Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Makassar

Ayahnya Divonis 2 Tahun Setelah Beli Tanah Bersertifikat, Wanita Makassar Ini Minta Bantuan Jokowi

Pengecekan oleh PPAT itu bermula saat ia hendak membeli lahan tersebut dari pria bernama Hendro Susantio pada tahun 2004.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
Tribun Timur.Com/Emba
Stella Angelica (25), putri dari Panca Trisna dan Kuasa Hukumnya Husain Rahim Sahijje ditemui di Jl Toddopuli Raya, Makassar, Selasa (22/3/2022) malam. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Stella Angelica (25), warga Kota Makassar, Sulawesi Selatan, meminta bantuan Presiden Joko Widodo setelah ayahnya, Panca Trisna, divonis dua tahun penjara.

Panca divonis dua tahun penjara atas tuduhan pemalsuan dokumen atau akta otentik sebidang tanah di Jl Ir Sutami, Kelurahan Bulurokeng, Makassar.

Padahal, kata Stella, tuduhan yang dialamatkan ke ayahnya tersebut tidak berdasar.

Sebab, laporan dugaan pemalsuan akta otentik itu terjadi pada tahun 1979, yang pada saat itu Panca masih berusia 13 tahun dan menetap di Jakarta.

"Bagaimana mungkin ayah saya dituduh memalsukan akta otentik (tahun 1979) yang saat itu dia masih kecil (usia 13 tahun) dan masih menetap di Jakarta," kata Stella, ditemui di Jl Toddopuli Raya, Makassar, Selasa (22/3/2022) malam.

Panca yang kala itu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, juga masih berdomisili di Jakarta.

Jauh dari lokasi lahan yang dipermasalahkan atau diperkarakan, tepatnya di Kelurahan Bulurokeng, Kecamatan Biringkanaya, Makassar.

Selain itu, keabsahan akta otentik yang dikantongi ayahnya, lanjut Stella, juga telah menjalani pemeriksaan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Pengecekan oleh PPAT itu bermula saat ia hendak membeli lahan tersebut dari pria bernama Hendro Susantio pada tahun 2004.

Dari hasil pengecekan PPAT, kata dia, tidak ditemukan adanya masalah.

Panca pun melakukan transaksi pembelian dengan Hendro Susantio.

Setelah dibeli dari tangan Hendro, Panca kemudian sempat menjaminkan akta otentik itu ke bank untuk pinjaman.

Dan saat dijaminkan, lanjut Stella, juga tidak didapati adanya masalah lantaran pinjaman yang diajukan disetujui oleh pihak bank.

"Dicek di PPAT tidak ada masalah dan sudah balik nama ke nama ayah saya. Kemudian setelah dibeli juga sempat dijaminkan di bank juga tidak ada masalah, sampai akhirnya dijual kembali itu lahan dan tidak ada juga masalah," ungkap Stella.

Atas dasar kejanggalan yang dianggap tidak adil itulah, Stella pun bersuara untuk meminta keadilan.

"Untuk itu, saya meminta bantuan bapak Presiden Joko Widodo dan Menkopolhukam Pak Mahfud MD untuk melihat kembali kasus ini, terima kasih," harapnya.

Kejanggalan yang sama diungkapkan kuasa hukum Panca Trisna, Husain Rahim Sahijje.

Menurut Husain, kasus itu pertama kali dilaporkan Pangku Yudin Sarro dan anaknya bernama Muh Basir yang mengaku ahli waris yang dianggap tidak jelas kewarisannya.

Pangku Yudin dan Muh Basir melaporkan Hendro pada tahun 2006 atau dua tahun setelah lahan itu dijual ke Panca pada tahun 2004.

Hendro dilaporkan atas tuduhan melakukan tindak pidana dengan pasal yang berlapis-lapis. Mulai pemalsuan, menggunakan surat palsu, hingga menjual tanpa hak atas tanah.

Padahal secara legalitas, kata Husain, Pangku Yudin Sarro dan anaknya, Muh Basir juga dianggap tidak mempunyai bukti autentik.

Namun proses hukum di kepolisian itu tetap berjalan dan menetapkan Hendro sebagai tersangka.

Hendro dijerat Pasal 263 KUHP, Pasal 167 KUHP dan Pasal 385 KUHP.

Akan tetapi, setelah ditetapkan tersangka, Hendro meninggal dunia yang secara otomatis kasus yang disangkakan terhadapnya dinyatakan berhenti.

Setelah kasus Hendro berhenti lantaran meninggal dunia, kata Husain, kasus itu seolah langsung dialihkan ke Panca Trisna, tepatnya pada tanggal 14 Juli 2010 dan berstatus tersangka.

Namun, lanjut Husain, perjalanan kasus itu sempat mendeg atau jalan di tempat di kepolisian.

Hingga pada tahun 2018 kasus itu dilanjutkan kembali lalu dilimpahkan ke kejaksaan dan dinyatakan P21.

Husain menyebut, kasus ini juga menyeret seorang pejabat BPN Kota Makassar berinisial SL.

"Jadi ada dua tersangka dengan kasus yang sama, berkasnya di-split. Dalam proses persidangan di PN Makassar, pejabat BPN ini dinyatakan bebas, sementara klien kami (Panca Trisna) dinyatakan bersalah," terang Husain.

Husain pun melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi Makassar untuk kliennya.

Dan hasilnya, upaya banding tersebut menyatakan Panca Trisna tidak bersalah dan bebas dari segala dakwaan pada tahun 2021.

"Jadi tahun 2021 klien kami dinyatakan bebas dari segala dakwaan sementara pejabat BPN berinisial SL telah dinyatakan tak bersalah sejak di PN Makassar dan dikuatkan dengan putusan MA," jelasnya.

Tak terima hasil putusan banding yang membebaskan Panca Trisna,  jaksa melakukan kasasi di tingkat Mahkamah Agung.

Di tingkat kasasi itulah, Panca kemudian kembali dinyatakan bersalah dan divonis 2 tahun penjara.

"Atas dasar apa Majelis Hakim Agung menjatuhkan pidana kepada Panca Trisna dalam putusan Nomor 59 K/PID/2022," ucap Husain.

"Sementara SL yang melakukan pengangkatan blokir sertifikat secara bersama-sama dengan Panca Trisna tidak terbukti melakukan pemalsuan," sambungnya.

Husain pun mengaku menyayangkan putusan MA tersebut lantaran Hakim Agung dinilai tidak melihat putusan-putusan hakim sebelumnya mulai dari putusan perdata maupun putusan TUN.

"Dalam pembelaan di persidangan, baik itu Putusan Perdata maupun Putusan TUN tidak berguna walaupun putusan-putusan tersebut secara hukum mengikat menyatakan Hendro Susantio adalah pemilik sah atas tanah yang dijualnya kepada Panca Trisna," beber Husain.

"Sementara pelapor, Pangku Yudin Sarro dan anaknya Muh Basir sesuai putusan-putusan tersebut secara administrasi dan yuridis tidak berhak atas tanah tersebut," tuturnya.

Pihaknya pun mengaku akan melakukan upaya peninjauan kembali (PK) setelah mendapat salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung.

Sebelumnya diberitakan, Seorang pengusaha hasil bumi di Kota Makassar berinisial PTT alias Panca Trisna hendak dieksekusi Kejaksaan Negeri Makassar.

Upaya eksekusi itu, setelah keluar putusan kasasi dari Mahkamah Agung atas dugaan pemalsuan akta otentik.

Dalam putusan kasasi itu, Panca dianggap bersalah dan divonis hukuman dua tahun penjara.

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved