Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ramadan 2022

Syiar Ramadan Tentang Romantisme Dalam Keluarga: Cari Pasangan yang Bisa Jaga Kekurangan

Syiar Ramadan dipandu oleh host, Kinan Aulia. Hadir sebagai narasumber, Dai Cendekiawan Alumni Timur Tengah, Sabaruddin LC.

Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM/ARI MARYADI
Dai Ikatan Cendekiawan Alumni Timur Tengah, sekaligus tenaga pendidik Sekolah Islam Athira, Sabaruddin LC jadi narasumber Syiar Ramadan Kalla Group membahas tema Ibadah Perisai 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Syiar Ramadan Kalla Grup episode 11 hadir dengan tema The Real Romance.

Program ini disiarkan langsung di kanal You Tube dan Facebook Tribun Timur, Rabu (14/4/2022).

Syiar Ramadan dipandu oleh host, Kinan Aulia. Hadir sebagai narasumber, Dai Cendekiawan Alumni Timur Tengah, Sabaruddin LC.

Pada kesempatan kali ini, Sabaruddin berbagi bagaimana menjaga keharmonisan rumah tangga di bulan Ramadan.

Bagi yang telah berkeluarga ini menjadi bahan dalam memperekat hubungan keluarga, sedangkan bagi yang belum berkeluarga ini menjadi bahan mencari pasangan.

Jangan mencari pasangan yang sempurna, tapi cari pasangan yang bisa menjaga kekurangan.

Menurut dia, keharmonisan dalam rumah tangga sangat  penting, khususnya di bulan Ramadan.

Sebab, terdapat hal-hal yang diperbolehkan di luar Ramadan, tapi di bulan Ramadan hal tersebut dilarang dalam agama.


“Hubungan pasangan suami istri di luar bulan Ramadan sah-sah saja. Alasannya, sudah ada akad nikah. Namun dalam bulan  Ramadan ada waktu-waktu tertentu,” katanya.

Tentu timbul pertanyaan, bagaimana jaga keharmonisan dan keromantisan dalam keluarga. Romantis itu merupakan suplemen bagi keluarga untuk memperekat. Ketika dalam keluarga kaku, ini membuat keretakan dalam rumah tangga.

Makannya, Rasulullah Muhammad SAW menjaga keharmonisan dan keromantisan rumah tangganya dengan sering bercanda dengan istrinya.

Bahkan ketika Rasulullah minum satu gelas berdua, dengan tempat mulutnya Rasulullah dia minum lalu diberikan ke istrinya.

“Kira-kira kita mau tidak seperti Rasulullah, apa yang di minum sang suami di mulutnya, itu juga di minum oleh sang istri. Itu keromantisan Rasulullah SAW,” ucapnya.

Namun, dari masyarakat ada yang melihat keromantisan itu seperti film-film Korea.

Padahal dalam Islam telah mengajarkan hal romantis, utamanya di bulan Ramadan. Contohnya, ketika  seorang istri  menyiapkan hidangan lalu sang suami membantu. Itu bagian keromantisan dalam keluarga.

Namun, ada batasan dalam fiqih. Rasulullah Muhammad SAW pernah ditanya oleh seorang pemuda di siang hari di bulan suci Ramadan.

Sang pemuda menanyakan kepada Rasulullah hukum ketika mencium istri di siang hari di bulan Ramadan apakah itu membatalkan puasa.

Rasulullah menjawab puasamu batal kepada pemuda tersebut.

Lalu keesokan harinya, datang lagi seorang yang  tua renta, dia bertanya pertanyaan yang sama seperti pemuda tanyakan. Ya Rasulullah, ketika mencium istri di siang hari di bulan Ramada, batal tidak. Rasulullah menjawab tidak batal.

“Pertanyaan sama orang berbeda, jawaban berbeda. Kok pertama batal dan kedua tidak. Maka Rasulullah mengatakan, kenapa  pertama batal,  karena seorang pemuda masih pengantin baru, ditakutkan melakukan keromantisan kepada istrinya di siang hari di bulan  suci Ramadan, itu dilakukan bukan karena cinta, tapi itu dilakukan karena  nafsu, sehingga bisa membatalkan puasa”.

“Sementara orang tua yang mencium istrinya di siang hari di  bulan suci Ramadan tidak membatalkan,  karena dia tidak lakukan dengan nafsu, tapi melakukannya dengan cinta. Makanya romantisme dihalalkan dalam agama dalam waktu dan tempat yang tidak dipublikasikan. Romantis sah-sah saja, selama tidak dipublikasikan. Romantis berdua dalam tempat privat, eksklusif hanya mereka yang tahu, saya kira tidak jadi masalah," terangnya.

Lanjut Sabaruddin, makanya  dalam Alquran, keharmonisan dalam rumah tangga  berkaitan dengan ibadah puasa. Kalau melihat  rentetan ayat puasa itu mulai dari surah  Al-Baqarah  ayat 182.

Dalam ayat 187 berbunyi, uhilla lakum lailatash-shiyaamir-rofasu ilaa nisaaa-ikum, hunna libaasul lakum wa angtum libaasul lahunn.

“Setelah kita menjalankan ibadah puasa, pada malam hari, ayat mengatakan hunna libaasul lakum.  Engkau merupakan pakaian bagi pasanganmu. Suami merupakan pakaian bagi istri dan istri merupakan pakaian bagi suami,” ucapnya.

Ketika Alquran menggunakan libaas, menggunakan pakaian, yang pertama ditemukan dalam Alquran adalah wahai anak cucu Adam (manusia), ambil pakaianmu. Pakaian dalam Alquran menggunakan kata zina.

“Apa itu zina, itu merupakan perhiasan. Jadi suami istri itu perhiasan istri dan istri perhiasan suami. Kalau perhiasan harus dijaga,  pandangan, tutur kata. Itu yang membuat muncul keromantisan dalam keluarga,” jelasnya.

Sambung Sabaruddin, Alquran menggunakan kata libaas, ketika diturunkan ayat tentang aurat.

Dikatakan untuk menutup aurat.

“Jadi pakaian itu  untuk menutup aurat. Kalau pasangan hidup adalah pakaian, maka suami harus menutupi kekurangan istrinya, dan istri harus menutupi kekurangan suami. Maka jangan mencari pasangan yang sempurna, tapi carilah pasangan yang bisa menutupi kekurangan,” lanjutnya.

Lalu,  libaas dalam Alquran digunakan dengan kata syarhabil, artinya pakaian besi. Pasangan suami istri adalah tameng. Ketika suami ada menggangu istrinya, maka suami jadi perisai, pelindung sang istri ketika ada yang menghina dan sebagainya.

“Suami itu sebagai pelindung istrinya, sebagaimana pakaian besi itu  pelindung dari benda-benda tajam,” tuturnya.

Terakhir, sebut Sabaruddin, dikatakan kujadikan malam sebagai pakaian. Bagaimana seorang suami memberikan kehangatan kepada istrinya.

"Maka digambarkan, kita merupakan  pakaian untuk pasangan dan pasangan kita merupakan pakaian dari kita. Apa yang ditutupi, kekurangan kita ditutupi pasangan kita. Sehingga inilah  ril romantis dalam Islam sesuai dengan syariat,” pungkasnya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved