Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Renungan Ramadan

Memahami Perbedaan Awal Ramadhan 1443 H

Muhammadiyah yang mengamalkan hisab murni berdasarkan kriteria wujudul hilal sudah mengumumkan awal Ramadhan jatuh pada hari Sabtu tanggal 2 April 202

Editor: Sudirman
Dok Pribadi
Syamril Al Bugisyi, Rektor Kalla Business School 

SYAMRIL 

Rektor Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Kalla

Awal Ramadhan tahun 1443 H terjadi perbedaan.

Muhammadiyah yang mengamalkan hisab murni berdasarkan kriteria wujudul hilal sudah mengumumkan awal Ramadhan jatuh pada hari Sabtu tanggal 2 April 2022.

Namun ada perbedaan dengan ormas Persatuan Islam, MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) yang juga mengamalkan hisab tapi menggunakan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal). 

Memang konjungsi / ijtima’ yaitu keadaan di mana matahari, bumi dan bulan berada dalam satu garis lurus sudah terjadi sebelum magrib (pukul 13 : 24 WIB).

Tetapi sampai magrib, tingginya masih sangat rendah yaitu sekitar 1,11 – 2,19 derajat.

Padahal menurut criteria imkan rukyat (visibilitas hilal) tinggi bulan minimal 3 derajat baru dapat terlihat.

Jadi metode sama yaitu hisab, keputusan berbeda karena kriteria yang tidak sama. 

Bagi yang mengamalkan rukyat, keputusan baru diambil setelah magrib tanggal 1 April 2022 saat para tim rukyat melaporkan hasil pengamatannya.

Jika tidak ada yang melihat maka bulan sya’ban akan digenapkan menjadi 30 hari sehingga awal Ramadhan baru jatuh pada hari Ahad 3 April 2022.

Berdasarkan hasil Sidang Isbat Pemerintah mengumumkan awal Ramadhan dimulai hari Ahad 3 April 2022.

Perbedaan Hisab dan Rukyat 

Bagi pengamal hisab murni, menentukan awal dan akhir Ramadhan cukup dengan perhitungan (hisab) dan tidak perlu melihat bulan.

Menurut mereka adanya dalil melihat bulan karena waktu itu ilmu pengetahuan (matematika, astronomi / falaq) belum berkembang. Bukankah dalam Al Qur’an Allah berfirman : 

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).  (Q.S. Yunus : 5)

Bagi pengamal rukyat menentukan awal dan akhir Ramadhan harus dengan rukyat (melihat) dan perhitungan (hisab) untuk membantu melihat bulan, karena dalil melihat bulan tegas di dalam hadis.  

 "Berpuasalah bila melihatnya dan beridul fitri-lah bila melihatnya, bila tertutup awan sempurnakan bulan Sya’ban 30 hari" (HR Bukhari-Muslim). 

"Bila tertutup awan perkirakan" (HR Muslim).

Karena umur rata-ratanya 29,53 hari, satu bulan hanya mungkin 29 atau 30 hari, jadi mudah diperkirakan atau amannya genapkan (istikmal) saja menjadi 30 hari.

Menurut pengamal rukyat, walaupun pengamal hisab menggunakan dalil dari Al Quran.

Akan tetapi ayat  tersebut bersifat umum untuk semua perhitungan waktu, dan bukan khusus untuk penentuan awal dan akhir ramadhan.

Hadits-hadits tentang ru’yat merupakan dalil khusus tentang penetuan awal dan akhir Ramadhan.

Jumhur ulama menyatakan bahwa penentuan awal dan akhir Ramadhan adalah dengan ru’yat, sedangkan penggunaan hisab diperbolehkan untuk membantu perkiraan pelaksanaan ru’yat. 

Bagaimana Menyikapinya? 

Sebenarnya, kesaksian melihat hilal (ru'yatul hilal), keputusan hisab, dan akhirnya keputusan penetapan awal Ramadhan dan hari raya oleh pemimpin ummat semuanya adalah hasil ijtihad, yang hakikatnya bersifat dzhanni. Kebenaran hasil ijtihad relatif. 

Kebenaran mutlak hanya Allah yang tahu.

Tetapi orang yang berijtihad dan orang-orang yang mengikutinya meyakini kebenaran suatu keputusan ijtihad itu berdasarkan dalil-dalil syariah dan bukti empirik yang diperoleh.

Bagi mereka yang berijtihad, menurut Rasulullah jika benar pahalanya dua dan jika salah pahalanya satu. 
Ibadah adalah masalah keyakinan. 

Berdasarkan berbagai informasi dan ilmu yang ada ikutilah mana yang Anda yakini paling mendekati kebenaran.

Ingat, tiap orang Islam wajib terikat dengan syariat /hukum Islam.

Bila tidak mampu menggali hukum syara’, maka wajib baginya mengambil pendapat para mujtahid dalam masalah hukum. 

Pendapat Mujtahid adalah hukum syariat yang mengikat bagi pengikutnya selama dilandaskan pada nash-nash syara’.

Bagi masyarakat awam jika ingin aman lebih baik mengikuti pendapat mayoritas atau Pemerintah yang akan melakukan Sidang Isbat dengan peserta dari kalangan ulama’ dan ahli astronomi. 

Berbeda pendapat selama berpegang pada dalil adalah boleh karena perbedaan adalah rahmat.

Mari saling menghargai pendapat yang berbeda selama berpegang pada dalil-dalil syara’.

Mari depankan persatuan / ukhuwah Islamiyah, jangan memaksakan kehendak dan pendapat.  Bersama tidak harus sama.  

Selamat menunaikan ibadah puasa dan ibadah lain di bulan Ramadhan

Semoga Allah SWT memberikan kekuatan lahir dan batin dalam menjalaninya sehingga kita dapat meraih derajat takwa. 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved