyarakatan di budaya orang Bugis Makassar.
To Panrita, To Sugi, dan To Pamarentah, adalah tiga sosok personality yang tak terpisahkan. Trio personality yang senantiasa diposisikan istimewa di kalangan masyarakat Bugis Makassar. To Pamarentah yang baik selalu di dampingi (diperkuat) oleh Panrita dan To Sugi.
Dengan demikian, ketokohan To Panrita, To Sugi dan To Pamarentah adalah Trilogi ketokohan yang menjadikan sistem budaya orang Bugis menjadi Istimewa dan kokoh. Tanpa Trilogi tersebut, budaya Bugis Makassar akan rapuh keropos oleh “ rayap” zaman.
Pewaris Trilogi
Hadji Kalla adalah sosok yang sukses sebagai To Sugi yang ditokohkan oleh masyarakat. Karena sejak muda telah menjadi Santri (serangkatan dengan KH Ali Yafie (Ulama Nasional) mantan pimpinan MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan pernah menjabat sebagai Rais Am PBNU dan Dewan Penasehat ICMI Pusat.
Dengan latar belakangnya sebagai Santri, Hadji Kalla tentu memiliki pemahaman dan komitmen keagamaan yang tinggi. Karena itu, beliau dikenal sebagai pengusaha Muslim yang sukses di dua ranah kehidupan, yaitu bisnis dan agama.
Dua dunia yang jarang terpadukan dengan sukses.
Di samping itu, sesungguhnya Hadji Kalla tidak hanya sukses berhikmat di dua dunia (Agama dan Bisnis) tetapi juga sempat merambat ke dunia politik. PPP di tahun 70 an di Sulsel sempat berjaya. Boleh jadi sebagai Partai peraih kursi terbanyak di DPR sekiranya Rezim Orba komitmen pada Pemilu Jurdil.