Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Rifqy Tenribali Eshanasir

Mengundang Ukraina ke KTT G20 adalah Tindakan yang Benar

Presiden Indonesia Joko Widodo telah mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 2022 di Bali.

Rifqy Tenribali
Rifqy Tenribali Eshanasir, Pengamat hubungan internasional/alumnus Ritsumeikan Asia Pacific University, Beppu, Jepang 

Oleh: Rifqy Tenribali Eshanasir
Peneliti Muda di Center for Peace Conflict and Democracy, Universitas Hasanuddin, dan Alumnus Departemen Hubungan Internasional dan Studi Perdamaian di Ritsumeikan Asia Pacific University, Jepang.

TRIBUN-TIMUR.COM - Presiden Indonesia Joko Widodo telah mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ke Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 2022 di Bali pada November tahun ini. Ini adalah langkah diplomasi bagus.

Sejak Maret lalu, Indonesia menghadapi tekanan sebagai presiden G20, sebuah forum antar pemerintah yang berfokus pada isu-isu utama seputar ekonomi dunia, dari negara-negara Barat untuk mengundang Ukraina ke KTT di Bali.

Rusia telah menginvasi Ukraina sejak 24 Februari 2022 dan kini lebih dari 14 ribu orang telah meninggal akibat konflik. Bahkan ada tuduhan kejahatan perang terhadap Presiden Putin terkait pembunuhan massal di kota Bucha, Ukraina.

Amerika Serikat (AS), Kanada, Australia dan beberapa negara lainnya ini mengikuti keputusan Indonesia untuk tidak mengecualikan Rusia dari KTT G20 namun mereka mengharapkan Indonesia mengundang Ukraina ke KTT G20.

Presiden Indonesia Joko Widodo, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, serta juru bicara kementerian telah menyatakan bahwa keputusan mereka untuk memasukkan Rusia dalam upaya untuk menjalankan tanggung jawab mereka sebagai presiden G20 secara profesional dan netral.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Luar Negeri RI lebih lanjut memantau perkembangan Perang Rusia-Ukraina untuk mengambil keputusan mengundang Ukraina.

Sebagai presiden forum global, Indonesia memiliki kewenangan untuk mengundang secara khusus anggota di luar G20.

Indonesia yang telah memimpin berbagai organisasi internasional selalu mematuhi prosedur termasuk mengundang semua anggota dan berkonsultasi dengan mereka untuk keputusan besar.

Beberapa menteri Indonesia telah melakukan konsultasi dengan semua pihak secara bilateral.

G20 sendiri pada awalnya tampak terpecah dalam isyu memboikot KTT jika Ukraina tidak akan diundang sementara Rusia masih hadir.

Beberapa anggota G20 yang merupakan bagian dari NATO belum secara eksplisit menyebutkan niat keluar, namun mereka tidak terlihat bersemangat menghadiri KTT karena akan hadirnya Rusia.

Sementara itu, beberapa negara ‘kekuatan menengah’ lebih fokus pada agenda G20 terlepas dari Perang Rusia-Ukraina.

Kepentingan negara-negara seperti India, Brasil, Afrika Selatan, dan Arab Saudi dalam KTT ini tidak sejalan dengan Barat dan fokus mereka pada konflik Eropa Timur.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah melakukan beberapa putaran konsultasi dengan kelompok-kelompok dalam negeri yang berfokus pada geopolitik dan anggota G20 mengenai masalah ini.

Marsudi juga telah berkonsultasi dengan Uni Eropa serta Menteri Luar Negeri dari Jerman dan Italia mencari jalan keluar.

Tujuan mereka jelas yakni memetakan prospek dan risiko menjadi tuan rumah bagi Ukraina dan Rusia di KTT Bali sambil mengumpulkan perspektif anggota G20 dan lembaga internasional lainnya.

Ini merupakan dilema tetapi juga merupakan kesempatan diplomatik yang langka bagi Indonesia.

Ada beberapa alasan mengapa mengundang Ukraina adalah keputusan yang baik.

Mengundang Ukraina untuk mendukung pemulihan dan kedaulatannya sejalan dengan sejarah non-blok Indonesia, prinsip dasar Indonesi untuk ikut menjaga perdamaian dan ketertiban dan bermanfaat bagi masa depan Indonesia di panggung global.

Menjadi anggota pendiri Gerakan Non-Blok (GNB) sejak tahun 1961, Indonesia bersama Mesir, India, Ghana dan bekas Yugoslavia memang senantiasa berprinsip mendukung kedaulatan, keutuhan wilayah dan keamanan negara-negara di dunia.

Melalui GNB, Indonesia menunjukkan sikapnya menentang segala bentuk agresi asing terhadap suatu negara.

Oleh karena itu, Indonesia tidak boleh mentolerir invasi dan kekerasan Rusia terhadap Ukraina, apalagi visinya untuk mengintegrasikan kembali Ukraina secara paksa berdasarkan mitos yang dideklarasikan sendiri oleh Putin. Indonesia dan banyak negara pascakolonial memahami bahaya iredentisme, terutama berdasarkan sejarah kekerasan.

Dalam hal ini, Indonesia memahami penderitaan Ukraina dan harus mendukung kedaulatan dan pemulihannya.

Bahkan dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tertulis prinsip penting “membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”

Presidensi Indonesia di G20 dapat membawa manfaat lain bagi Indonesia selain peluang menarik bisnis dan kerjasama internasional, namun juga berperan mendorong perdamaian termasuk terkait perang Rusia-Ukraina. Bahkan dapat lebih meningkatkan upaya bersama dan peran Indonesia dalam menghadapi isu-isu global seperti COVID-19 dengan memperkuat industri farmasinya.

Indonesia akan mempertaruhkan peluang keuntungan ini jika tidak mengundang Ukraina ke KTT G20 dan KTT diboikot oleh negara-negara besar seperti AS dan sekutu-sekutunya di Eropa Barat, Asia Timur maupun di Pasifik.

Keberhasilan politik KTT G20 di Bali akan sangat menentukan reputsi dan kepercayaan terhadap kedudukan internasional Indonesia dan masa depan kemitraan internasionalnya. Mengundang Ukraina ke KTT G20 adalah tindakan benar dan menunjukkan kepemimpinan Indonesia yang berani, berintegritas, dan mandiri.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved