Masa Jabatan Andi Sudirman Berakhir 2023, Ini Sosok yang Disebut-sebut Jabat PJ Gubernur Sulsel
Kendati demikian, opsi yang ideal atau layak menjadi PJ Gubernur di daerah yang akan mengikuti Pilkada nanti adalah sosok sekertaris daerah
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Siapa Pj Gubernur Sulsel, di akhir masa jabatan Sudirman Sulaiman sebagai Gubernur Sulsel September 2023 nanti?
Terkait dengan hal tersebut, hingga saat ini, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) belum merilis siapa sosok PJ di daerah yang bakal menjadi gubernur sementara, termasuk Sulsel.
Kendati demikian, opsi yang ideal atau layak menjadi PJ Gubernur Sulsel di daerah yang akan mengikuti Pilkada nanti adalah sosok sekertaris daerah atau sekprov.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, sebaiknya yang menjadi penjabat (Pj) kepala daerah bagi gubernur/wali kota yang masa jabatannya habis pada 2022-2023 adalah sekretaris daerah (sekda).
Hal itu, kata dia, bisa dilakukan apabila pemerintah tetap tidak ingin menggunakan opsi menormalkan jadwal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke tahun 2022-2023.
"Pilihan yang lebih kondusif ya sudah di setiap daerah itu kan kalau provinsi sekda itu JPT madya atau jabatan pimpinan tinggi madya," kata Titi, dikutip Kompas.com belum lama ini.
"Kalau di kabupaten/kota sekda itu jabatan pimpinan tinggi pratama. Mereka saja yang langsung menjadi penjabat kepala daerah," kata dia.
Menurut Titi, apabila masih khawatir sekda akan menimbulkan konflik kepentingan di pilkada, baiknya yang dilakukan adalah memperkuat pengawasan, baik dari pemerintah pusat, Komite Aparatur Sipil Negara (KASN), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ombudsman, dan perangkat negara lainnya.
"Jadi pengawasan yang optimal dan proporsional dari pemerintah," ujar dia.
Sementara itu, terkait wacana menjadikan TNI/Polri sebagai Pj kepala daerah, Titi menilai hal tersebut ibarat membuka kotak pandora.
Menurut dia, apabila TNI/Polri menjadi kepala daerah, akan menggoda mereka masuk dalam ekses atau hal yang melampaui batas secara lebih luas.
"Penjabat kepala daerah TNI/Polri aktif bisa jadi kotak pandora membuka, kotak pandora yang menggoda pada ekses yang lebih luas," ujar dia.
Titi mengatakan, memberikan toleransi dan upaya memberi legitimasi lebih besar pada keterlibatan TNI/Polri di politik dengan argumen kompetensi, kapasitas, profesional dan lain-lain harus dihindari.
Ia mengatakan, penghindaran tersebut merupakan bagian dari amanat dari reformasi, terutama terkait dwifungsi TNI/Polri.
"Bukan kita ingin mendelegitimasi peran TNI/Polri. Peran TNI/Polri sangat legitimate di bidang pertahanan, pengayoman, masyarakat dan penegakan hukum," ujar dia.