Inspirasi Ramadhan 2022 Hamdan Juhannis
Indra Keberagamaan 19: Pembantu Rektor Didamprat Satpam
Ini yang menjadi diskusi pada teman-teman yang berada dalam group silaturrahim, Australian National University (ANU). Kebetulan sekali, contohnya anu
Indra Keberagamaan (19)
Oleh:Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Saya masih "stuck" pada celoteh tentang cara berbahasa kita.
Cukup banyak respon dari teman-teman yang lucu tapi bermakna.
Sebelumnya, saya perjelas bahwa kedekatan yang saya maksud yang menyebabkan cara berbahasa kita menjadi kasar adalah kedekatan yang setara, tanpa hambatan struktur dan kultur.
Ketika saya menutup tulisan, mengertiko semua? Sahabat saya, Dr Abdul Haris Hamid, menjawab di group chat: Iyo! Kata "Iyo" adalah bentuk kasar dari "iye."
Rupanya Pak Haris sedang memperagakan sebuah jawaban setara dari pertanyaan yang dianggapnya kasar karena kedekatan.
Bahkan teman lain lebih kasar lagi caranya menyikapi teman yang sudah sangat dekat dengan sangat informal ketika memanggil: "woi", "anu", atau bahkan "preeet".
Namun di sisi lain, ada fenomena menarik dari pelajaran Bahasa Indonesia kita.
Sebenarnya gerakan penghalusan bahasa sudah dilakukan sejak dulu. Ini yang menjadi diskusi pada teman-teman yang berada dalam group silaturrahim, Australian National University (ANU). Kebetulan sekali, contohnya kata: "anu".
Kata "anu" mewakili banyak hal yang tidak bisa disebut karena kata itu kasar atau benda itu tabu untuk disebut.
Seorang professor Bahasa Indonesia di ANU Canberra, mengabadikan tulisan di pintu ruang kerjanya, "ANUmu bukan ANUku, ANUku bukan ANUmu. Tapi ANUmu dan ANUku sama-sama ANU.
Professor ini memainkan dua hal, pertama sebagai singkatan nama perguruan tinggi dan kedua, tentu dia sangat paham bagaimana kata ini digunakan dalam konteks berbahasa kita di Indonesia.
Penghalusan menurut salah satu teman di group ANU, terjadi ketika menunjuk profesi kasar atau pekerjaan yang tidak dikehendaki.
Pembantu rumah tangga diperhalus menjadi Asisten Rumah Tangga. Pelacur diperhalus menjadi Tuna susila.
Orang gila bukannya dipendekkan menjadi Orgil tapi menjadi ODGJ. Gelandangan diganti menjadi tuna wisma, orang cacat disebut difabel, itu kalau di Indonesia.