Denny Siregar
Lihat Penyamaran Denny Siregar, Pengen Menyusup di Aksi Bela Islam 2503 PA 212: Harus Lebih Syari
Denny Siregar turut menyoroti terkait rencana PA 212 dan beberapa ormas Islam melakukan aksi Bela Islam 2503 di depan Istana negara 25 Maret 2022.
TRIBUN-TIMUR.COM - Pegiat media sosial Denny Siregar turut menyoroti terkait rencana Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan beberapa ormas Islam melakukan aksi di depan Istana Negara, Jumat, 25 Maret 2022.
Diketahui, Aksi PA 212 kali ini bertajuk 'Bela Islam 2503' dan menuntut penista agama ditangkap.
Salah satunya tuntutan PA 212 dalam aksi tersebut yakni menangkap Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atas pernyataannya yang dinilai menyamakan suara azan dengan gonggongan anjing.

Terkait hal tersebut, Denny Siregar melalui postingan di Instagram @dennysirregar mengaku bersiap melakukan penyamaran.
Tampak sahabat Abu Janda dan Eko Kuntadhi memposting foto dirinya memakai kopiah berwarna putih.
Foto tersebut merupakan foto lawas Denny Siregar yang pernah ia posting beberapa tahun lalu.
Kini ia kembali mempostingnya dengan caption berbeda.
"Persiapan menyamar di demo besok. Pakaian harus lebih syari, jenggot harus tebal dan awut2an...," tulis Denny Siregar, Kamis (23/3/2022) sore, dikutip Tribun-timur.com.
Foto serupa diposting Denny Siregar di akun Twitter @Dennysiregar7 dengan keterangan berbeda.
"Gua kira demonya hari ini. Ternyata besok. Udah siap2 dandan mau nyusup lagi. Eh, batal.., tulis Denny Siregar, disertai emoji tertawa, Kamis, pukul 3.21 sore, dikutip Tribun-timur.com.
Seperti diberitakan WartaKotalive.com, PA 212 berencana akan melakukan aksi demo besar-besaran bertajuk Aksi Bela Islam pada Jumat 25 Maret 2022.
Dalam demo itu, PA 212 menuntut Menag Yaqut dan Abu Janda ditangkap.
Demo akan digelar di depan Istana Merdeka.

PA 212 dalam aksi bela Islam itu juga ingin membersihkan Istana Kepresidenan Indonesia dari para Buzzer.
Buzzer ini dituding sering menghina Islam.
Sebelumnya, PA 212 juga telah menggelar aksi serupa dengan tuntutan turunkan Menag Yaqut dari jabatan Menag serta penjarakan Yaqut karena dinilai telah melakukan penistaan agama Islam.
Aksi Bela Islam ini merupakan buntut dari pernyataan-pernyataan yang menodai Islam sehingga banyak pihak yang keberatan.
“Tangkap dan penjarakan penista Agama Yaqut, Saifuddin, Abu Janda dan lainnya. Bersihkan Istana dari buzzer penghina agama dan ulama”, kata Ketua Umum PA 212, Slamet Maarif, Rabu pagi.
Pernyataan Menag Yaqut soal Azan
Diketahui, beberapa waktu lalu, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas jadi sorotan usai pernyataannya yang dianggap membandingkan suara toa masjid dengan gonggongan anjing.
Diketahui, pernyataan itu diungkap Menag Yaqut saat dikonfirmasi terkait keputusannya menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Hal tersebut diungkap Menag Yaqut usai menghadiri kegiatan temu ramah dengan para tokoh agama di Gedung Daerah, Jalan Diponegoro Pekanbaru, Rabu (23/2/202).
Terkait ramainya pemberitaan soal pernyataan Menag Yaqut, pihak Kementerian Agama pun memberikan klarifikasi.
- Berikut klarifikasi dari Kemenag dalam keterangan resminya kepada Tribun-timur.com:
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar, menegaskan bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing.
Pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.
“Menag sama sekali tiidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” tegas Thobib Al-Asyhar di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Menurut Thobib, saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala dalam kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Menag menjelaskan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi.
Sehingga perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman.
"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal," kata Thobib.
"Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” jelasnya.
“Jadi Menag mencontohkan, suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar. Karena itu perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara, perlu ada toleransi agar keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga," ujarnya.
"Jadi dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga,” tuturnya.
Menag, lanjut Thobib, tidak melarang masjid-musala menggunakan pengeras suara saat azan. Sebab, itu memang bagian dari syiar agama Islam.
Edaran yang Menag terbitkan hanya mengatur antara lain terkait volume suara agar maksimal 100 dB (desibel). Selain itu, mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
"Jadi yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan," tegasnya.
"Dan pedoman seperti ini sudah ada sejak 1978, dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam," jelasnya. (Tribun-timur.com/ Sakinah Sudin, WartaKotalive.com/ Budi Sam Law Malau)