Inspirasi Ramadhan 2022 Hamdan Juhannis
Indra Keberagamaan 18: Bukan Kesalahan Kolektif Tapi Kesadaran Kolektif
Prof Eka Putra Wirman dari UIN Padang meluruskan pemahaman terbatas saya ketika menunjuk kata "antum" sebagai kesalahan kolektif yang direlakan
Indra Kebergamaan (18)
Oleh: Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Sejujurnya saya sudah hampir kehabisan ide. Untung saya "dihidupkan" oleh respon cerdas dari para pembaca yang menurutku lebih layak tayang dari celoteh saya.
Respon pembaca menunjukkan kelas mereka yang sangat kritis membaca tulisan.
Celoteh saya dikuatkan melalui ragam jalur. Diapresiasi dengan menambahkan, dikoreksi dengan meluruskan. Prof Eka Putra Wirman dari UIN Padang meluruskan pemahaman terbatas saya ketika menunjuk kata "antum" sebagai kesalahan kolektif yang direlakan demi penghargaan.
Terus terang, itu tanpa rujukan hanya mengandalkan "common sense" saya.
Menurut Prof Eka Putra Wirman, penggunaan "antum" dalam Bahasa Arab sama dg penggunaan kata "vous" dalam "la langue du Francaise". Yang berarti 1) Anda sekalian 2) Anda yang terhormat (org status tinggi, atau orang terhormat yg belum dikenal).
Dari perbandingan pemaknaan kata ini, jelas saya salah bahwa itu bukan kesalahan kolektif tapi kesadaran kolektif yang ada sejak dulu.
Respon juga datang dari seorang sahabat yang sering saya panggil Kak, untuk menunjukkan kedekatan, Dr Andi Tamsil (Wakil Sekjen ICMI Pusat).
Responnya sangat mengejutkan, "Makin dekat kita pada seseorang, cenderung makin kasar cara memangilnya." Dahi saya yang sudah berkerut semakin berkerut dengan membaca responnya yang saya anggap provokatif.
Saya langsung menerawang ke fakta sosial masyarakat, apakah memang terjadi seperti itu?
Ternyata saya terkadang memanggil isteri saya dengan menyebutkan namanya tanpa embel-embel.
Ibu saya memanggil saya tanpa gelar dan tidak pernah lengkap.
Saya pernah kurang nyaman dipanggil oleh teman di ruang publik hanya dengan nama langsung, tapi setelah saya pikir dialah salah satu teman yang terdekat.
Ada tradisi orang Makassar dalam bertutur yang dianggap rumit dan mungkin aneh bagi orang lain, penggunaan imbuhan diantaranya: "ki" "ko" "mi" "mo "pi" "ji" dan lain-lain.
Penggunannya rumit karena bisa ditaruh di mana saja dan bisa digabung sesuai dengan pemaknaan yang diinginkan.