Dinsos Bongkar Pendapatan Anjal Bisa Sampai Rp 9 Juta/Bulan, Danny Minta Satpol Patroli
"Ini setelah kita tanya langsung ke pelakunya yang beroperasi di simpang lima bandara, Rp300 ribu per hari"
Penulis: Siti Aminah | Editor: Waode Nurmin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Keberadaan anak jalanan (anjal), gelandangan dan pengemis (gepeng) masih menjadi penyakit masyarakat yang sulit diatasi Pemerintah Kota Makassar.
Meski berkali-kali telah ditangani, tetapi anjal gepeng masih terus menjamur dan menggangu pengguna jalan.
Wali Kota Makassar Danny Pomanto mengatakan, penanganan anjal dan gepeng di Makassar mulai melemah.
Danny mengaku mendapat banyak laporan dari masyarakat ihwal maraknya anjal dan gepeng ini.
"Hal yang dikeluhkan masyarakat anak jalanan, kemarin di perempatan Jl Hj Bau banyak sekali," ucap Danny Pomanto di kediamannya, Selasa (22/3/2022).
Danny meminta agar Dinas Sosial mengencangkan patroli.
Bisa juga bekerjasama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan perangkat daerah lainnya.
"Tolong satgas bikin patroli, gunakan satpol kerjasama untuk patroli anjal, karena kota yang baik kota yang harus diurusi," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut Kepala Dinas Sosial Makassar, Aulia Arsyad mengatakan, tidak lama lagi Dinsos akan turun melalukan razia.
Saat ini pihaknya masih menunggu SK Wali Kota tentang Satgas Penangan Anjal.
Dinsos membeberkan, anjal dan gepeng sudah dijadikan profesi oleh sekolompok orang.
Bagaimana tidak, mereka bisa mendapat penghasilan Rp300 ribu per hari setiap melancarkan aksinya di jalanan.
Jika dikalkulasi, dalam sebulan mereka bisa mendapat kira-kira Rp9 juta.
"Ini setelah kita tanya langsung ke pelakunya yang beroperasi di simpang lima bandara, Rp300 ribu per hari dan mereka kos-kosan di sana dengan sewa Rp150 ribu per bulan," jelasnya.
Pada tahun 2021, sebanyak 245 anjal, 184 gepeng dan 3 pengamen yang berhasil dirazia Dinsos bekerjasama dengan Satpol PP Makassar.
Sementara tahun ini, Januari-Maret sudah ada 21 orang yang didata telah dirazia.
Bahkan, tidak sedikit dari pengemis tersebut berpenampilan hedon, salah satunya yang pernah di razia di Jl Ratulangi.
Pengemis tersebut memiliki motor NMax, bahkan juga punya IPhone yang tidak banyak dimiliki oleh masyarakat pekerja.
"Ini sebenarnya bukan cuma warga Makassar, tapi banyak warga urban juga yang mengemis di Makassar, paling banyak di simpang lima," bebernya.
Mantan Camat Tallo ini mengaku tidak bisa menyelesaikan persoalan anjal dengan sendiri.
Disamping melakukan razia, juga dibutuhkan penegakan Perda dari Satpol PP.
"Bukan cuman Dinsos melakukan razia, tapi harus koordinasi dengan Satpol, kalau saya lihat ini perda ompongki," jelasnya.
Disamping itu, camat, lurah, dan RT/RW harus ikut terlibat untuk melakukan pembinaan terhadap masyarakat di wilayahnya.
Sejauh ini, Dinsos hanya menerima aduan dari masyarakat, seharunya pemerintah hingga tingkat bawah pro aktif memberi laporan ke Dinsos.
"Harusnya ada pelibatan RT/RW disitu. Sekarang penanganan PMKS masih jarang ada pelaporan dari bawah. Tapi dari warga. RT/RW kan harus mencatat nama-nama nya masing-masing," katanya.
Kedepan, Dinsos akan membangun lingkungan pondok sosial (liponsus) yang dinamai Balla Passili pada 2023 mendatang.
Tahun ini, Dinsos mengalokasikan anggaran untuk pengadaan lahan, rencananya di Tamalanrea.
"Sebelum ada liponsos kita memang setengah mati. Kalau ada liponsos bisa disana dibina berbulan-bulan. Jadi sebenarnya Perda yang harus dioptimalkan," tegasnya.
Sejauh ini, para anjal gepeng yang terjaring razia hanya dibina di rumah penampungan trauma center di Jl Abdesir.
Selain itu, untuk penanganan anjal gepeng ini, Dinsos akan membuat aplikasi bernama agangku.
Semua permasalahan sosial bisa dilaporkan di aplikasi tersebut.