Perang Rusia Ukraina
Kim Jong-un Akhirnya Bersuara, Dukung Penuh Presiden Rusia Vladimir Putin Tumpas 'Pasukan Musuh'
Pidato Putin itu bertepatan dengan peringatan Hari Kemenangan yang menandai menyerahnya Nazi Jerman kepada Uni Soviet pada 9 Mei
TRIBUN-TIMUR.COM - Pemimpin tertinggi Korea Utara atau Korut, Kim Jong-un akhirnya bersuara memberikan dukungan kepada Rusia.
Dukungan Kim Jong-un ini dikhususkan kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk menjaga kehormatan.
Sekedar diketahui Rusia saat ini tengah terlibat konflik bersenjata dengan Ukraina.
Kim Jong-un bersuara memberikan dukungan ke Rusia pasca Pidato Presiden Rusia Vladimir Putin, Senin (9/5/2022).
Pidato Vladimir Putin pun mendapatkan reaksi beragam dari berbagai pemimpin dunia.
Baca juga: WHO Bertindak Setelah Rusia Hancurkan Fasilitas Kesehatan Ukraina, Badan Kesehatan PBB Lakukan Ini
Baca juga: Putin Terpaksa Tolak Tarik Pasukan dari Ukraina? Gerakan Tambahan Barat ke Rusia Bikin Murka
Baca juga: Dubes Korut Salahkan AS dan Barat: Akar Masalah Krisis Ukraina Tergantung Kebijakan Hegemonik

Pidato Putin itu bertepatan dengan peringatan Hari Kemenangan yang menandai menyerahnya Nazi Jerman kepada Uni Soviet pada 9 Mei.
Tanggapan juga datang Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong-un.
Kim menyatakan dukungannya pada Rusia kini dalam pidato tersebut.
Sebagaimana diwartakan kantor berita Pyongyang KCNA, Selasa (10/5/2022), Kim memberi selamat kepada Presiden Vladimir Putin atas peringatan ini.
Selain itu, Kim juga menyatakan dukungan terhadap Rusia untuk mempertahankan “kehormatan” dari “pasukan musuh”.
Kim ataupun laporan KCNA tidak secara spesifik menyinggung invasi Rusia ke Ukraina.
Namun Kim mengaku menjaga “solidaritas kuat” dengan Moskow atas peristiwa belakangan ini.
Kim dilaporkan menyebut upaya Rusia belakangan ini adalah untuk “menumpas ancaman militer dan politik dan intimidasi oleh pasukan musuh serta untuk menjaga kehormatan negara (Rusia).”
Pyongyang sendiri berulangkali menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas konflik di Ukraina.
Korea Utara menuduh “kebijakan hegemonis” yang dipimpin Washington mengancam stabilitas dan keamanan global.